Rabu, 31 Juli 2013

INJIL ASLI YANG MENGGEMPARKAN DUNIA

Subhanallaah … Inilah Injil Asli yang Menggemparkan Dunia Itu, 12 Tahun Dirahasiakan, Menjelaskan Nabi Isa Tidak Disalib dan Membenarkan Nabi Muhammad SAW, Mengguncang Vatikan dan Kristen di Seluruh Dunia!!

*
Injil Asli Barnabas
Bismillahir-Rah maanir-Rahim … Belum lama ini, pemerintah Turki mengumumkan tentang penemuan Kitab Injil Asli Barnabas, salah satu murid pertama Yesus (Isa Almasih).
Hal yang tentu saja mengejutkan banyak pihak, termasuk kubu Vatikan itu sendiri.Sebagaimana diberitakan oleh DailyMail, basijpress dan NationalTurk, bahwa Injil Barnabas asli tersebut ditemukan pada tahun 2000 lalu di Turki, namun ditutupi oleh pemerintah Turki selama lebih dari 12 tahun, dan baru sekarang di beberkan ke publik.Lembaran-lembaran kulit hewan itu ditulis dengan huruf Syriac dengan dialek bahasa Aram, bahasa yang sama seperti bahasa yang umum dipakai pada masa Yesus Isa Almasih.
Pemerintah Turki menyakini bahwa kitab kulit hewan tersebut adalah Injil Barnabas orisinal.Hal yang menarik dari Kitab Injil Barnabas Asli asal Turki tersebut menyatakan bahwa YESUS TIDAK PERNAH DI SALIB, dan terdapatnya ayat-ayat yang menyatakan bahwa Islam adalah agama yang benar serta pengakuan tentang kehadiran Nabi Akhir Jaman, Muhammmad SAW.
Pengakuan itu terdapat pada bab 41 dari Kitab Barnabas yang ditemukan di Turki tersebut. Berikut ini terjemahannya :”Allah telah menyembunyikan diriNya sebagai Malaikat Agung Michael berlari mereka (Adam dan Hawa) dari surga, (dan) ketika Adam berbalik, ia melihat bahwa di atas pintu gerbang ke surga tertulis “La Ela ELA Allah, Mohamad Rasul Allah”Kitab yang masih menjadi perdebatan tersebut disebutkan kini disimpan di Justice Palace, Ankara, Turki dengan pengawalan ketat polisi bersenjata lengkap dan keamanan maksimum.
Pihak Iran lewat Basij Press menyatakan bahwa apa yang tertulis di kitab Barnabas asli tersebut adalah bukti tentang kebenaran Islam, yang walau begitu ditanggapi oleh sinis dari berbagai pihak.
Bahkan pihak Kristen lewat berbagai jamaatnya menyatakan bahwa Kitab Barnabas tersebut diragukan keotentikannya.
Namun walau begitu pihak Vatikan lebih arif dengan menyatakan telah mengajukan permohonan resmi ke pemerintah Turki untuk membaca dan menganalisa keaslian kitab kontroversial itu.
Para agamawan menyatakan bahwa jika Alkitab Barnabas tersebut terbukti asli, maka akan mengakibatkan rusaknya kredibilitas Gereja, dan akan menimbulkan revolusi agama Nasrani besar-besaran di seluruh Dunia.Tentu saja penemuan ini cukup menarik, sama menariknya dengan penemuan dan fakta sejarah bahwa Benua Amerika pertama kali di temukan oleh para pelaut tangguh Islam ^_^
Wallahu a’lam bish-shawab …
Semoga kita dapat mengambil pengetahuan yang bermanfaat dan bernilai ibadah ….
Wabillahi Taufik Wal Hidayah, …
Salam Terkasih ..
Dari Sahabat Untuk Sahabat …
… Semoga tulisan ini dapat membuka pintu hati kita yang telah lama terkunci …
Baca juga:
Karena Terkejut, Paus Benediktus Akan Melihat Injil Kuno yang Mengabarkan Kedatangan Nabi Muhammad SAW
Injil yang Benar Membenarkan Islam, Islam Membenarkan Nabi Isa AS dan Injil yang Benar

Selasa, 30 Juli 2013

Pesantren Nuhiyah Di Desa Pambusuang

KOMPASIANA
http://sejarah.kompasiana.com/2011/05/11/nuh-nuhiyah-dan-pendakwah-di-pambusuang-361931.html
By Muhammad Ridwan Alimuddin

Nuh, Nuhiyah dan Pendakwah Di Pambusuang

Salah satu lembaga pendidikan tertua di Mandar adalah Pesantren Nuhiyah. Pesantren ini terletak di Desa Pambusuang, Kecamatan Balanipa, Kabupaten Polewali Mandar. Desa Pambusuang sendiri memiliki tradisi sebagai pusat dakwah Islam. Beberapa ulama dan cendekiawan besar Mandar berasal dari Pambusuang.

Sebutlah Imam Lapeo, Annangguru Shaleh, belakangan, Baharuddin Lopa. Yang paling mengesankan, sepertinya desa atau kampung di Mandar yang paling banyak melahirkan professor adalah Pambusuang, yakni Prof. Basri Hasanuddin, Prof. Mochtar Husain, Prof. Ahmad Sewang, dan beberapa cendekiawan lain.
Ulama dan cendekiawan di atas termasuk belakangan. Masyarakat Mandar belum tahu banyak tentang tokoh atau ulama yang melahirkan keulamaan Imam Lapeo dan yang lainnya. Masyarakat belum tahu banyak, mengapa sampai bisa Pambusuang melahirkan lebih banyak ulama dan cendekiawan. Itu tak lepas dari peran lembaga pendidikan Nuhiyah.
Dalam rangka haul salah seorang tokoh utama dakwah Islam di Pambusuang, yang dilaksanakan pada Ahad, 8 Mei 2011, artikel “Mengenal Pesantren Nuhiyah” karya H. Mochtar Husain (belum professor waktu itu) yang dimuat Pedoman Rakyat pada 1995 saya sadur dan menambahi beberapa informasi terbaru serta pendapat lain yang tidak sependapat dengan tulisan Prof. Mochtar Husain.
Nuhiyah
Nuhiyah berasal dari kata “Nuh”, yaitu nama pendakwah Islam di Pambusuang. Nama lengkapnya Haji Muhammad Nuh yang kemudian diberi gelar Annagguru Kayyang Puayi Toa. Kira-kira artinya “Sang guru besar, haji tua”. Dia kadhi (perangkat kerajaan yang mengurusi agama atau hukum Islam) pertama di Pambusuang, tepatnya tahun 1858.
Sedang menurut S. Jafar Thaha, nama asli Puayi Toa adalah Abdullah. Demikian juga tentang kadhi, tidak sependapat. Menurutnya, Pambusuang tak mengenal istilah kadhi.
H. Muhammad Nuh putra dari Abdul Mannan (meski ada kemiripan nama, nama ini tidak identik dengan Tosalamaq di Salabose). H. Muhammad Nuh juga dinasabkan sebagai keturunan Syekh Al Adiy (1755) atau Tosalamaq Annangguru Memang, tapi pendapat ini agak lemah.
Syekh Al Adiy digelari Annangguru Ga’de. Bukan karena bermukim di Ga’de (nama tempat di muara Sungai Mandar) tapi itu berasal dari gelarnya di Jawa, seorang guru “gedhe”, yang artinya hampir sama dengan “kayyang” dalam bahasa Mandar. Ada pendapat mengatakan makamnya terletak di Lambanang, tapi itu belum terbukti secara ilmiah. Penduduk setempat hanya mengatakan bahwa makam itu makan “tosalamaq”.
Desa Lambanang terletak di Kecamatan Balanipa, Kabupaten Polewali Mandar. Beberapa puluh meter di atas permukaan laut, tepatnya di balik bukit “Buttu Lambanang”, yaitu perbukitan di utara Pambusuang. Arah masuk jalannya terdapat di Desa Galung Tulu ke arah kanan bila datang dari Polewali (dari kota Polewali kira-kira 40km).
Menurut salah seorang ulama dari Mekah, Syekh Abu Syahin (berdasar surat yang datang dari Mekkah bertarikh 1 Muharram 1402 H), Annangguru Ga’de ini silsilahnya berasal dari salah satu Wali Songo, yaitu Maulana Malik Ibrahim. Tapi informasi ini masih lemah, belum ada catatan ilmiah yang saya temukan menuliskan hal itu, kecuali tulisan/artikel Prof. Muchtar Husain lebih satu dekade lalu.
Dalam dakwahnya, Annangguru Kayyang mendirikan pengajian “kittaq” (kitab) di Pambusuang. Dalam dakwahnya dia dibantu putra-putrinya, yakni H. Lolo, H. Abdul Latief, H. Bukhari, H. Abdul Salah, H. Abdul Mu’thy, H. M. Ali, H. Abdul Fattah, Sitti Afa, Sitti Aminah, dan Sitti Imsah.
Yang dituliskan di atas adalah putra-putri Annangguru Kayyang dari salah satu isterinya. Dalam kehidupannya, Annangguru Kayyang menikah beberapa kali dan menghasilkan beberapa keturunan.
Catatan tentang putra-putri Annangguru Kayyang di atas, seperti yang dituliskan Prof. Mochtar Husain di harian Pedoman Rakyat, berbeda pendapat dengan beberapa informan, khususnya H. Lolo.
“Lolo” adalah nama alias dari H. Nuh. Dengan kata lain, oleh Prof. Mochtar Husain menganggap H. Nuh (H. Lolo) adalah H. Nuh (putra dari dirinya sendiri). Pendapat lain mengatakan, sebagaimana saya tuliskan sebelumnya, bahwa nama Puayi Toa adalah Abdullah, bukan H. Nuh. Jadi, yang betul adalah Annangguru Kayyang adalah H. Nuh (atau H. Muhammad Nuh) atau H. Lolo. Adapun bapaknya bernama Abdullah dengan gelar Annangguru Toa (atau Puayi Toa). Untuk memastikan akan hal ini, saya akan mengkonfirmasi lagi ke beberapa pihak terkait.
Lahirnya pesantren
Awalnya belum dinamakan pesantren, masih disebut “pengajiang kittaq”. Bentuk “pengajian kittaq” masih bisa ditemukan berlangsung di Pambusuang, baik di beberapa rumah annangguru maupun malam-malam tertentu di Mesjid At Taqwa Pambusuang. Bisa dikatakan, tradisi keilmuwan mengkaji isi buku yang berasal dari tradisi ratusan tahun hanya berlangsung di Pambusuang. Ya, terlepas dari hanya mengkaji buku-buku agama yang aksaranya aksara arab gundul (makanya biasa disebut juga “kittaq gondol” atau “kittaq kuning” sebab kertasnya kebanyakan kuning), kajian buku yang telah menjadi tradisi hanya ada di Pambusuang.
Ketika pengajian kitab dipimpin oleh salah seorang putranya, yaitu K. H. Abdul Fattah bersama keponakannya K. H. Syahabuddin (putra H. Bukhari) pada tahun 1934, berlangsung perang melawan Belanda. Keduanya, bersama Daenna Ma’ata Kepala Desa Pambusuang yang juga murid K. H. Abdul Fattah melakukan perlawan terhadap kesewenang-wenangan Belanda, saat berlangsung pembuatan jalan poros di Polewali Mamasa yang tidak memberikan gaji kepada para pekerjanya.
Bila Daenna Ma’ata mendatangi langsung kantor “controlleur” Belanda di Polewali, K. H. Abdul Fattah bersama murid-muridnya melakukan penghadangan atas patroli Belanda di Pambusuang. Dampaknya, K. H. Abdul Fattah dan K. H. Sahabuddin dijebloskan ke penjara dan pengajian kitab dilarang.
Kepemimpinan pengajian kitab di masa keduanya ditahan Belanda diambil alih oleh K. H. Puang Sayyeq Hasan bin Sahil, salah seorang cucu Annangguru Kaeyyang. Agar pengajian terlepas dari identik melawan Belanda, pengajian diberi nama Madrasah Arabiah Islamiah (MAI), yang tetap menerapkan sistem halaqah di serambi mesjid. Adapun murid-murid pemula, setingkat ibtidaiyah, pengajarannya berlangsung di rumah imam, meniru sistem yang berlaku di Arab Saudi. Sistem MAI berhenti di zaman penjajahan Jepang di awal tahun 1940-an.
Sewaktu kemerdekaan diproklamirkan, salah seorang cucu Annangguru Kaeyyang datang dari Pulau Jawa. Namanya H. Ahmad Alwi. Dia menjadi imam untuk kemudian mengaktifkan kembali MAI. Nama yang berkesan ke-arab-araban dihilangkan, menjadi Madrasah Diniyah Islamiah. Kembali pendidikan ini terhambat perkembangannya di zaman DI/TII.
Perubahan kembali terjadi di pada tahun 1968. Salah seorang cucu Annangguru Kaeyyang yang bermukim di Makassar, yakni H. Mochtar Husain, BA., menjadikan MDI sebagai sebuah yayasan dan memiliki badan hukum, yaitu Yayasan Pesantren Nuhiyah dengan akta No. 52 1968.
Pada tahun 1981, atas dukungan Prof. DR. Umar Shihab, Yayasan Pesantren Nuhiyah mendapat bantuan dari Arab Saudi guna pembangunan gedung sekolah. Gedung dibangun di tanah wakaf keluarga H. Lopa (ayah Prof. DR. Baharuddin Lopa).
Pada awal pembentukan yayasan, Dewan Pengawasa/Pembina Yayasan Pesantren Nuhiyah adalah H. Mochtar Husain BA (Ketua), KH. S. Alwi al-Ahdal, KH. S. Hasan bin Sahil, Drs. Baharuddin Lopa, Drs. Abdul Muis Badulu, Ir. Haruna Raseng, Mayor S. Mengga, H. P. Zainuddin, dan H. Ahmad Alwy.
Adapun pengurus hariannya ialah H. Muhammad Abdul Mu’thy, H. S. Taha Al Mahdaly, Abdul Rahman Tahir, Mursyid Suyuti, Syaukaddin Gani, H. Tanda Syaid, Abdul Hamid Tahir, H. Abdul Bar Alwy, H. Zubaer Jauhari, Ismail Abdul Hafid, dan Yasin Abdul Kadir.

KH. Muhammad Saleh (Annangguru Saleh)

Annangguru Saleh, Kesederhanaan Membuatnya Abadi

Menjelang keberangkatan dua perahu tradisional Mandar menuju Jepang dalam rangka The Sea Great Journey, rencana ritual pelepasan mulai dibicarakan. Salah satunya adalah kehadiran panrita (tokoh/ulama) yang bisa memimpin upacara ritual. Nelayan mengusulkan beberapa nama panrita. Ada yang saya kenal, ada tidak. Karena pelayaran merupakan kegiatan besar, idealnya, panrita yang memimpin juga haruslah tokoh besar.

Saya usulkan anak almarhum K. H. Muhammad Saleh, tapi sang nelayan tidak tahu. Lalu saya bertanya, “Kenal Annangguru Saleh?” Para nelayan menjawab, “Tidak!”
Dalam hati saya tertawa pahit. Ironis! Ulama besar Mandar ini malah tak dikenal oleh orang Mandar.
Mungkin kejadian di atas hanya semacam kasus kecil, bukan kecenderungan umum. Sebab realitasnya, ada ribuan orang di Mandar mengenal KH. Muhammad Saleh. Mau lihat buktinya, datanglah malam ke-27 Ramadhan di Kampung Buku, Majene dan Pambusuang, Polman; datanglah pada acara haul-nya di Pambusuang yang diadakan setiap awal bulan April, ratusan orang merindukan kehadiran Annangguru Saleh.
Ketidaktahuan sang nelayan dan ratusan orang yang mengharapkan karamah, merupakan hal yang kontradiktif. Ya, KH Muhammad Saleh tidak harus terkenal, tapi setidaknya beliau dikenal. Minimal namanya pernah didengar. Satu tahun terakhir ini saya mengumpulkan beragam informasi dan dokumentasi tentang Annangguru Saleh dalam rangka pembuatan film dokumenternya. Tulisan dan film diharapkan dapat mendokumentasikan sepenggal cerita, sejarah hidup, karamah, dan ajaran beliau yang saat ini lebih banyak didengar secara lisan dan terbatas di kalangan tertentu. Sudah banyak bahan yang terkumpul, baik foto, rekaman suara dan informasi tentangnya, tapi rasanya ada hal yang kurang, untuk segera memulai penyuntingan filmnya.
Kyai Haji Muhammad Saleh, lazim dipanggil Annangguru Saleh adalah ulama besar di Mandar. Pengaruh ajarannya begitu membumi di daerah ini. Ia tidak meninggalkan situs-situs kemegahan, melainkan kesahajaan sebagai seorang manusia dan ulama Mandar yang patut diteladani.
Annagguru Saleh dan Imam Lapeo adalah dua ulama besar Mandar yang sampai saat ini belum ada yang menyamai kharisma dan pengaruh ajarannya. Paramaternya amat gampang: ulama (Mandar) ini yang fotonya dipasang oleh banyak orang di dinding rumah mereka. Kalau bukan foto Imam Lapeo, ya foto Annangguru Saleh. Entah mengapa foto Arung Palakka biasa disandingkan dengan foto ulama-ulama di atas, baik sebagai jimat di rumah maupun di dompet beberapa orang di Mandar. Uniknya, keduanya dilahirkan di Desa Pambusuang  (masuk wilayah Kecamatan Balanipa, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat). Sebuah desa pesisir yang meski sekilas terlihat biasa-biasa saja, namun tempat ini adalah desa di Mandar yang paling banyak melahirkan tokoh yang melegenda. Selain dua ulama di atas, yang lain adalah Baharuddin Lopa dan Basri Hasanuddin.
Meski keduanya mempunyai peran yang sama sebagai penyebar ajaran Islam lewat jalan tarekat, penyebutannya berbeda. Lapeo disebut Imam atau sang pemimpin umat atau pemimpin shalat, sementara KH Muhammad Saleh disebut Annangguru. Saya menduga, mungkin karena Kyai Haji Muhammad Thahir sempat mendirikan masjid yang belakangan menjadi pusat kegiatan dakwahnya, yaitu Masjid Lapeo. Untuk kemudian, Kyai Haji Muhammad Tahir menjadi imam di sana.
Masjid Lapeo salah satu icon Mandar dalam bidang religi, sebab di masjid ini terdapat menara tertua di Mandar (terlihat di sisi kanan jalan trans Sulawesi di Desa Lapeo, Kecamatan Campalagian). Adapun Kyai Haji Muhammad Saleh, sepengetahuan saya, tidak pernah membangun masjid khusus yang dijadikan sebagai pusat dakwah.
Memang ada Masjid K. H. Muhammad Saleh di Pambusuang yang letaknya persis di belakang masjid terdapat makam beliau. Tapi masjid ini dibangun kurang lebih tiga tahun setelah ia wafat. Demikian juga dengan situs kampung Bukk yang terkenal sebagai tempat beribadah Jamaah Qadiriyah setiap 27 Ramadhan. Tempat ini identik dengan Annangguru Saleh, tapi tidak menjadi pusat dakwah sebagaimana Masjid Lapeo.
Penambahan istilah Annangguru di depan namanya disebabkan K. H. Muhammad Saleh lebih banyak menggunakan metode pengajaran yang tidak berpusat di satu tempat, melainkan dari rumah ke rumah jamaahnya di seantero Mandar, khususnya di beberapa kampung di pesisir Teluk Mandar. Tarekat Qadiriah.
Lantas, apakah perbedaan gelar di atas dipengaruhi pada perbedaan tarekat yang mereka anut dan ajarkan ke masyarakat Mandar? Menurut kajian dari beberapa referensi dan informasi serta wawancara, disebutkan Imam Lapeo menganut Tarekat Khalwatiah, sedangkan Annangguru Saleh Tarekat Qadiriah. Dalam tulisan ini, saya tidak akan membahas perbedaan dua tarekat ini, tapi akan menuliskan secara singkat tentang Tarekat Qadiriah saja.
Proses khalwat yang sering dilakukan Nabi Muhammad SAW, yang kemudian disebut tarekat, diajarkan kepada Sayyidina Ali ra. Dari situlah kemudian Ali mengajarkan kepada keluarga dan sahabat-sahabatnya sampai kepada Syeikh Abdul Qodir Jaelani, sehingga tarekatnya dinamai Qadiriah. Sebagaimana dalam silsilah tarekat Qadiriah yang merujuk pada Ali dan Abdul Qadir Jaelani dan seterusnya adalah dari Nabi Muhammad SAW, dari Malaikat Jibril dan dari Allah SWT.
Tarekat Qadiriah didirikan oleh Syeikh Abdul Qodir Jaelani (wafat 561 H/1166M) yang bernama lengkap Muhy al-Din Abu Muhammad Abdul Qodir ibn Abi Shalih Zango Dost al-Jaelani. Lahir di Jilan tahun 470 H/1077 M dan wafat di Baghdad pada 561 H/1166 M. Dalam usia 8 tahun ia sudah meninggalkan Jilan menuju Baghdad pada tahun 488 H/1095 M. Selama 25 tahun Abdul Qadir Jaelani menghabiskan waktunya sebagai pengembara sufi di padang pasir Iraq dan akhirnya dikenal oleh dunia sebagai tokoh sufi besar dunia Islam.
Tokoh ini memimpin madrasah dan ribath di Baghdad yang didirikan sejak 521 H sampai wafatnya. Madrasah itu tetap bertahan dengan dipimpin keturunannya sampai hancurnya Baghdad pada tahun 656 H/1258 M.
Sejak itu tarekat Qadiriah terus berkembang dan berpusat di Iraq dan Suriah yang diikuti oleh jutaan umat yang tersebar di Yaman, Turki, Mesir, India, Afrika dan Asia. Namun meski sudah berkembang sejak abad ke-13, tarekat ini baru terkenal di dunia pada abad ke 15 M. Mulai masuk ke Indonesia pada abad ke-16 untuk kemudian berkembang pesat pada abad ke-19, terutama di masa penjajahan.
KH. Muhammad Saleh dikenal sebagai salah seorang pionir ulama yang membawa, mengajarkan, dan mengembangkan Tarekat Qadiriah di Mandar. Beliau lahir pada tahun 1913 di Pambusuang. Pendidikan keagamaan di masa kecil-remaja banyak didapatkan dari para Sayye’ (keturunan Nabi Muhammad SAW) yang banyak terdapat di Pambusuang, khususnya pengajian kitab kuning.
Pada usia 15 tahun ia ke tanah suci untuk menunaikan ibadah haji. Setelahnya, ia tidak langsung balik ke Mandar, melainkan belajar agama di Madrasah al-Falah. Setelah lima tahun menuntut ilmu, Muhammad Saleh mendapat kepercayaan untuk mengajar di Masjid Haram, suatu presetasi tersendiri bagi santri yang berasal dari luar Arab Guru-guru di Mekkah yang memberi banyak ilmu kepada Muhammad Saleh tentang Al Quran, hadist, lugah, fiqih, dan tasawuf antara lain, Sayyid Alwi al-Maliki, Syekh Umar Hamdan, dan Sayyid Muhammad al-Idrus, Syekh Hasan al-Masysyat.
Setelah mendalami ilmu di Arab, Muhammad Saleh kembali ke Mandar. Beberapa saat setelah tiba di Mandar, atas saran K. H. Ambo Dalle (Anregurutta Ambo Dalle), beliau menikah dengan Hj. St. Salehah binti Lomma. Karena alasan tertentu, Muhammad Saleh bercerai untuk kemudian menikah dengan Hj. Harah. Dari isteri kedua, beliau mulai mendapat keturunan.
KH. Muhammad Saleh menikah beberapa kali sesuai dengan ramalan gurunya Syekh Alwi al-Maliki. Dari isteri terakhir, Hj. Mulia Sule (masih hidup saat ini, meski tidak aktif mengajarkan tarekat dipanggil dengan sebutan Annangguru Tobaine yang artinya guru perempuan), Annangguru Saleh mendapat banyak keturunan.
Salah satunya K. H. Ilham Saleh, yang melanjutkan ajaran Tarekat Qadiriah saat ini di tanah Mandar. Setiap akhir Ramadhan, ada tradisi ibadah yang selalu ditunggu-tunggu umat Islam penganut Tarekat Qadiriah di Mandar, yaitu “Assambayang bukku”. Sewaktu kecil, saya mengira kata “Bukku” berasal dari kata bungkuk (bahasa Indonesia), sebab prosesi shalat-shalat sunat yang dilakukan sampai puluhan rakaat. Oleh sebagian orang yang jarang melakukan shalat sunnah berakaat-rakaat akan menyebabkan sakit punggung. Ternyata salah.
Bukku berasal dari kata Bukku (Buku), nama kampung yang terletak di punggung bukit Salabose, tak jauh dari kota Majene. “Assambayang (di) Bukku” mulai diperkenalkan Annangguru Saleh pada tahun 1966. Tradisi dilatarbelakangi pembicaraan K. H. Muhammad Saleh dengan murid-muridnya, bahwa dibutuhkan tempat yang lebih luas untuk menampung jamaah shalat 27 Ramadhan, yang sebelumnya dilaksanakan dari rumah ke rumah pengikut KH. Muhammad Saleh.
Belakangan, sejak tahun 2007, tradisi ini pindah ke Pambusuang, tepat di kompleks masjid dan makam Kyai Haji Muhammad Saleh. Entahlah, istilah apa yang akan digunakan untuk menggantikan istilah “Assambayang bukku”. Yang jelas, kalau pakai istilah “Assambayang Pambusuang”, agak ganjil kedengaran.
Menurut KH. Ilham Saleh, pemindahan (sebenarnya kurang tepat menggunakan istilah pindah sebab ritual menjalankan beberapa shalat sunnah di malam 27 Ramadhan masih berlangsung, setidaknya Ramadhan 2008 lalu) bertujuan lebih mendekatkan penganut Tarekat Qadiriah dengan (makam) K.H. Muhammad Saleh.
Shalat 27 Ramadhan di kompleks makam K.H. Muhammad Saleh, Pambusuang yang berlangsung 2008 lalu diikuti ratusan jamaah. Masjid yang terdapat di kaki bukit yang menghadap ke Teluk Mandar tak mampu menampung, untuk itu, di sekitar masjid banyak terdapat saf-saf jamaah.
Ritual, yang kebanyakan berisi kegiatan shalat-shalat sunnah, dipimpin langsung KH. Ilham Saleh. Pengaruh Tarekat Qadiriah di Mandar cukup besar. Beberapa tokoh masyarakat, pengusaha, dan pejabat di eksekutif dan legislatif adalah pengikut ajaran ini, minimal sebagai pendukung ajaran. Itu tercermin dari peran serta mereka dalam setiap aktivitas besar yang diadakan Jamaah Tarekat Qadiriah (shalat 27 Ramadhan dan haul), baik dukungan moril (menghadiri acara) maupun materiil.
Dalam kehidupan sehari-hari, tak ada perbedaan mencolok praktek beribadah Islam antara penganut ajaran K. H. Muhammad Saleh dengan yang bukan. Pada dasarnya sama saja. Mulai dari pelaksanaan ibadah wajib sampai ibadah sunnah. Perbedaan baru akan terlihat bila memasuki pembicaraan tentang masalah tarekat, khususnya praktek-praktek yang dianjurkannya. Untuk hal ini, ada pro-kontra terhadap ajaran Tarekat Qadiriah.
Bentuk penyebaran, pengembangan dan pelestarian ajaran, dulunya, dilaksanakan langsung oleh K.H. Muhammad Saleh dibantu beberapa murid kepercayaannya, salah satunya (almarhum) K.H. Sahabuddin (pendiri Universitas Al Asyariah Mandar (Unasman). Selain oleh KH. Ilham Saleh, pengajaran tarekat juga dilakukan oleh salah satu anak K.H. Sahabuddin, yaitu K.H. Syibli Sahabuddin (rektor Unasman yang juga calon DPD Sulawesi Barat yang mendulang suara terbanyak di pemilihan baru-baru ini). Pelanjut tarekat yang ada dua orang sedikit banyak menimbulkan perkubuan di masyarakat.
Annangguru Saleh diundang oleh murid atau jamaahnya yang tinggal di beberapa kampung. Pelaksanaan pemberian ajaran biasanya dilakukan di rumah yang punya hajatan, yang juga merupakan penganut ajaran tarekat. Berbekal semacam kitab, sang guru membacakan apa yang di dalam kitab untuk kemudian menjelaskan makna-maknanya.
Berbeda dengan keadaan sekarang, untuk mendatangi sebuah kampung, K.H. Muhammad Saleh masih menggunakan kendaraan tradisional, yaitu dokar. Jika bisa dilalui motor, sang guru dibonceng oleh muridnya, sebagaimana yang dilakoni H. Murad, wiraswasta yang tinggal tak jauh dari pasar ikan Tinambung, yang biasa membonceng gurunya ke beberapa kampung jika ada undangan.
Menurut H. Murad, kehidupan dan sikap KH. Muhammad Saleh amat bersahaja. H. Murad mengenal sang guru di suatu masjid di Polewali. Saat itu, sang ulama besar tidak berada di tempat-tempat VIP di dalam masjid (dekat mimbar), melainkan di bagian belakang, di bawah beduk. Itu amat mengesankan H. Murad, betapa bersahajanya KH. Muhammad Saleh.
Rumah pribadi K. H. Muhammad Saleh terdapat di pusat kota Majene. Tapi kampung halamannya ada di Pambusuang, yang mana sebagian besar kerabatnya berada di sana. K. H. Muhammad Saleh tinggal di Majene disebabkan beliau adalah pegawai negeri di Mahkamah Syariah Majene.
Sebelumnya, ia pernah bekerja sebagai syara’ di majelis pertimbangan dan naib di Balanipa, qadhi di Mamuju, dan Kepala Urusan Agama di Pambusuang, selain sebagai guru pesantren (1942-1950).

Karamah atau kesaktian

Cerita-cerita karamah bukan hal aneh bila kita mendengar atau membaca kisah hidup para sufi. Karena K. H. Muhammad Saleh juga seorang sufi, maka cerita karamah juga bisa ditemui. Sewaktu bekerja di Mamuju, tepatnya di saat membaca khutbah di salah satu masjid di Tappalang, K.H. Muhammad Saleh dikirimi ilmu hitam. Namun berkat kekaramahannya, ilmu sihir yang berwujud cahaya bola api tidak mengenai dirinya. Belakangan, penyihir yang melakukannya meminta maaf. Masih di Tappalang, ia juga pernah hendak diracun dengan ilmu hitam. Nasi yang dihidangkan kepadanya berubah wujud menjadi ulat dan ular. Tapi muslihat itu tak mempan untuk mencelakai dirinya.
Lalu, di masa “Gurilla” (gerilyawan), ketika penculikan marak terjadi, KH. Muhammad Saleh juga dapat menghindar dari kepungan kaum pengacau yang hendak menangkapnya. Saat itu ia akan balik dari Tomadio menuju Pambusuang. Kepada murid dan kusir dokar, sang guru berpesan agar mereka diam saja. Insya Allah mereka tidak akan terlihat oleh para pengepung. Itu betul terjadi, dokar yang ditumpangi KH. Muhammad Saleh tak terlihat dan mereka pun lolos dari penangkapan.
Ketertarikan terhadap dunia sufi berasal dari pengajian yang diikuti Muhammad Saleh di bawah asuhan Syekh Muhammad al-Idrus. Salah satu praktek ritual yang dilakukan adalah penyucian diri di salah satu gua di kaki bukit Jabal Qubais. Setelah mendalami ilmu kesufian dan menjalani penderitaan di Arab Saudi (salah satunya disebabkan pengaruh Perang Dunia ke-II), menjelang usia 30 tahun, Muhammad Saleh kembali ke Mandar.
Perjalanan ke Nusantara tidak semudah saat sekarang. Dengan menggunakan kapal laut, Muhammad Saleh menuju Sumatra. Di tempat ini Ia bertemu salah seorang kerabatnya yang menuntut ilmu di sana untuk kemudian berlayar ke Sulawesi Selatan. Di salah satu kota niaga di Sulawesi Selatan, Muhammad Saleh dijemput kerabatnya untuk kemudian menuju Pambusuang.
Layaknya anak muda yang merantau dan menuntut ilmu di negeri orang, fisiknya kurus, wajahnya pucat. Barang bawaannya pun tidak seberapa, hanya sebuah bantal dan satu kopor yang berisi tiga kitab pemberian gurunya di Mekkah yang menemaninya tiba di Mandar.
Beliau juga seorang manusia biasa. Perokok, suka menonton film-film “Sepaiî (berasal dari kata ‘spy’ yang berarti dunia spionase/inteljien), suka minum kopi susu, selalu menyelipkan ungkapan-cerita humor dalam ceramahnya, dan senang berekreasi. Di masa muda; di masa ia menuntut ilmu, perjuangan hidupnya amatlah berat. Mungkin itu yang membuat seorang Muhammad Saleh menjadi seorang annangguru bersahaja yang disegani, dihormati, dicintai, dikenang, dan dirindukan oleh banyak orang, baik yang bersinggungan langsung maupun yang hanya mengenal beliau dari ajarannya.

Imam Lapeo dari berbagai cerita

Penyebaran Islam dan cerita gaib
Waktu ke waktu, penyebaran Islam di Mandar berkembang pesat dan cepat. Fenomena ini cukupmengherankan, sebab tidak butuh waktu lama untuk menjadikan Islam sebagai bagian tak terpisahkan dari budaya Mandar. Awalnya, penyebar Islam hanya menitikberatkan perhatiandalam hal pemberlakuan syariat, menekankan tata cara peribadatan dan perayaan ritual Islamyang benar, seperti penyunatan, perkawinan, dan penguburan. Dalam hal laranganmengkonsumsi daging babi dan berzina sangat dilarang, tetapi larangan lain seperti minum tuak dan opium, meminjamkan uang riba, berjudi, dan mempersembahkan sajian ke tempat keramatdan memuja benda pusaka agaknya tidak terlalu ditegakkan.Salah satu strategi penyebaran Islam di Mandar adalah memperlihatkan dan atau menceritakanhal-hal gaib bagi orang-orang yang meragukan kemampuan penyebar Islam. Itulah sebabnya,hampir semua penyebar Islam di awal-awal penyebaran (hingga tahun 60-an) adalah orang-orang berbasis tarekat.Misalnya kisah Syekh Al Ma’ruf, salah satu murid To Salamaq di Binuang, yang diragukan pendapatnya tentang arah kiblat di masjid yang dia bangun. Dia lalu melubangi dinding pengimaman masjid sebelah barat. Para pemrotes disilakan datang ke dinding pengimaman danmengintip melalui lubang dinding. Semuanya melihat Ka’bah di Mekkah. Rakyat di Binuang dansekitarnya makin bertambah hormat kepadanya. Sejak itu masyarakat memberikan gelar SaiyyeqLosa ‘Sayid Tembis’. Maksudnya, Orang yang Terhormat, yang pandangannya tembis, dapatmelihat hal-hal dan benda-benda yang jauh.Lain lagi kisah Syekh Syarif Ali, penyebar agama Islam yang datang dari Mekkah. Kononmeninggalkan Mekkah bersama saudaranya, Syekh Syarif Husain melalui laut, denganmengendarai selembar tikar sembahyangnya. Kemudinya tongkat besi panjang dua meter. Adatujuh tongkat yang berganti-ganti dijadikan kemudi. Perjalanan ditempuh tujuh hari tujuh malam.Saat tiba di Mandar, dia memilih Lakkaqding Somba (Kec. Sendana, Kab. Majene), membangunsebuah masjid di sana dan kawin dengan Manaq. Mempunyai keturunan tiga orang anak: SyekhHaedar tinggal di Lakkading Somba, Syekh Muhammad tinggal di Luaor Pamboang, dan SyekhAhmad yang tinggal di Salaparang.Ulama paling terkenal di Mandar saat sekarang adalah Tosalamaq Imam Lapeo (biasa disingkat“Imam Lapeo” saja). Nama aslinya K. H. Muhammad Tahir. Dia seorang ulama sufi.Diperkirakan lahir tahun 1838 di Pambusuang (Kec. Balanipa, Kab. Polman). Di masa kanak-kanak bernama Junaihim Namli. Wafat usia 114 tahun, tanggal 17 Juni 1952 di Lapeo (sekarangwilayah Kec. Campalagian, Kab. Polman). Dimakamkan di halaman Masjid Nur Al-Taubah diLapeo yang dibangunnya. (Di daerah Mandar lebih dikenal dengan sebutan Masigi Lapeo‘Masjid Lapeo’ yang terkenal dengan menaranya yang tinggi). Makamnya, sampai saat sekarangini banyak dikunjungi/diziarahi oleh masyarakat yang datang dari berbagai daerah.Ada satu kisah kekeramatan Imam Lapeo yang dipercaya kebenarannya. Suatu saat, Imam Lapeosementara memberikan pengajian, tiba-tiba pengajian dihentikan beberapa saat. Ia keluar keteras, menatap ke angkasa raya seraya tangannya dilambai-lambaikan. Setelah itu masuk kembaliuntuk melanjutkan pelajaran kepada murid-muridnya. Sebelum pengajian dilanjutkan kembali,

salah seorang muridnya bertanya tentang apa yang barusan To Salamaq Imam Lapeo kerjakan.Dijawab, dia menolong sebuah perahu yang hampir tenggelam di tengah laut karena serangan badai dan amukan ombak besar. Beberapa hari kemudian, seorang tamu dari Bugis datang kerumah To Salamaq Imam Lapeo mengucapkan terima kasih. Menurut pengakuannya, perahunyahampir tenggelam beberapa hari yang lalu di sekitar pulau-pulau Pangkajene. Yangmenolongnya adalah K.H. Muhammad Tahir To Salamaq Imam Lapeo yang tiba-tiba dilihatnyadatang berdiri di bagian kepala perahunya. Seketika itu juga ombak menjadi tenang, dan badai pun reda.Terakhir, ulama penyebar Islam yang diyakini ke-karamah-annya adalah K. H. MuhammadSaleh. Dikenal sebagai salah seorang pionir ulama yang membawa, mengajarkan, danmengembangkan Tarekat Qadiriyah di Mandar. Beliau lahir pada tahun 1913 di Pambusuang.Usia 15 tahun menuju tanah suci untuk menunaikan ibadah haji dan menuntut ilmu tarekat.Sewaktu bekerja di Mamuju, tepatnya di saat membaca khutbah di salah satu masjid diTappalang, K. H. Muhammad Saleh dikirimi ilmu hitam. Namun berkat kekaramahannya, ilmusihir yang berwujud cahaya bola api tidak mengenai dirinya. Belakangan, penyihir yangmelakukannya meminta maaf. Masih di Tappalang, juga pernah K. H. Muhammad Saleh hendak diracun dengan ilmu hitam. Nasi yang dihidangkan kepadanya berubah wujud menjadi ulat danular. Tapi itu tak mempan untuk mencelakai dirinya.Ditilik dari sejarah pengaruh agama-agama samawi yang masuk ke Sulawesi Barat, tampaknyaagama Kristen lebih dulu daripada agama Islam. Agama Kristen dibawa oleh orang-orangPortugis (belakangan Belanda, Jerman dan beberapa negara Eropa), sedangkan agama Islam olehorang Arab, Melayu, dan Jawa. Oleh banyak faktor, khususnya pemahaman terhadap budayasetempat, pengaruh Kristen tidak begitu mendalam (sebagaimana yang terjadi di SulawesiUtara).Strategi Islamisasi oleh penyebar Islam menjadikan kaum bangsawan sebagai kelompok yangharus pertama kali diislamkan yang pada gilirannya memudahkan mengajak rakyatnya memeluk Islam. Strategi lain adalah ajaran Islam tidak secara frontal diterapkan, khususnya dalam beberapa praktek ritual. Peninggalan animisme yang masih bisa ditolerir disesuaikan dengan praktek Islam. Ini menjadikan kaum pribumi bisa menerima dengan baik. Belum lagi penggunaan ilmu gaib untuk membuktikan kekuatan seorang penyebar Islam.
Peran Imam Lapeo, tidak terlepas dengan karamah kesufian yang ada pada dirinya. Karamah berupa keluarbiasaan yang dimiliki oleh Imam Lapeo. Untuk lebih jelasnya, berikut inidikemukakan beberapa karamah yang dimilikinya.1
Tangannya Kebal terhadap Api
Diceritakan bahwa selama belajar di hadapan Sayyid Alwi al-Maliki, Imam Lapeo juga bertindak sebagai penuntun unta terhadap gurunya dalam berbagai perjalanan.Saat sang guru Sayyid Alwi al-Maliki bersama muridnya Imam Lapeo melakukan perjalananantara Mekkah dan Madinah, karena keamanan di jalan kurang terjamin, mereka singgah
http://htmlimg2.scribdassets.com/5d8iafd2tc2nmm3x/images/33-de0853aa8c.jpg

isterahat dan berkemah di jalanan. Ketika itu,Imam Lapeodidapati oleh gurunya mengisaprokok. Sang Guru langsung mengambil rokok tersebut dari tangannya, dan rokok yang sementaraterbakar itu ditekankan ke telapak tangan muridnya. Dalam keadaan demikian, Imam Lapeotidak merintih dan tidak merasakan kesakitan, malah hal itu dibiarkannya sampai semuanyaselesai.
Menaklukkan Gumpalan Sinar Api
Pengalaman pertama Imam Lapeo ketika baru saja berada di Mandar, adalah penduduk setempatmencoba mengujinya, melalukan semacam permainan berbahaya. Waktu itu, Imam Lapeosedang khutbah di atas mimbar mimbar pada hari Jumat, dan bersamaan dengan itu pula munculsuatu gumpalan api yang sangat tajam cahanya.Gumpalan api yang pada mulanya laksana sebutir telur yang sinarnya sangat tajam itu, tiba-tibamenjadi besar dan bergerak dari depan dengan kencangnya menuju ke hadapan Imam Lapeo.Pada saat menentukan, dan sejengkal lagi gumpalan api itu mengenai mukanya, Imam Lapeohanya bergerak dengan isyarat matanya, dan akhirnya gumpalan api itu menyingkir darihadapannya, seterusnya mengenai tembok di belakang mimbar, dan hancurlah tembok mesjidtersebut berantakan rata dengan tanah.
Menundukkan Ular
Suatusaat Imam Lapeodiundang mengahadiri pesta walimah di Tapalang daerah Mamuju.Ketika resepsi makan dimulai, tiba-tiba muncul ular-ular dipiringnya yang ingin digunakannyauntuk makan. Ular-ular tersebut, tiada lain dari orang tertentu yang konon kabarnya inginmempermalukan Imam Lapeo di tengah pesta.Imam Lapeo sebagai ulama sufi yang tawadhu’, hanya menyaksikan ular-ular itu meliuk-liukkan badannya, sampai akhirnya jumlah ular bertambah banyak dan meloncat-loncat. Walhasil, hanyadengan mengancam ular-ular itu dengan memberi isyarat, maka dengan seketika ular-ular tadihilang dengan sendirinya.
Kuburannya Banyak Diziarahi Orang
Ada suatu kaedah dalam kewalian dan kesufian yang menyatakan bahwa seorang waliyullahapabila nampak karamah (keluarbiasaan) pada waktu hidupnya pada dirinya, maka akan nampak  pula keramat pada waktu sesudah matinya.2 Seorang sufi, apabila dikunjungi orang pada waktuhidupnya, maka dikunjungi pula banyak orang sesudahnya matinya/makamnya. Hal inilah yangterjadi pada diri Imam Lapeo dimana kuburannya dikunjungi oleh banyak orang, terutama padahari-hari tertentu, misalnya pada saat-saat sebelum pem-berangkatan dan setelah kembali daritanah suci Mekkah.





Menurut sumber yang terpecaya, Syekh Alwi al-Maliki, guru K.H. Muhammad Shalehdi Mekkah yang sangat dikaguminya, memang pernah meramalkan bahwa kelakmuridnya ini, bakal jadi punya keistimewaan, dan salah satu di antaranya menikahsampai tujuh kali. Ramalan sang guru ini, telah terbukti pada diri K.H. MuhammadShaleh, dan isterinya yang terakhir adalah Hj. Mulia Sule. Dari isterinya ini, lahirlahtujuh keturunan, yakni Drs. H. Thasim, Hj. Nasma, Drs. H. Ilham Shaleh, M.Ag, Nelia, Jirana SE, Dra. Namirah, Drs. Fadlullah, dan Ahrar.Pusat kegiatan mengajar K.H. Muhammad Shaleh di daerah Mandar pada mulanyaadalah di rumahnya dan kemudian berpindah ke Masjid Jami Pambusuang dalambentuk pengajian lokal yang tidak begitu ramai.Ketika nama K.H. Muhammad Shaleh menjadi populer dan mendapat kharisma ditengah-tengah masyarakat, maka banyak orang berdatangan di pengajiannya, yangakhirnya murid-muridnya bukan saja berasal dari daerah lokal, tapi justeru banyakpula yang berdatangan dari luar Mandar.K.H. Muhammad Shalehdalam berbagai meteri pengajiannya, banyakmenyampaikan tentang ajaran tarekat Qadiriyah yang terwariskan olehnya melaluigurunya dan memiliki silsilah sampai ke Syekh Abdul Qadir Jailani.3Ajaran tarekatyang disampaikan oleh K.H. Muhammad Shaleh merupakan aliran kerohanian yangberkembang secara pesat di daerah Mandar dan sekitarnya, bahkan sampai keseluruh pelosok tanah air.Menurut pengakuan H. Ahmad M. Sewang salah seorang murid K.H. MuhammadShaleh bahwa, gurunya ini adalah seorang sufi besar yang seluruh hidupnya 63tahun diabdikan untuk belajar dan sisa hidupnya dimanfaatkan untuk mengajar ditanah air, khususnya di mandar. Aktivitas mengajar yang dilakukan K.H.Muhammad Shaleh tidak pernah berhenti sampai wafatnya, yakni pada tanggal 10April 1977 di Mandar. Sepeniggal beliau, ajaran tarekatnya dan pengaruhnyasemakin meluas di tengah-tengah masyarakat, terutama para pengikut tarikatnya.

Imam Lapeo, Wali Songonya Sulbar
Di antara hiruk pikuknya pemberitaan tentang Osama Bin Laden dan Negara Islam Indonesia.Saya sempatkan menuliskan sosok sufi yang mungkin saja Anda belum mengenalnya.Dialah “Wali Songo” dari Provinsi Sulawesi Barat. Lahir dengan nama K.H. Muhammad Thahir atas lebih populer dengan sebutan Imam Lapeo. Nama Lapeo sendiri diambil dari nama kampungdi Kecamatan Campalagian Kabupaten Polewali Mandar. Sekitar 290 Km dari Makassar.
http://htmlimg1.scribdassets.com/5d8iafd2tc2nmm3x/images/6-541a7de66b.jpg

 Imam Lapeo
: seorang imam di desa lapeo yang sederhana dan menyebarkan agama islamsampai ketanah bugis. sering memperlihatkan mukzisat dari sang Kuasa Daerah kelahiranku inidikenal dengan black magic-nya, animisme dan kemusyrikan (dulu, red). Imam Lapeo-lah yangmeluruskan jalan sesat mereka.Imam Lapeo sukses menobatkan mereka, dan inilah yang menjadi salah satu alasan namamasjidnya Mesjid Jami’ At-Taubah Lapeo, kemudian dialihkan namanya mesjid NuruttaubahLapeo.Jika dihubungkan dengan ke-Imam-an seseorang maka kita harus merujuk kepada beberapakriteria seorang Imam yang saya kutip dari Qitab Hadiqatul afham karya Alwi Bin HamidAl’Idrus: 1. Berahati rahim 2. Luas ingatannya 3. Sabar atas perintah Allah 4. Sabar atas pengawalan hamba-hamba Allah 5. Sabar atas menyampaikan nasehat-nasehat kepada ahlisembahyang 6. Selalu memperhatikan jalannya daya upaya dalam memperbaiki keadaan orang-orang kampung. 7. Kunjungi orang-orang yang menjauhkan diri dari jam’ah. 8. Ambil hatikepada orang-orang tua. 9. Dekat-dekatan orang-orang yang patut dan terhormat. 10. Mengalah buat hal-hal yang dalamnya ada kemajuan bagi persatuan dan kerukunan umum. 11. Selalumemberikan nasehat-nasehat yang perlu kepada ma’mum-ma’mumnya. (Tri Wahyu SyahputraPalonntogi).Dalam menyebarkan agama Islam berbagai cara yang ditempuh oleh imam lapoe, dimana iamenarik perhatian masyarakat atau orang disekitarnya dalam mengajarkan agama, secara bartahap beliau mengikuti kebudayaan-kebudayaan yang dilakukan oleh masyarakat tersebut.Beliau mengajak masyarakat sekitar membangun mesjid tetapi dalam kenyataannya tak semudahdibayangkan. Imam Lapeo harus berhadapan dengan maraknya perjudian, ramainya wargaMandar yang masih mabuk-mabukkan dengan minuman kebanggaannya adalah Manyang Pai’.(Tuak).Masyarakat sendiri secara bertahap menghilangkan kebiasaan yang mereka lakukan. Bukanhanya dengan mengajak masyarakat di sekitarnya membangun mesjid Imam Lapeo juga sering bertamu di rumah masyarakat jika sedang berjalan-jalan dan juga terkadang masyarakatmendatangi rumah beliau untuk meminta doa dan petunjuk jika ada masalah yang mereka hadapiatau mempunyai keiinginan. Beliau juga terkenal dengan sikap dermawannya sampai-sampai beliau berhutang jika ada masyarakat yang memerlukan bantuan. Hal ini dituturkan oleh penulissejarah Imam Al-Lapeo.Paparan tersebut di atas masihlah sebuah referensi asli dari sahabat saya Tri Wahyu SyahputraPalonntogi. Kemudian, banyak hal-hal yang terjadi pada diri Imam Lapeo semasa hidupnya.Sehingga orang-orang Mandar menyebutnya sebagai Wali Songonya Sulawesi Barat. Berdakwahtanpa kekerasan, kalaupun menemukan yang haram-haram yang dilakukan oleh warga, ImamLapeo tak harus mengerasinya.Seandainya beliau masih hidup, mungkin beliau akan geleng-geleng kepala terhadap perilaku- perilaku organisasi keagamaan saat ini yang kadang memaksakan kehendak dan mengambil jalan pintas dengan melakukan kekejaman dan aksi anarkhis.

Dan tentu beliau akan mengobarkan semangat kedamaian di tengah peperangan melawankemerosotan moral. Beliau akan mendoakan bagaimana anggota DPR kita yang telah sangat jauhmelenceng dari amanah. Ada beberapa kalangan menyebutkan bahwa Imam Lapeo banyak mengadopsi kelembutan seorang Khalifah Rasulullah yakni Abu Bakar As-Shiddiek.Apa subtansi sehingga saya tuliskan tentang sosok beliau?. Yah, mungkin saja dapat bermanfaat bagi wakil-wakil kita di Senayan yang semakin hari semakin menunjukkan gambaran dekadensimoral dan hedonisme. Mungkin juga dapat menjadi analisa komparasi terhadap tindak-tanduk  pembelokan ketauhidan pada kelompok tertentu, pun dapat menjadi materi renungan terhadapdiri kita sendiri.Selain itu, Indonesia yang jumlah penduduknya semakin membengkak tetapi sudah teramat sulitmenemukan sufi sekelas Imam Lapeo. Indonesia yang dulunya tak seberapa penduduknya tetapi banyak ulamanya. Sekarang, jumlah penduduk yang semakin banyak tetapi malah ulamasemakin tak banyak. Yang lebih kacau lagi, malah kementerian agama dalam urusan hajinya kok  bisa-bisanya korup.Padahal pencerahan-pencerahan tentang agama sudah terlalu banyak kita bisa dapatkan bahkantelevisi-televisi di Indoensia memiliki program khusus tentang pendidikan agama.
Materiagama
sudah kelewat banyak tetapi yang sering kita jumpai adalah lahirnya agama baru:
AgamaMateri.









Lahir dengan nama K.H. Muhammad Thahir atau lebih populer dengan sebutan Imam Lapeo lahir di Tinambung pada thn 1838. Nama Lapeo sendiri diambil dari nama kampung di Kecamatan Campalagian Kabupaten Polewali Mandar. Sekitar 290 Km dari Makassar.
Imam Lapeo : seorang imam di desa lapeo yang sederhana dan menyebarkan agama Islam sampai ketanah bugis. sering memperlihatkan mukzisat dari sang Kuasa, Daerah Mandar sendiri dulunya dikenal dengan ilmu magic-nya, animisme dan kemusyrikan Imam Lapeo-lah yang meluruskan jalan sesat mereka.
Imam Lapeo sukses menyadarkan perilaku-perilaku buruk mereka, dan inilah yang menjadi salah satu alasan nama masjidnya yang dikenal sampai sekarang dengan sebutan Mesjid Jami’ At-Taubah Lapeo, kemudian dialihkan namanya mesjid Nuruttaubah Lapeo.
Dalam menyebarkan agama Islam berbagai cara yang ditempuh oleh Imam Lapoe, dimana ia menarik perhatian masyarakat atau orang disekitarnya dalam mengajarkan agama, secara bartahap beliau mengikuti kebudayaan-kebudayaan yang dilakukan oleh masyarakat tersebut.
Beliau mengajak masyarakat sekitar membangun mesjid tetapi dalam kenyataannya tak semudah dibayangkan. Imam Lapeo harus berhadapan dengan maraknya perjudian, ramainya warga Mandar yang masih mabuk-mabukkan dengan minuman kebanggaannya adalah Manyang Pai’. (Tuak).
Masyarakat sendiri secara bertahap menghilangkan kebiasaan yang mereka lakukan. Bukan hanya dengan mengajak masyarakat di sekitarnya membangun mesjid Imam Lapeo juga sering bertamu di rumah masyarakat jika sedang berjalan-jalan dan juga terkadang masyarakat mendatangi rumah beliau untuk meminta doa dan petunjuk jika ada masalah yang mereka hadapi atau mempunyai keiinginan. Beliau juga terkenal dengan sikap dermawannya sampai-sampai beliau berhutang jika ada masyarakat yang memerlukan bantuan.
Berbagai cara dan upaya telah dilakukannya beliau untuk menyampaikan dan mewujudkan risalah dan nilai-nilai Islam yang benar kepada ummat Islam di Mandar, yang sudah ter-Isalamkan sejak abad ke 15 di jaman Ammara’diang Kakanna I Pattang Daetta Tommuane oleh usaha Ulama Abdul Rachman Kamaluddin bergelar Tosalama di Binuang.
 Walaupun kiprah dan perjuangan Imam Lapeo sering di reduksi dan dibumbui drngan hal-hal yang berbau Supranatural seperti cerita tentang kemampuannya berada di dua tempat sekaligus ; menaklukkan para tukang Doti, bahkan intelektual sekelas Emha Ainun Najib meyakininya kisah-kisah Imam Lapeo.
Ada banyak nelayan Mandar yang percaya, bila terhadang badai di tengah laut, mengingat sang panrita untuk kemudia memanggil namanya adalah salah satu cara menaklukkan badai. Ya, itulah salah satu bentuk betapa orang Mandar menganggap Imam Lapeo sebagai ulama ber-karamah. Banyak rumah di Mandar memasang fotonya di dinding rumah. Dan banyak kasus, foto ukuran kecilnya dijadikan jimat (disimpan di dalam dompet).
Berikut Biographi singkat serta beberapa kisah kharomah yang dialami oleh K. H. Muhammad Thahir (Imam Lapeo) yang juga terkenal dengan sebutan Tosalama’ Iman Lapeo.
Pada masa kanak-kanaknya, oleh orang tuanya memberikan nama kepada Imam Lapeo yaitu Junaihim Namli. Sejak kecil ia dikenal masyarakat sebagai anak yang patuh dan taat kepada oran tua, beliau dikenal jujur, pemberani, dan punya kemauan yang sanga keras.
K. H. Muhammad Tahir Iman Lapeo berlatar belakang keluarga yang taat beragama. Bapaknya bernama Muhammad bin Haji Abdul Karim Abtalahi, disamping bekerja sebagai petani dan nelayan, juga menjadi guru mengaji Al Quran.
Guru mengaji handal yang diwariskan oleh nenek K. H. Muhammad Iman Lapeo yaitu H. Abd. Karim Abtallahi (juga populer dengan nama Nugo kepada anaknya, Muhammad). Nenek Iman Lapeo salah seorang penghafal Quran yang terkenal dizamannya. Istrinya bernama St. Rajiah, yang menurut silsilah keturunannya berasal dari keturunan Hadat Tenggelang (Tenggelang, suatu daerah yang berstatus distrik dalam wilayah pemerintahan swapraja Balanipa dahulu, sekarang termasuk pemerintahan wilayah Kecamatan Campalagian).
Latar belakang yang taat beragama inilah yang sangat berpengaruh dalam proses perkambangan jiwa K. H. Muhammad Tahir Imam Lapeo dan mewarnai kehidupannya sejak beliau kanak-kanak. Sebagai seorang anak nelayan ia telah terbiasa dengan arus dan gelombang laut ketika menemani ayahnya mencari ikan. Tidak mengherankan sejak umur 15 tahun beliau telah berani mengikuti pamannya Haji Bukhari ke Padang, Sumatra Barat berdagang lipa’ sa’be (sarung sutra).
Pada umur 27 tahun Muhammad Tahir dikawinkan oleh gurunya Sayid Alwi Jamalullil bin Sahil (seorang ulama besar dari Yaman) dengan seorang gadis bernama Nagaiyah (kemudian berganti nama menjadi Rugayah). Pada perkawinan inilah nama Junahim Namli diganti oleh gurunya (Sayid Alwi) menjadi Muhammad Thahir, nama yang dikenal sampai sekarang.
Di bidang pendidikan, pendidikan formalnya tidak menonjol. Dalam mengikuti pendidikan non-formal ia lebih tertarik pada pelajaran-pelajaran agama Islam. Di usia kanak-kanaknya Junahim Namli telah khatam Al Quran beberapa kali melampaui teman-teman sebayanya. Menjelang usia remaja, ia lebih memperdalam bahasa Arab seperti nahwu syaraf di Pambusuang. Lalu dia pergi ke Pulau Salemo (masa itu sangat terkenal sebagai tempat pendidikan pesantren yang melahirkan para ulama di bawah bimbingan ulama besar dari Gresik, Jawa Timur) menimba dan menambah ilmu-ilmu agama Islam. Beberapa tahun ia tinggal disalemo.
Kemudian ia pergi ke Padang, Sumatra Barat dan tinggal selama 4 tahun menambah ilmu. Sesudah itu melanjutkan perjalanannya ke Mekah menuntut ilmu agama, mendatangi ulama besar memperdalam ilmu fikih, tafsir, hadits, teologi dan lain-lain. Ia tinggal di Mekah beberapa tahun lamanya.
Dalam perjalanan K.H. Muhammad Tahir Iman Lapeo mengembangkan dakwah Islam, ia telah melakukan perkawinan sebanyak enam kali. Perkawinan ini didasarkan kepada kesadaran K. H. Tahir Imam Lapeo bahwa kawin dengan bersandarkan syariat Islam adalah merupakan strategi dakwah yang sangat efektif dalam mengenbangkan dan atau menyebarkan agama Islam. Hal itu ditandai dengan kenyataan, beberapa istrinya berasal dari keluarga elit dalam masyarakat Mandar dizamannya yang dianggap sangat bisa menunjang perjuangan dakwahnya.
Istri pertama bernama Rugaya melahirkan keturunan 8 anak yaitu: St. Fatima, St. Hadiyah, Muhammad Yamin, Abd. Hamin, Muhammad Muchsin, St. Aisyah, St. Marhumah.
Istri kedua, Sitti Khalifah, tidak melahirkan keturunan. Istri ketiga Sitti Khadijah, melahirkan satu orang anak yaitu Najamuddin, dan yang istri keempat Sitti Attariah, tidak melahirkan anak. Keempat istrinya itu adalah putri-putri tokoh masyarakat.
Dalam meluncurkan visi misi dakwah ke daerah Mamuju ia diangkat menjadi Kali ‘Kadi’ Kerajaan Tappalang (sekarang dalam wilaya Kecamatan Tappalang, Kabupaten Mamuju).
Di Mamuju K. H. Muhammad Tahir Imam Lapeo mengawini seorang putri sayid yang bernama Syarifah Hamidah tetapi tidak melahirkan keturunan. Pada perkawinan yang terakhir dengan Sitti Amirah melahirkan empat orang anak yaitu Abdul Muttalib, Siti Ssabannur, Siti Asiah dan Siti Aminah.
Putra-putri K. H. Muhammad Thahir Imam Lapeo sebagian besar melanjutkan usaha bapaknya mengabdi untuk kepentingan agama Islam. Salah seorang putrinya yang bernama Hj. Aisyah Tahir, populer dengan panggilan Ummi Aisyah, adalah tokoh wanita Sulawesi Selatan pernah memimpin Muslimat Nahdatul Ulama, yang menjelang akhir hayatnya Ummi Aisyah dikenal sebagai wanita yang memiliki kemampuan metafisik yang lebih.
K. H. Muhammad Thahir Imam Lapeo menghembuskan nafas terakhir dengan tenang dalam usia 114 tahun, pada hari Selasa 27 Ramadhan 1362 H. Bertepatan tanggal 17 Juni 1952 di Lapeo (sekarang wilayah kecamatan Campalagian, kabupaten Polewali Mandar). Dimakamkan di halaman mesjid Nur Al-Taubah di Lapeo (mesjid yang di kawasan Mandar dikenal juga dengan sebutan Masigi Lapeo ‘Mesjid Lapeo’ yang terkenal dengan menaranya).
Makam K. H. Muhammad Thahir Imam Lapeo sampai sekarang banyak dikunjungi oleh masyarakat yang datang dari berbagai daerah Mandar, dan daerah-daerah lain dari luar Mandar.
K. H Muhammad Thahir Imam Lapeo terkenal juga dengan gelar To Salamaq Imam Lapeo. Dalam bidang tasawuf dan tarekat, K. H. Muhammad Thahir Imam Lapeo mengacu kepada tasawuf dan tarekat Syadziliah.
Berikut ini beberape kisah kekeramatan To Salamaq Imam Lapeo yang dipercaya kebenarannya oleh sebagian besar masyarakat Mandar dahulu.
1. Pembangunan Mesjid
Waktu itu sekitar tahun 60an Masjid Lapeo sedang dibangun disamping makam lapeo namun terhambat masalah dana akhirnya tidak lama kemudian datang beberapa unit truck dari makassar membawa semen pasir dan beberapa bahan bangunan warga sekitar heran karena tidak ada satupun dari mereka yang memesan apalagi dana tidak ada.mereka memutuskan untuk membicarakannya di rumah salah satu warga di sana,ketika ditanyakan tentang siapa orang misterius yang memesan bahan bangunan ini,si supir mengatakan bahwa yg memesan adalah seorang kakek berpakaian serba putih bersorban dan kebetulan si supir melihat foto imam lapeo yang ada di lama rumah warga tersebut,dan mengatakan bahwa orang itulah yang memesan bahan bangunan.
2. Tempat Imam Lapeo Berkhalawat
Narasumber mengetahui ada 2 tampat imam Lapeo berkhalawat yang di kebun dan sebidang tanah yang terletak di Paccini. Tempat ini telah didirikan sebuah rumah dan ada kejadian yang diluar jangkauan manusia yakni penghuni rumah tersebut satu persatu meninggal dunia. Dan orang-orang pun memberi tanda tempat Khalawat Imam Lapeo untuk tidak dihuni.
3. Turun Dari Mobil Untuk Sembahyang.
Suatu hari dalam perjalanan menuju Makassar, tiba waktunya untuk shalat Dzuhur dan beliau menyuruh sopir mobil untuk berhenti sejenak untuk melaksanakan shalat, namun sopir mobil tidak rela menghentikan mobilnya jika sewa mobil tidak dibayar agar dapat melanjutkan perjalanan ke Makassar. Belia pun membayarnya dan turun bersama rombongannya untuk menunaikan shalat Dzhuhur, kemudian mobil tersebut melanjutkan perjalanannya namun dalam perjalanan mobil tersebut tiba-tiba macet, mobil tidak bisa jalan, setelah shalat Imam Lapeo beserta rombongan berencana melanjutkan perjalanan mereka dengan berjalan kaki, dalam perjalanan mereka bertemu dengan mobil yang mereka tumpangi dalam keadaan macet, penumpang dalam mobil tesebut berkata inilah tadi teman kita yang singgah untuk shalat, Imam Lapeo pun naik diatas mobil tersebut tidak lama kemudian mobil tersebut bisa jalan dan normal seperti semula.
4. Gema Teriakannya Di Telinga Pencuri.
Suatu hari ada seseorang memasuki kebunnya di Galung Lampu, berencana untuk mencuri buah-buahan yang didalamnya yakni memanjat pohon kelapa. Tiba-tiba terdengar teriakan Imam Lapeo, sementara beliau tidak ada dikebun, orang tersebut lari sekencangnya suara tersebut masih terdengar : To bibo….to bibo… to bibo. Dia pun tidak bisa tidur dengan mendengar suart tersebut hingga dia pun  mendatangi beliau dan menjelaskan apa yang telah terjadi dan memohon maaf kepada beliau juga meminta agar diobati. Orang tersebut dioabati dan sudah merasa tenang.
5. Pernah Diberkati Jadi Professor
Seorang Professor bercerita:
Dia berasal dari Sindereng 8 bersaudara dia merupakan anak bungsu. Ayahnya meninggal sewaktu masih kecil. Pada suatu hari ibunya mendatangi seorang ulama tentang anak-anaknya apakah ada bayangan kebaikan, sebab peninggalan ayahnya hanya sebidan tanah yang tidak terlalu luas. Ulama itupun menyarankan untuk mendatangi Imam Lapeo yang ada di Mandar. Katanya ambillah sebahagian kemampuanmu untuk dapat mendatanginya. Diapun kerjakan sebagiamana saran ulama tadi.
Sewaktu bertemu Imam Lapeo memperhatikan kedelapan anak-anak itu lalu menunjuk bahwa anak bungsu ini nanti akan sukses, peliaharalah dia dengan baik dan saya doakan.
Ternyata dia sekarang jadi dosen di IAIN Alauddin Makassar.
6. Mengembalikan Peliharaan yang hilang.
Kawu, seorang tua dari Kelurahan Tinambung, kabupaten Polmas menuturkan bahwa pernah suatu hari kuda peliharaanya hilang. Sudah satu minggu lebih dicari kuda yang hilang itu, belum juga ditemukan. Maka ia menemui K.H Muhammad Thahir Lapeo mohon didoakan agar kuda itu dapat ditemukannya.
To Salamaq Imam Lapeo memejamkan lalu mengangkat tangannya sambil berdoa, ia berkata kepada Kawu, bahwa kuda yang dicari sekarang dalam perjalanan pulang kekandangnya. Jawaban tersebut membuat si empunya kuda tercengang, dan segera pamit pulang. Apa yang terjadi? Sesampainya dirumah dai menemukan kudanya benar-benar sudah ada dikandangnya.“ Kuda itu datang sendiri “, kata istri pemilik kuda tersebut.
7. Membayar Hutang
Peristiwa lainnya dituturkan oleh informan bahwa suatu hari K.H Muhammad Thahir Imam Lapeo ingin mambayar hutang karena waktu yang disepakati telah sampai. Hutang tersebut adalah harga bahan-bahan bangunan Mesjid Nur Al- Taubah Lapeo yang dipinjam oleh beliau untuk perluasan bangunan Mesjid. Tetapi sampai pada malam hari To Salamaq Imam Lapeo belum juga mempunyai uang., sementara besoknya hutang itu harus dibayar.
Lalu, malam itu juga ia mengajak putranya Muchsin Thahir beserta kusir bendi berangkat ke Majene menemui H.Hasan, pedagang yang memberi utang kepada panitia pembangunan mesjid dengan maksud minta perpanjangan waktu peminjaman. Dalam perjalanan dari Lapeo menuju Majene, semua mesjid yang dilewati disinggahi untuk melaksanakan shalat sunnah, antara lain mesjid-mesjid Karama,Tangnga-Tangnga, dan Tinambung. Dari Tinambung beliau terus ke Limboro dan Lembang-Lembang. Di kedua mesjid itu ia melakukan shalat agak lama.
Menjelang subuh hari baru ia putranya meneruskan perjalanan ke Majene. Dalam perjalanan antara Lembang-Lembang dan Tinambung tiba-tiba ia ditahan oleh seseorang yang sama sekali tidak di kenalnya. Orang itu memberikan suatu bungkusan sebagai oleh-oleh kepada To Salamaq Imam Lapeo.
Lalu diperintahkannya kepada anaknya(Muchsin Thahir) yang menyertainya malam itu mengambil bungkusan tersebut. Perjalanan ke Majene dilanjutkan. Setelah sampai di rumah H.Hasan di Majene bungkusan tersebut dibuka. Apa isinya? Ternyata, sejumlah uang pas-pas dipakai membayar hutangnya kepada H.Hasan.
8. Menyembuhkan Penyakit
Dituturkan pula bahwa di Lapeo pernah berjangkit suatu penyakit yang sangat ganas dan berbahaya. Penyakit tersebut tidak dapat disembuhkan dengan pengobatan tradisional maupun medis modern pada saat itu. Menurut informan, saking ganasnya penyakit itu sehingga dalam satu hari diperkirakan 3 sampai 5 orang yang meninggal akibat penyakit tersebut. Keadaan seperti ini sangat meresahkan dan menggelisahkan masyarakat. Rakyat mengadu kepada To Salamaq Imam Lapeo. Mendengar semua pengaduan tersebut K.H Muhammad Thahir sangat prihatin.
Di perintahkannya menyiapkan sebuah tempayan berisi air minum. Setelah itu K.H Muhammad Thahir To Salamaq Imam Lapeo memejamkan mata seraya mengangkat tangannya berdoa kepada Allah, kemudian diludahinya air tempayan tersebut tujuh kali. Air yang telah diludahnya itu diminumkan kepada penderita yang terkena penyakit aneh tersebut.
Berkat pertolongan Allah swt., mereka yang sempat meminum” air obat ” To Salamaq Imam Lapeo semuanya sembuh, dan penyakit tersebut tidak mengganaskan lagi.
9. Menolong Orang Yang Tenggelam
Pernah suatu saat, ketika K.H Muhammad Thahir Imam Lapeo sementara memberikan pengajian, tiba-tiba pengajian dihentikan beberapa saat. To Salamaq Imam Lapeo keluar ke teras, lalu menatap ke angkasa raya seraya tangannya dilambai-lambaikan. Setelah itu beliau masuk kembali akan melanjutkan memberikan pelajaran kepada murid-muridnya.
Sebelum pengajian dilanjutkan kembali, salah seorang muridnya bertanya tentang apa yang barusan To Salamaq Imam Lapeo kerjakan. Beliau menjawab bahwa dia menolong sebuah perahu yang hampir tenggelam di tengah laut karena serangan badai dan amukan ombak besar. Beberapa hari kemudian, seorang tamu dari Bugis datang ke rumah To Salamaq Imam Lapeo mengucapkan terima kasih.
Menurut pengakuannya bahwa perahunya hampir tenggelam beberapa hari yang lalu di sekitar pulau-pulau Pangkajene. Yang menolongnya adalah K.H Muhammad Thahir To Salamaq Imam Lapeo yang tiba-tiba dilihatnya datang berdiri di baguan kepala perahunya. Seketika itu juga ombak menjadi tenang, dan badai pun reda.
10. Dalam keadaan lapar dan Haus Makanan datang
Pada suatu hari, dengan ditemani beberapa muridnya, K.H Muhammad Thahir Imam Lapeo sedang menuju ke suatu kampung. Mereka berjalan kaki menyusuri pinggir kali menuju ke hulu. Menjelang sore hari mereka berjalan terus. Mereka belum makan siang karena sejak berangkat tadi belumprnah melewati perkampungan penduduk. Di manakah mereka akan makan, sementara lapar haus sudah terasa?
Tapi K.H Muhammad Thahir To Salamaq Imam Lapeo mengatakan supaya mereka sabar. Tak berapa lama kemudian,di tempat yang begitu sunyi sepi, tiba-tiba mereka melihat suatu rakit kecil yang sedang hanyut ke hilir. Di atas rakit kecil itu tersedia berbagai jenis makanan seperti nasi,ketan,lauk bersama ayam panggang. Mereka mengambil makanan tersebut dan menikmatinya. Selanjutnya K.H Muhammad Thahir Imam Lapeo bersama pengikutnya/muridnya melanjutkan perjalanan menuju kampung tujuan.
Wafatnya Imam LapeoMenjelang kematiannya, Imam lapeo berpesan supaya disediakan batang pisang sebelah menyebelah (pihak kanan dan pihak kiri) sebagai tempat bersandar saya bicara dengan mungkar-nakir. Pagi pada hari selasa beliau wafat dan besok siang barulah dimakamkan. Penulis pada waktu itu berumur 8 tahun menyaksikan.
Awan mendung dan tangisan para pelayat mayat beiau tambah lama semakin kecil. Jasadnya disemayamkan di rumah di mandikan di Mesjid Lapeo.
Menurut mahyuddin sewaktu di usung, jenazah sangat ringan seakan-akan tidak ada kecuali kain, merekapun masygul. Ketika disuapi dengan tanah pada bagian kepala mereka menyaksikan jasad didalam kain kafan. Setelah menyuapi terdengar di telinga mereka suara batuk.
Pesan yang paling dia utamakan kepada masyarakat lapeo adalah selalu berkata jujur, dan pesan lainnya adalah melaksakan shalat dan ibadah lainnya.
Pandangan Masyarakat Terhadap Imam Lapeo (K.H. Muhammad Thahir)Menurut Masyarakat yang sempat kami wawancarai bahwa sahnya imam lapeo merupakan tokoh agama yang terkenal dengan kekaromahannya, biasanya masyarakat banyak datang mengunjungi makamnya jika mempunyai hajatan namun dalam berdoa mereka meminta kepada Allah S.W.T. dan beliau mengatakan bahwa banyaknya dana merupakan sumbangan dari beliu sampai sekarang. (dikarenakan banyak pengunjung yang memasukkan uang ke kotak amal berkisar sebanyak Rp 3.000.000,-/ harinya).

MONDAY, FEBRUARY 25, 2013


Imam Lapeo, Wali Songonya Sulbar

Di antara hiruk pikuknya pemberitaan tentang Osama Bin Laden dan Negara Islam Indonesia. Saya sempatkan menuliskan sosok sufi yang mungkin saja Anda belum mengenalnya.
Dialah “Wali Songo” dari Provinsi Sulawesi Barat. Lahir dengan nama K.H. Muhammad Thahir atas lebih populer dengan sebutan Imam Lapeo. Nama Lapeo sendiri diambil dari nama kampung di Kecamatan Campalagian Kabupaten Polewali Mandar. Sekitar 290 Km dari Makassar.
Pic: google.com

Imam Lapeo : seorang imam di desa lapeo yang sederhana dan menyebarkan agama islam sampai ketanah bugis. sering memperlihatkan mukzisat dari sang Kuasa Daerah kelahiranku ini dikenal dengan black magic-nya, animisme dan kemusyrikan (dulu, red). Imam Lapeo-lah yang meluruskan jalan sesat mereka.
Imam Lapeo sukses menobatkan mereka, dan inilah yang menjadi salah satu alasan nama masjidnya Mesjid Jami’ At-Taubah Lapeo, kemudian dialihkan namanya mesjid Nuruttaubah Lapeo.
Jika dihubungkan dengan ke-Imam-an seseorang maka kita harus merujuk kepada beberapa kriteria seorang Imam yang saya kutip dari Qitab Hadiqatul afham karya Alwi Bin Hamid Al’Idrus: 1. Berahati rahim 2. Luas ingatannya 3. Sabar atas perintah Allah 4. Sabar atas pengawalan hamba-hamba Allah 5. Sabar atas menyampaikan nasehat-nasehat kepada ahli sembahyang 6. Selalu memperhatikan jalannya daya upaya dalam memperbaiki keadaan orang-orang kampung. 7. Kunjungi orang-orang yang menjauhkan diri dari jam’ah. 8. Ambil hati kepada orang-orang tua. 9. Dekat-dekatan orang-orang yang patut dan terhormat. 10. Mengalah buat hal-hal yang dalamnya ada kemajuan bagi persatuan dan kerukunan umum. 11. Selalu memberikan nasehat-nasehat yang perlu kepada ma’mum-ma’mumnya. (Tri Wahyu Syahputra Palonntogi).
Dalam menyebarkan agama Islam berbagai cara yang ditempuh oleh imam lapoe, dimana ia menarik perhatian masyarakat atau orang disekitarnya dalam mengajarkan agama, secara bartahap beliau mengikuti kebudayaan-kebudayaan yang dilakukan oleh masyarakat tersebut.
Beliau mengajak masyarakat sekitar membangun mesjid tetapi dalam kenyataannya tak semudah dibayangkan. Imam Lapeo harus berhadapan dengan maraknya perjudian, ramainya warga Mandar yang masih mabuk-mabukkan dengan minuman kebanggaannya adalah Manyang Pai’. (Tuak).
Masyarakat sendiri secara bertahap menghilangkan kebiasaan yang mereka lakukan. Bukan hanya dengan mengajak masyarakat di sekitarnya membangun mesjid Imam Lapeo juga sering bertamu di rumah masyarakat jika sedang berjalan-jalan dan juga terkadang masyarakat mendatangi rumah beliau untuk meminta doa dan petunjuk jika ada masalah yang mereka hadapi atau mempunyai keiinginan. Beliau juga terkenal dengan sikap dermawannya sampai-sampai beliau berhutang jika ada masyarakat yang memerlukan bantuan. Hal ini dituturkan oleh penulis sejarah Imam Al-Lapeo.
Paparan tersebut di atas masihlah sebuah referensi asli dari sahabat saya Tri Wahyu Syahputra Palonntogi. Kemudian, banyak hal-hal yang terjadi pada diri Imam Lapeo semasa hidupnya. Sehingga orang-orang Mandar menyebutnya sebagai Wali Songonya Sulawesi Barat. Berdakwah tanpa kekerasan, kalaupun menemukan yang haram-haram yang dilakukan oleh warga, Imam Lapeo tak harus mengerasinya.
Masigi To Lapeo yang didirikan Imam Lapeo dan telah beberapa kali direnovasi (pic: google)
Seandainya beliau masih hidup, mungkin beliau akan geleng-geleng kepala terhadap perilaku-perilaku organisasi keagamaan saat ini yang kadang memaksakan kehendak dan mengambil jalan pintas dengan melakukan kekejaman dan aksi anarkhis.
Dan tentu beliau akan mengobarkan semangat kedamaian di tengah peperangan melawan kemerosotan moral. Beliau akan mendoakan bagaimana anggota DPR kita yang telah sangat jauh melenceng dari amanah. Ada beberapa kalangan menyebutkan bahwa Imam Lapeo banyak mengadopsi kelembutan seorang Khalifah Rasulullah yakni Abu Bakar As-Shiddiek.
Apa subtansi sehingga saya tuliskan tentang sosok beliau?. Yah, mungkin saja dapat bermanfaat bagi wakil-wakil kita di Senayan yang semakin hari semakin menunjukkan gambaran dekadensi moral dan hedonisme. Mungkin juga dapat menjadi analisa komparasi terhadap tindak-tanduk pembelokan ketauhidan pada kelompok tertentu, pun dapat menjadi materi renungan terhadap diri kita sendiri.
Selain itu, Indonesia yang jumlah penduduknya semakin membengkak tetapi sudah teramat sulit menemukan sufi sekelas Imam Lapeo. Indonesia yang dulunya tak seberapa penduduknya tetapi banyak ulamanya. Sekarang, jumlah penduduk yang semakin banyak tetapi malah ulama semakin tak banyak. Yang lebih kacau lagi, malah kementerian agama dalam urusan hajinya kok bisa-bisanya korup.
Padahal pencerahan-pencerahan tentang agama sudah terlalu banyak kita bisa dapatkan bahkan televisi-televisi di Indoensia memiliki program khusus tentang pendidikan agama.Materi agama sudah kelewat banyak tetapi yang sering kita jumpai adalah lahirnya agama baru: Agama Materi.
Wallahu a’lam Bissawab..
Julkarnain Asoo