Umur
siapa yang tahu, demikian juga seorang pemuda, bagaimanapun kuatnya
juga tak bisa mengelak dari hal tersebut. Kisah nyata ini diceritakan
sendiri oleh pelakunya dan pernah disiarkan oleh Radio Al Qur’an di
Makkah al Mukarramah. Kisah ini terjadi pada musim haji dua tahun yang
lalu di daerah Syu’aibah, yaitu daerah pesisir pantai laut merah,
terletak 110 Km di Selatan Jeddah. Pemilik kisah ini berkata: Ayahku
adalah seorang imam masjid, namun demikian aku tidak shalat. Beliau
selalu memerintahkan aku untuk shalat setiap kali datang waktu shalat.
Beliau membangunkan ku untuk shalat subuh. Akan tetapi aku berpura-pura
seakan-akan pergi ke masjid padahal tidak. Bahkan aku hanya mencukupkan
diri dengan berputar-putar naik mobil hingga jama’ah selesai menunaikan
shalat. Keadaan yang demikian terus berlangsung hingga aku berumur 21
tahun. Pada seluruh waktuku yang telah lewat tersebut aku jauh dari
Allah dan banyak bermaksiat kepada-Nya. Tetapi meskipun aku meninggalkan
shalat, aku tetap berbakti kepada kedua orang tuaku. Inilah sekelumit
dari kisah hidupku di masa lalu Pada suatu hari, kami sekelompok pemuda
bersepakat untuk pergi rekreasi ke laut. Kami berjumlah lima orang
pemuda. Kami sampai di pagi hari, lalu membuat tenda di tepi pantai.
Seperti biasanya kamipun menyembelih kambing dan makan siang. setelah
makan siang, kamipun mempersiapkan diri turun ke laut untuk menyelam
dengan tabung oksigen. sesuai aturan, wajib ada satu orang yang tetap
tinggal di luar, di sisi kemah, hingga dia bisa bertindak pada saat para
penyelam itu terlambat datang pada waktu yang telah ditentukan. Akupun
duduk, dikarenakan aku lemah dalam penyelaman. Aku duduk seorang diri di
dalam kemah, sementara disamping kami juga terdapat sekelompok pemuda
yang lain. Saat datang waktu shalat, salah seorang diantara mereka
mengumandangkan adzan, kemudian mereka mulai menyiapkan shalat. Aku
terpaksa masuk ke dalam laut untuk berenang agar terhindar dari
kesulitan yang akan menimpaku jika aku tidak shalat bersama mereka.
Karena kebiasaan kaum muslimin di sini adalah sangat menaruh perhatian
terhadap shalat berjamaah dengan perhatian yang sangat besar, hingga
menjadi aib bagi kami jika seseorang shalat fardhu sendirian. Aku sangat
mahir dalam berenang. Aku berenang hingga merasa kelelahan sementara
aku berada di daerah yang dalam. AKu memutuskan untuk tidur diatas
punggungku dan membiarkan tubuhku hingga bisa mengapung di atas air. Dan
itulah yang terjadi. Secara tiba-tiba, seakan-akan ada orang yang
menarikku ke bawah… aku berusaha untuk naik…..aku berusaha untuk
melawan….aku berusaha dengan seluruh cara yang aku ketahui, akan tetapi
aku merasa orang yang tadi menarikku dari bawah menuju ke kedalaman laut
seakan-akan sekarang berada di atasku dan menenggelamkan kepalaku ke
bawah. Aku berada dalam keadaan yang ditakuti oleh semua orang. Aku
seorang diri, pada saat itu aku merasa lebih lemah daripada lalat.
Nafaspun mulai tersendat, darah mulai tersumbat di kepala, aku mulai
merasakan kematian! Tiba-tiba, aku tidak tahu mengapa…aku ingat kepada
ayahku, saudara-saudaraku, kerabat-kerabat dan teman-temanku… hingga
karyawan di toko pun aku mengingatnya. Setiap orang yang pernah lewat
dalam kehidupanku terlintas dalam ingatanku…semuanya pada detik-detik
yang terbatas…kemudian setelah itu, aku ingat diriku sendiri..!.!!
Mulailah aku bertanya kepada diriku sendiri…apa engkau shalat? Tidak.
Apa engkau puasa? Tidak. Apa engkau telah berhaji? Tidak. Apa engkau
bershadaqah? Tidak. Engkau sekarang di jalan menuju Rabbmu, engkau akan
terbebas dan berpisah dari kehidupan dunia, berpisah dari teman-temanmu,
maka bagaimana kamu akan menghadap Rabb-mu? Tiba-tiba aku mendengar
suara ayahku memanggilku dengan namaku dan berkata: “Bangun dan
shalatlah.” Suara itupun terdengar di telingaku tiga kali. Kemudian
terdengarlah suara beliau adzan. Aku merasa dia dekat dan akan
menyelamatkanku. Hal ini menjadikanku berteriak menyerunya dengan
memanggil namanya, sementara air masuk ke dalam mulutku. Aku
berteriak….berteriak…tapi tidak ada yang menjawab. Aku merasakan asinnya
air di dalam tubuhku, mulailah nafas terputus-putus. Aku yakin akan
mati, aku berusaha untuk mengucapkan syahadat….kuucapkan
Asyhadu…Asyhadu…aku tidak mampu untuk menyempurnakannya, seakan-akan ada
tangan yang memegang tenggorokanku dan menghalangiku dari
mengucapkannya. Aku merasa bahwa nyawaku sudah dalam perjalanan keluar
dari tubuhku. Akupun berhenti bergerak…inilah akhir dari ingatanku. Aku
terbangun sementara kau berada di dalam kemah…dan di sisiku ada seorang
tentara dari Khafar al Sawakhil (penjaga garis batas laut), dan
bersamanya para pemuda yang tadi mempersiapkan diri untuk shalat. Saat
aku terbangun, tentara itu berkata:”Segala puji bagi Allah atas
keselamatan ini.” Kemudian dia langsung beranjak pergi dari tempat kami.
Aku pun bertanya kepada para pemuda tentang tentara tersebut. Apakah
kalian mengenalnya? Mereka tidak mengetahuinya, dia datang secara
tiba-tiba ke tepi pantai dan mengeluarkanmu dari laut, kemudian segera
pergi sebagaimana engkau lihat, kata mereka. Akupun bertanya kepada
mereka: “Bagaimana kalian melihatku di air?” Mereka menjawab,”Sementara
kami di tepi pantai, kami tidak melihatmu di laut, dan kami tidak
merasakan kehadiranmu, kami tidak merasakannya hingga saat tentara
tersebut hadir dan mengeluarkanmu dari laut.” Perlu diketahui bahwa
jarak terdekat denga Markas Penjaga Garis Laut adalah sekitar 20 Km dari
kemah kami, sementara jalannya pun jalan darat, yaitu membutuhkan
sekitar 20 menit hingga sampai di tempat kami sementara peristiwa
tenggelam tadi berlangsung dalam beberapa menit. Para pemuda itu
bersumpah bahwa mereka tidak melihatku. Maka bagaimana tentara tersebut
melihatku? Demi Rabb yang telah menciptakanku, hingga hari ini aku tidak
tahu bagaimana dia bisa sampai kepadaku. seluruh peristiwa ini terjadi
saat teman-temanku berada dalam penyelaman di laut. Ketika aku bersama
para pemuda yang menengokku di dalam kemah, HP-ku berdering. segera HP
kuangkat, ternyata ayah yang menelepon. Akupun merasa bingung, karena
sesaat sebelumnya aku mendengar suaranya ketika aku di kedalaman, dan
sekarang dia menelepon? Aku menjawab….beliau menanyai keadaanku, apakah
aku dalam keadaan baik? Beliau mengulang-ulangnya, berkali-kali. Tentu
saja aku tidak mengabarkan kepada beliau, supaya tidak cemas. Setelah
pembicaraan selesai aku merasa sangat ingin shalat. Maka aku berdiri dan
shalat dua rakaat, yang selama hidupku belum pernah aku lakukan. Dua
rakaat itu aku habiskan selama dua jam. Dua rakaat yang kulakukan dari
hati yang jujur dan banyak menangis di dalamnya. Aku menunggu
kawan-kawanku hingga mereka kembali dari petualangan. Aku meminta izin
pulang duluan. Akupun sampai di rumah dan ayahku ada di sana. Pertama
kali aku membuka pintu, beliau sudah ada di hadapanku dan berkata:
“Kemari, aku merindukanmu!” Akupun mengikutinya, kemudian beliau
bersumpah kepadaku dengan nama Allah agar aku mengatakan kepada beliau
tentang apa yang telah terjadi padaku di waktu Ashar tadi. Akupun
terkejut, bingung, gemetar dan tidak mampu berkata-kata. Aku merasa
beliau sudah tahu. Beliau mengulangi pertanyaannya dua kali. Akhirnya
aku menceritakan apa yang terjadi padaku. Kemudian beliau berkata:”Demi
Allah, sesungguhnya aku tadi mendengarmu memanggilku, sementara aku
dalam keadaan sujud kedua pada akhir shalat Ashar, seakan-akan engkau
berada dalam sebuah musibah. Engkau memanggil-manggilku dengan teriakan
yang menyayat-nyayat hatiku. Aku mendengar suaramu dan aku tidak bisa
menguasai diriku hingga aku berdo’a untukmu dengan sekeras-kerasnya
sementara manuisa mendengar do’aku. Tiba-tiba, aku merasa seakan-akan
ada seseorang yang menuangkan air dingin di atasku. Setelah shalat, aku
segera keluar dari masjid dan menghubungimu. Segala puji bagi Allah, aku
merasa tenang bagitu mendengar suaramu. Akan tetapi wahai anakku,
engkau teledor terhadap shalat. Engkau menyangka bahwa dunia akan kekal
bagimu, dan engkau tidak mengetahui bahwa Rabbmu berkuasa merubah
keadaanmu dalam beberapa detik. Ini adalah sebagian dari kekuasaan Allah
yang Dia perbuat terhadapmu. Akan tetapi Rabb kita telah menetapkan
umur baru bagimu. Saat itulah aku tahu bahwa yang menyelamatkan aku dari
peristiwa tersebut adalah karena Rahmat Allah Ta’ala kemudian karena
do’a ayah untukku. Ini adalah sentuhan lembut dari sentuhan-sentuhan
kematian. Allah Ta’ala ingin memperlihatkan kepada kita bahwa betapapun
kuta dan perkasanya manusia akan menjadi makhluk yang paling lemah di
hadapan keperkasaan dan keagungan Allah Ta’ala. Maka semenjak hari itu,
shalat tidak pernah luput dari pikiranku. Alhamdulillah. Wahai para
pemuda, wajib atas kalian taat kepada Allah dan berbakti kepada kedua
orang tua. Ya Allah, ampunilah kami dan kedua orang tua kami, terimalah
taubat kami dan taubat mereka dan rahmatilah mereka dengan
rahmat-Mu.Semoga menjadi pelajaran bagi kita semua, jangan sekali-kali
mengabaikan kewajiban ibadah kita walaupun kelihatannya sepele.
Tulus Cinta Untuk Ibu Dan Bapak.
Aku Mencintaimu Karena Allah.....
Kisah Mengharukan: “Ibu Buta Yang Memalukanku”
22 Desember 2012 pukul 12:20
"Terkadang Kita Tak Merasa Memiliki Sesuatu Sampai Kita Benar2 Kehilangan"
Saat aku beranjak dewasa, aku mulai mengenal sedikit kehidupan yang
menyenangkan, merasakan kebahagiaan memiliki wajah yang tampan,
kebahagiaan memiliki banyak pengagum di sekolah, kebahagiaan karena
kepintaranku yang dibanggakan banyak guru. Itulah aku, tapi satu yang
harus aku tutupi, aku malu mempunyai seorang ibu yang BUTA! Matanya
tidak ada satu. Aku sangat malu, benar-benar
Aku sangat menginginkan kesempurnaan terletak padaku, tak ada satupun
yang cacat dalam hidupku juga dalam keluargaku. Saat itu ayah yang
menjadi tulang punggung kami sudah dipanggil terlebih dahulu oleh yang
Maha Kuasa. Tinggallah aku anak semata wayang yang seharusnya menjadi
tulang punggung pengganti ayah. Tapi semua itu tak kuhiraukan. Aku
hanya mementingkan kebutuhan dan keperluanku saja. Sedang ibu bekerja
membuat makanan untuk para karyawan di sebuah rumah jahit sederhana.
Pada suatu saat ibu datang ke sekolah untuk menjenguk keadaanku.
Karena sudah beberapa hari aku tak pulang ke rumah dan tidak tidur di
rumah. Karena rumah kumuh itu membuatku muak, membuatku kesempurnaan
yang kumiliki manjadi cacat. Akan kuperoleh apapun untuk menggapai
sebuah kesempurnaan itu.
Tepat di saat istirahat, Kulihat sosok wanita tua di pintu sekolah.
Bajunya pun bersahaja rapih dan sopan. Itulah ibu ku yang mempunyai
mata satu. Dan yang selalu membuat aku malu dan yang lebih memalukan
lagi Ibu memanggilku. “Mau ngapain ibu ke sini? Ibu datang hanya untuk
mempermalukan aku!” Bentakkan dariku membuat diri ibuku segera
bergegas pergi. Dan itulah memang yang kuharapkan. Ibu pun bergegas
keluar dari sekolahku. Karena kehadiranya itu aku benar-benar malu,
sangat malu. Sampai beberapa temanku berkata dan menanyakan. “Hai, itu
ibumu ya???, Ibumu matanya satu ya?” yang menjadikanku bagai disambar
petir mendapat pertanyaan seperti itu.
Beberapa bulan kemudian aku lulus sekolah dan mendapat beasiswa di
sebuah sekolah di luar negeri. Aku mendapatkan beasiswa yang ku incar
dan kukejar agar aku bisa segera meninggalkan rumah kumuhku dan terutama
meninggalkan ibuku yang membuatku malu. Ternyata aku berhasil
mendapatkannya. Dengan bangga kubusungkan dada dan aku berangkat pergi
tanpa memberi tahu Ibu karena bagiku itu tidak perlu. Aku hidup untuk
diriku sendiri. Persetan dengan Ibuku. Seorang yang selalu mnghalangi
kemajuanku.
Di Selolah itu, aku menjadi mahasiswa terpopuler karena kepintaran
dan ketampananku. Aku telah sukses dan kemudian aku menikah dengan
seorang gadis Indonesia dan menetap di Singapura.
Singkat cerita aku menjadi seorang yang sukses, sangat sukses. Tempat
tinggalku sangat mewah, aku mempunyai seorang anak laki-laki berusia
tiga tahun dan aku sangat menyayanginya. Bahkan aku rela
mempertaruhkan nyawaku untuk putraku itu.
10 tahun aku menetap di Singapura, belajar dan membina rumah tangga
dengan harmonis dan sama sekali aku tak pernah memikirkan nasib ibuku.
Sedikit pun aku tak rindu padanya, aku tak mencemaskannya. Aku BAHAGIA
dengan kehidupan ku sekarang.
Tapi pada suatu hari kehidupanku yang sempurna tersebut terusik, saat
putraku sedang asyik bermain di depan pintu. Tiba-tiba datang seorang
wanita tua renta dan sedikit kumuh menghampirinya. Dan kulihat dia
adalah Ibuku, Ibuku datang ke Singapura. Entah untuk apa dan dari mana
dia memperoleh ongkosnya. Dia datang menemuiku.
Seketika saja Ibuku ku usir. Dengan enteng aku mengatakan: “HEY,
PERGILAH KAU PENGEMIS. KAU MEMBUAT ANAKKU TAKUT!” Dan tanpa membalas
perkataan kasarku, Ibu lalu tersenyum, “MAAF, SAYA SALAH ALAMAT”
Tanpa merasa besalah, aku masuk ke dalam rumah.
Beberapa bulan kemudian datanglah sepucuk surat undangan reuni dari
sekolah SMA ku. Aku pun datang untuk menghadirinya dan beralasan pada
istriku bahwa aku akan dinas ke luar negeri.
Singkat cerita, tibalah aku di kota kelahiranku. Tak lama hanya ingin
menghadiri pesta reuni dan sedikit menyombongkan diri yang sudah
sukses ini. Berhasil aku membuat seluruh teman-temanku kagum pada
diriku yang sekarang ini.
Selesai Reuni entah megapa aku ingin melihat keadaan rumahku sebelum
pulang ke Sigapore. Tak tau perasaan apa yang membuatku melangkah
untuk melihat rumah kumuh dan wanita tua itu. Sesampainya di depan
rumah itu, tak ada perasaan sedih atau bersalah padaku, bahkan aku
sendiri sebenarnya jijik melihatnya. Dengan rasa tidak berdosa, aku
memasuki rumah itu tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Ku lihat
rumah ini begitu berantakan. Aku tak menemukan sosok wanita tua di
dalam rumah itu, entahlah dia ke mana, tapi justru aku merasa lega tak
bertemu dengannya.
Bergegas aku keluar dan bertemu dengan salah satu tetangga rumahku.
“Akhirnya kau datang juga. Ibu mu telah meninggal dunia seminggu yang
lalu”
“OH…”
Hanya perkataan itu yang bisa keluar dari mulutku. Sedikit pun tak
ada rasa sedih di hatiku yang kurasakan saat mendengar ibuku telah
meninggal. “Ini, sebelum meninggal, Ibumu memberikan surat ini untukmu”
Setelah menyerahkan surat ia segera bergegas pergi. Ku buka lembar surat yang sudah kucal itu.
Untuk anakku yang sangat Aku cintai,
Anakku yang kucintai aku tahu kau sangat membenciku. Tapi Ibu senang
sekali waktu mendengar kabar bahwa akan ada reuni disekolahmu.
Aku berharap agar aku bisa melihatmu sekali lagi. karena aku yakin kau akan datang ke acara Reuni tersebut.
Sejujurnya ibu sangat merindukanmu, teramat dalam sehingga setiap
malam Aku hanya bisa menangis sambil memandangi fotomu satu-satunya
yang ibu punya.Ibu tak pernah lupa untuk mendoakan kebahagiaanmu, agar
kau bisa sukses dan melihat dunia luas.
Asal kau tau saja anakku tersayang, sejujurnya mata yang kau pakai
untuk melihat dunia luas itu salah satunya adalah mataku yang selalu
membuatmu malu.
Mataku yang kuberikan padamu waktu kau kecil. Waktu itu kau dan Ayah
mu mengalami kecelakaan yang hebat, tetapi Ayahmu meninggal, sedangkan
mata kananmu mengalami kebutaan. Aku tak tega anak tersayangku ini
hidup dan tumbuh dengan mata yang cacat maka aku berikan satu mataku
ini untukmu.
Sekarang aku bangga padamu karena kau bisa meraih apa yang kau inginkan dan cita-citakan.
Dan akupun sangat bahagia bisa melihat dunia luas dengan mataku yang aku berikan untukmu.
Saat aku menulis surat ini, aku masih berharap bisa melihatmu untuk
yang terakhir kalinya, Tapi aku rasa itu tidak mungkin, karena aku
yakin maut sudah di depan mataku.
Peluk cium dari Ibumu tercinta
Bak petir di siang bolong yang menghantam seluruh saraf-sarafku, Aku
terdiam! Baru kusadari bahwa yang membuatku malu sebenarnya bukan
ibuku, tetapi diriku sendiri….
--------------------------------------
Mudah-mudahan kia dan anak-anak kita kelak tidak seperti tokoh yang ada dalam
kisah mengharukan ibu dan anak diatas. Sejelek-jeleknya orang tua kita, maka kita wajib untuk mencintainya, menyayanginya, menghormatinya.
Kisah Nyata, Mengharukan
Kisah Nyata Mengharukan : … ISTRI UNTUK SUAMIKU …
Bismillahir-Rahmaanir-Rahim … Kehidupan memiliki kisah dan cerita
yang berbeda pada setiap insannya, .. banyak pelajaran, pengalaman, dan
berbagai hal, kesedihan, kesenangan, tawa, canda, dan tangisan yang
mewarnainya, mari kita ambil pelajaran berharga dari Ksah nyata ini …
Istri untuk suamiku …. semoga bermanfaat untuk sahabat semua …. selamat
membaca!!
—–
Aku dan mas dimas memang keluarga kecil yang bahagia… Kami Menikah saat
usiaku baru 18 tahun dan suamiku 26 tahun, Kami saling mencintai dan
berencana membeli sebuah rumah sendiri, yah .. walaupun hanya berdua,
dengan maksud agar tidak merepotkan mertua. Gaji dan semua simpanan
suamiku sudah lebih dari cukup untuk membeli sebuah rumah dan sebuah
mobil, meski tidak terlalu mewah tetapi kami senang bisa memiliki mobil
dan rumah sendiri.
Tanggal 04-02-2007 …
Biasanya aku berangkat kuliah diantar suamiku, hari ini beliau sedang
repot, jadi aku berinisiatif naik angkot pagi-pagi sekali, dengan sangat
menyesal suamiku melepaskan aku untuk berangkat… pesannya ” hati-hati
dijalan, dan jangan lupa makan”, setelah itu aku cium tangannya dan
bergegas keluar rumah.
Sampai didalam angkot aku melihat ibu muda yang tengah menggendong
anaknya, lucu sekali… rasanya aku ingin mencubit pipinya.., Hai…?? siapa
namamu? tanyaku pada si kecil.., Aku Tio kakak..! jawab adik kecil itu,
Lantas aku tersenyum sembari mengelus kepalanya yang bertopi lucu..,
ibunya lantas bertanya, Sedang mau berangkat ngampus ya neng? …, iya aku
akan kekampus.., Oh enak ya.., masa muda dihabiskan dengan kuliah…,
saya dulu di usia 15 tahun sudah dijodohkan orang tua, sekolah pun hanya
lulus SMP,…, Aku hanya tersenyum simpul mendengar kata-kata ibu mudah
itu.
Sejenak terlintas bayangan masa lalu ketika Mas Dimas melamarku setelah
aku lulus SMA, dengan cincin yang cantik dan setangkai bunga lyly
kesukaanku, awalnya aku pikir hanya bercandaannya saja, tetapi aku tidak
mengira sepulang dari taman mas dimas berani berkata lantang didepan
orangtua ku, untuk menikahiku…, Aku terharu dan sangat bahagia..,
Akhirnya selama 3 tahu pacaran kami bisa menikah…, memang awalnya orang
tua ku tidak terlalu setuju dengan rencana itu, tapi mungkin mereka
melihat kami saling menyayangi, akhirnya kami mendapatkan restu dan bisa
menikah.
Mas dimas adalah pengusaha kayu dan meubel perabot rumah tangga,
usahanya maju pesat sekali saat beliau baru merintis usaha selama 3
tahun, Memang Mas dimas adalah sosok yang ulet dan rajin serta memiliki
dedikasi tinggi, hingga usaha dan semua cabang usahanya sangat maju,
Tetapi sampai sekarang pun mas dimas selalu mengajari aku untuk hidup
hemat , rendah diri dan selalu bekerja keras. Tidak hanya itu mas dimas
juga sering memberiku dorongan dan motivasi di soal kuliahku, aku sedang
menjalani kuliah sastra inggris di sebuah UNIVERSITAS.
Bagi aku Mas dimas sosok suami yang sabar dan selalu sayang dengan aku,
mas dimas selalu memmberikan nasehat dan peduli dengan aku. Mas dimas
suka memanjakanku, dengan sikapnya yang dewasa dan selalu mengerti aku,
Yah… aku sadar aku masih sangat muda dan mungkin selama ini aku sering
bertindak seperti anak kecil didepan suamiku.., tetapi suamiku selalu
mengajariku bersabar dan selalu bersikap dewasa.
Tanggal 11 -08-2007 …
Hari ini aku dan mas dimas akan menghadiri acara 7 bulanan kakak ipar
aku, kami sekeluarga besar berkumpul bersama, Ayah dan ibu mertua kami
hadir, mbak Dinda adalah kakak kedua Mas dimas setelah Mas Tito,…
mbak dinda baru menikah setelah pesta pernikahanku dengan mas dimas
berjalan 2 tahun, Mbak dinda memang pengen cepet-cepet punya anak.
Aku dan mas dimas selalu diberondong pertanyaan, kapan punya anak…?
kapan nyusul kami…? atau kapan mau beri Mama sama papa Cucu..?
Malam itu Aku hanya tersenyum simpul, karena belum mampu memberi jawaban pada mertua.
Tanggal 12-10-2007 …
Kami baru saja merayakan ulang tahun pernikahan kami yang ke 3,dan
hari ini aku sengaja memasak banyak dan dengan maksud untuk aku antar
kerumah
mertua.Dan nanti malam
bisa dinner bersama suami tercinta. Aku buatkan dendeng daging kesukaan
bapak dan rendang kesukaan ibuk… Pagi ini mas dimas berangkat lebih
awal, tapi sudah sempat aku buatkan sarapan. aku sampai dirumah mertuaku
pukul 10 pagi dan disambut dengan keadaan yang sedikit membuat aku
binggung.
Ketika Aku buka pintu rumah, yang menyambutku adalah seorang wanita
yang belum pernah aku lihat sebelumnya, dia bertanya, maaf anda mencari
siapa?….,aku kebingungan dengan pertanyaan orang ini, Saya mencari bapak
dan ibu surya… saya menantunya.. nama saya Citra…, anda tamu disini?…
lantas wanita berpostur tinggi dan berwajah manis itu lantas keluar
rumah dan tidak berkata apa-apa lagi.
Ayah tetap menyambut dengan baik sedangkan ibu berada dikamar, kata
ayah tekanan darah ibu sedikit naik dan harus beristirahat saja dikamar.
Aku tidak sempat menemui ibu, akhirnya pukul 14.00 aku kembali kerumah.
aku dapatkan pesan Sms dari suamiku, beliau bilang akan pulang
terlambat.
Tak apa lah, yang penting aku nanti beliau dan sudah menyiapkan makan
malam, aku siapkan semua makanan kesukaannya, aku tata dimeja dan
merias wajahku dengan cantik, aku pakai baju terbaikku, akuingin
menyenangkan hati suamiku sepulang di kerja…, aku nanti sampai jam 8,
beliau belum juga datang,, aku tunggu sampai sejam kemudian, aku
panaskan makanan yang hampir dingin dan aku terus melihat jam dinding
yang berdetang terus, aku tertidur hingga kulihat jam sudah menunjukkan
pukul 00:09… Suamiku belum juga datang, perasaan kawatir dan gelisah
sontak menghantuiku,, aku takut terjadi apa-apa dengan beliau, aku
mencoba menelfon Hpnya, ternyata tidak bisa tersambung, aku telfon
sampai puluhan kali tetap saja tidak ada jawaban darinya… aku semakin
binggung dan kawatir, dimana suamiku berada….
YA ALLAH… lindungi dia dimana berada,, aku kawatir sekali, hingga
berkali-kali aku buka pintu rumah, siapa tahu beliau segera datang, tapi
hingga pukul 03:00 beliau tak kunjung datang, aku hanya bisa pasrah dan
mendoakannya, dimanapun berada agar selalu diberi keselamatan.
Akhirnya jam 06:00 aku terbangun diatas meja makan aku tertidur,
memang suamiku tidak pulang hari ini, Aku lega dapat Sms Pada pukul
07:30 kata beliau, kemalaman di jalan, akhirnya harus bermalam di hotel,
dan pulang nanti pukul 09:00, aku tersenyum lega, walau sedikit kecewa
semalam aku gagal menunjukkan rasa sayangku pada suamiku, tapi tak apa
lah.
Tanggal 13 -11-2007
Aku sakit… kepalaku pusing dan mual, dari pagi aku hanya tertidur
tanpa bisa berbuat apa-apa, Mas dimas juga mengorbankan pekerjaannya
untuk menungguku, padahal aku sudah bilang agar dia tidak usah bolos,
tapi demi aku mas dimas rela meninggalkan pekerjaannya, aku sangat
senang , beliau suapi aku , menungguku dan memberiku hiburan seharian
penuh, dari pagi hingga pukul 15:00 beliau menemaniku, aku rasa juga
keadaanku cukup baik, akhirnya ketika tahu mas dimas tertidur lelah
setelah menunggu aku, aku ingin memasakan beliau makanan, tapi ketika
aku didapur kepalaq pusing sekali , sampai-sampai aku tergelincir dan
kurasa kepalaq terbentur sesuatu……..
Tanggal 05-05-2008 …
Pukul 23:07 Aku terbangun, aku melihat keadaanku yang sangat berbeda
dari sebelumnya, Aku berasa di sebuah kamar, aku memakai alat bantu
nafas, dan infus ada dimana-mana ditubuhku. Aku tidak ingat sekarang
hari apa,dan tanggal berapa, tak lama kemudian, suster masuk dalam
kamarku dan segera memeriksa aku lagi, rasanya lemah dan sangat
menyakitkan, tubuhku kurus sekali…
aku sadar ketika tanganku meraih pipiku, dan rasanya tubuhku yang
sehat dulu sudah habis dimakan waktu, ketika aku sadar dan melihat
kalender, hampir setengah tahun aku tertidur tak sadarkan diri, YA ALLAH
aku koma selama ini.
Tanggal 06-05-2008 …
pagi-pagi sekali Ayah dan Ibuku sudah berada di rumah sakit, beliau
nampak senang dan sedih ketika melihat keadaanku, ibuku tak
henti-hentinya menitihkan air mata, dan ayah hanya mengelus dahiku,
veliau berkata, kamu akan ayah dan ibu rawat dirumah…, aku terheran dan
terkejut.., kenapa yah? mana mas dimas….?
ayah hanya diam dan ibu semakin menangis, aku semakin bingung dengan
ini, aku harap itdak pernah terjadi apa-apa waktu aku terbaring koma…,
aku bertanya pada ayah, dimana mas dimas berada, ayah hanya terdiam dan
pergi keluar kamar, disusul dengan ibu.
Aku menangis, aku sedih dan bingung sebenarnya apa yang terjadi,
setelah beberapa saat, suster dan dokter masuk kedalam ruangan untuk
memberiku obat, dokter berkata, beberapa hari lagi aku boleh pulang,
setelah itu aku bertanya lagi, apakah suami ku pernah mengunjungiku…,
aku terkejut ketika dokter berkata, suami anda terakhir memantau keadaan
anda dua bulan yang lalu, dan tidak pernah kembali lagi kerumah sakit.
aku hampir tak percaya dan menitihkan air mata, apakah mas dimas sesibuk
itu hingga tidak bisa menemuiku sebentar saja….
16-05-2008 …
Aku pulang , tubuhku semakin sehat aku semakin ingin tahu sebenarnya
ada apa, ketika aku koma, aku nekat menelfon suamiku, akhirnya ada
jawaban darinya…,halo…. halo mas ini aku istrimu citra…., citra??… citra
dimana kamu.., apakah saya mimpi…? ini pasti tidak benar, dokter
mengatakan kamutidak akan sembuh, tapi kenapa?… siapa ini…!!? mas.., ini
aku citra mas…istrimu, aku sudah keluar dari rumah sakit, aku kangen
sama mas,, kapan kita bisa bertemu mas…? tut…. tut…. tut…., tiba-tiba,
terputus tanpa sebab. setelah aku coba lagi pulsa hp ini sudah habis,…
aku hampir putus asa, tetapi beberpa saat kemudian, ada sms yang aku
terima, pesan ” silahkan besok kamu datang kerumah ayah dan ibu, kami
mau bicara serius dengan kamu ”
aku balas “iya, saya pasti datang ”
tanpa sepengetahuan orang tua ku.
17-05-2008 …
aku berangkat pukul 08:00, dengan alasan kekampus untuk mengurus
administrasi kuliahku, aku berharap aku bisa dapatkan penjelasan yang
sejelas-jelasnya, kenapa ayah dan ibuku membayawku pulang, dan mas dimas
yang sudah lama tidak menemuiku di rumah sakit…, aku sangat penasaran
dan sangat ingin tahu apa yang terjadi selama ini, …
.. pukul 09:30, aku terkejut melihat banyak tamu, aku semakin heran
ketika memasuki rumah ada penghulu dan seseorang duduk didepannya yang
sedang berbicara santai, seseorang berkata padaku agar cepat menemui
bapak dan ibu surya, yang tidak lain adalah mertuaku, aku belum tahu
siapa yang akan melangsungkan akad nikah, akhirnya aku bertemu ibu
mertuaku, tak lama ayah mertuaku datang dan disusul dua orang laki-laki
dan perempuan, aku duduk di ruang kerja, ketika ibu masuk aku ingin cium
tangannya, tapi aku sangat terkejut ketika dia mengacuhkan aku, lantas
aku terdiam, terjadi perbincangan yang tidak anak aku lupakan sampai
akhir hayatku….
ibu : silahkan duduk…,,, bagaimana keadaan kamu?… sembari minum teh
aku : alhamdulilah bu, saya sudah lebih baik..,
ibu : iya saya harap juga begitu…!
Ayah :……. ( hanya diam dan menarik nafas panjang )
aku : ayah sehat ?
Ayah : iya , kamu bisa lihat, ayah sehat…, ayah rindu dengan kamu,
Aku : syukurlah Ayah , citra juga…,
Ibu : sebaiknya kita tidak usah berpanjang lebar dan ber basa-basi lagi…
Aku : maksud ibu,,…?
Ayah : saya mau ketoilet sebentar…
Aku :… silahkan ayah…
Ibu : Saya harap kamu paham, dengan maksud saya undang kamu kesini,
aku : saya kurang mengerti ibu…?
Ibu : langsung saja ya citra.., selama 6 bulan kamu koma, dimas menjadi
seperti orang pikun, ling-lung…, dia itu hampir stress karena memikirkan
kamu…
aku :benar begitu ibu..?
ibu : benar,,, tapi saya tidak tinggal diam, saya tidak mau kekecewaan
anak saya berlarut-larut.. toh masa depannya masih panjang,
aku : apa maksud ibu….? saya benar-benar tidak mengerti…
ibu : lho..lho… memangnya orang tuamu belum membicarakan apapun ke kamu?
aku :….
ibu : kamu dengar ya! dulu sebelum kamu koma lama itu, kamu itu
sebenarnya hamil, dan terjatuh…, saya sangat prihatin dan kehilangan
calon cucu saya…, saya juga tidak tega kalau anak saya terus-terusan
terpuruk karena kamu, usahanya gak karuan, makan jarang, tiap hari
menunggu kamu dirumah sakit,, saya terus terang keberatan,
aku:…
ibu : nah asal kamu tahu sekarang dimas sudah dapat calon istri baru
yang masih punya rahim sehat, dan bisa kasih saya cucu, tidak seperti
kamu, yang sudah tidak bisa lagi hamil,
aku :…. ( menitihkan air mata )… maksud ibu rahim saya diangkat?…..
ibu : iya, nah maksud saya, kamu datang kesini, mau tanda tangan
surat persetujuan perceraian, atau persetujuan bahwa kamu bersedia di
poligami…!
aku :…….
Rasanya bak disambar kilat, lidahku tak sanggup berkata-kata lagi…
rasanya hatiku hancur dan ingin mati saja… aku sangat terpukul, dengan
ini,suamiku akan menikah lagi, lalu aku? apa yang harus aku lakukan…
Ibu : saya harap kamu bisa mengerti…, kalau kamu mencintai dimas,
seharusnya kamu sadar dan paham, jika dia punya anak dia akan bahagia..!
aku terdiam sesaat, aku berfikir untuk kebaikan bersama, aku rasa aku
juga harus merelakan mas dimas, aku tahu ini berat… tapi apa yang bisa
aku lakukan untuk dia selain ikhlas, aku juga bukan wanita sempurna
lagi, aku tidak bisa memberi dia hal yang paling diinginkan dalam
hidupnya, yaitu anak.
aku: baiklah bu… saya akan setuju, dan saya rela dimadu atau dicerai mas dimas….
ibu : bagus…, ayo sekarang kita lihat prosesi akat nikah, sebelumya tanda tangan disini…!
aku :… ( gemetar memegang penah dan menandatanganinya )… (menitikkan air mata )…
Hatiku hancur, melihat suamiku bersanding dengan wanita lain, dan
wanita itu adalah wanita yang dulu pernah kulihat dirumah ini
sebelumnya, tapi aku harus tegar, aku harus kuat, ini juga demi
kebahagiaan suamiku.
Prosesi selesai dan aku bergegas pulang kerumah, tanpa q tahu mas
dimas mengjarku sampai depan gerbang…, aku lihat dia sangat tertekan dan
menangis ketika melihat keadaanku yang kurus dan kurang sehat, dia raih
tanganku, dan berkata ” maafkan papa ya ma…, papa berdosa kepada mama,
papa sangat menyesal dan sudah tidak pantas lagi …, kalau mama membenci
papa, papa rela mama benci sampai kapanpun, ….” mas dimas menangis
sejadi-jadinya di pangkuanku.., aku usap air matanya dan berkata ”
sudahlah mas…, sudah tidak ada lagi yang perlu di sesali, aku sudah
memaafkanmu, aku selalu mencintaimu, sampai kapanpun, walaupun kita
sudah bercerai sekarang…, berbahagialah! aku bahagia jika melihatmu
bahagia…”..
aku meninggalkannya tanpa menoleh lagi kebelakang.
Tanggal 19-11-2008 …
Aku berada dirumah sakit lagi karena terjadi infeksi pada rahimku
,rasanya sakit sekali….. seharusnya aku tahu mungkin sebentar lagi aku
dipanggil Olen NYA.., aku harap semua memaafkan aku, untuk mantan
suamiku, ayah ku, ibuku, dan semua saudaraku… aku menyayangi kalian
semua.
Laptop masih menyalah ketika mantan suami citra datang kerumah sakit
dan membaca semua catatan yang dia buat…, Pria itu menangis sejadinya
dan tak henti-hentinya berteriak dan menjerit minta maaf pada mantan
istrinya itu.
Subhanallah ……
Pribadi yang BERDZIKIR ITU INDAH : ..
Setiap KALAMNYA adalah DAKWAH …
Setiap DIAMNYA adalah DZIKIR …
Setiap NAPASNYA adalah TASBIH …
Setiap PANDANGAN MATANYA adalah RAHMAT …
Setiap SUARA TELINGANYA selalu TERJAGA …
Setiap PIKIRANNYA adalah BAIK SANGKA …
Setiap GERAK HATINYA adalah DOA …
Setiap SENTUHAN TANGANNYA adalah SEDEKAH …
Setiap LANGKAH KAKINYA adalah JIHAD …
Kekuatannya adalah SILATURAHMI …
Kesibukannya adalah ASYIK MEMPERBAIKI DIRI …
Kerinduannya adalah TEGAKNYA SYARIAT ALLAH SWT …
Semoga kita dapat mengambil pengetahuan yang bermanfaat dan bernilai ibadah. .. AAMIIN ..
Wallahu’alam bishshawab, ..
Wabillahi Taufik Wal Hidayah, …
Salam Terkasih ..
Dari Sahabat Untuk Sahabat …
… Semoga tulisan ini dapat membuka pintu hati kita yang telah lama terkunci …
~ o ~
Salam santun dan keep istiqomah …
— Jika terjadi kesalahan dan kekurangan disana-sini dalam catatan ini
… Itu hanyalah dari kami … dan kepada Allah SWT., kami mohon ampunan …
—-
Semoga bermanfaat dan Penuh Kebarokahan dari Allah …
Silahkan DICOPAS atau DI SHARE jika menurut sahabat note ini bermanfaat ….
#BERSIHKAN HATI MENUJU RIDHA ILAHI#
————————————————
…. Subhanallah wabihamdihi Subhanakallahumma Wabihamdika Asyhadu Allailaaha Illa Anta Astaghfiruka Wa’atuubu Ilaik ….
Bismillahir-Rah maanir-Rahim … Ketika kita wafat, maka kita akan
dikebumikan dan setelah beberapa tahun tubuh kita akan menjadi
tulang-belulang. Beberapa tahun kemudian tulang-belulang itupun akan
hancur dan berubah menjadi semacam biji, dan di dalam biji tersebut,
kita akan menemukan satu tulang yang sangat kecil disebut ‘ajbudz dzanab
(tulang ekor). Dari tulang inilah kita akan dibangkitkan oleh Allah
azza wa jalla pada hari kiamat.
“Tiada bagian dari tubuh manusia kecuali akan hancur (dimakan tanah)
kecuali satu tulang, yaitu tulang ekor, darinya manusia dirakit kembali
pada hari kiamat” ( HR. Al Bukhari, Nomor 4935
[KISAH] MENGHARUKAN, PENYESALAN TERDALAM SEORANG SUAMI
Bismillahir-Rahmaanir-Rahim …
Penyesalan memang selalu datang terlambat pada kehidupan kita, dan
penyesalan terkadang hanya memberi duka yang mendalam pada kita, disaat
mengenang kembali sejarah silam yang menjadi penyebab penyesalan itu
muncul …, demikan yang aku alami saat ini.
Duka yang teramat mendalam itu kini masih mendera dalam lubuk hatiku
yang paling dalam, saat menyadari bahwa saat ini aku tengah kembali
menyendiri, setelah setahun silam orang yang sangat mengasihi aku, orang
yang sangat peduli padaku telah dipanggil oleh Allah.
Aku adalah seorang lelaki yang telah membina mahligai rumah tangga
bersama seorang wanita sholehah sejak tahun 2004 silam, kuakui, memang
pernikahan itu terjadi karena perjodohan yang diinginkan oleh Orang tua
kami masing-masing, sebab orang tuaku dan orang tua maryam (Nama
istriku,-samaran) adalah memiliki ikatan keluarga, ..
.. meskipun ikatan itu tidak terlalu dekat, akan tetapi masa kecil
mereka hingga dewasa dan menikahnya hampir selalu bersama (Ayahku dan
ayahnya maryam berteman sejak kecil) sehingga kesepakatan untuk
menjodohkan kami selaku anak-anaknya tak bisa dielakkan lagi.
Jujur aku sendiri awalnya tidak begitu respek dengan perjodohan itu, dan
ketidak respekan itu bukan tanpa alasan, betapa tidak, pertama usiaku
dan maryam terpaut 4 tahun, saat menikah saat itu usia maryam memasuki
28 tahun sementara aku masih berusia 24 tahun. Yang kedua maryam
memiliki latar belakang pemahaman agama yang sangat kuat, sementara aku
mengenal islam hanya dari kulitnya saja (Islam KTP).
Maka dari perbedaan itulah membuat aku jadi tidak respek dengan
rencana perjodohan itu, sementara kudengar dari beberapa teman kampusku
yang mengenal organisasi dimana maryam bernaung, katanya hampir semua
bahkan mungkin semua wanita seperti maryam yang taat dalam memegang
syariat islam serta menggunakan jilbab syar’i memiliki impian bisa
menikah dengan lelaki yang memiliki ketaatan yang sama seperti mereka,
lelaki sholeh, berjenggot dengan celana diatas mata kaki.
Dan aku sendiri yakin saat perjodohan itu direncanakan, ada sejuta
protes dihati maryam menyadari bahwa lelaki seperti akulah yang
dijodohkan dengannya, tetapi kondisilah yang tidak membuatnya sanggup
untuk melawan keinginan orang tuanya, apalagi aku juga sangat mengenal
watak orang tua maryam yang keras.
Begitulah.., tak pernah terlintas dalam benak kami berdua bahwa
justru berbagai perbedaan itu menyatukan kami berdua dalam sebuah ikatan
pernikahan yang suci, dan setuju atau tidak, ikhlas atau tidak akhirnya
tahun 2004 itulah awal kebersamaan kami menjalani biduk rumah tangga.
Usai pernikahan tersebut dilaksanakan, terasa ada banyak hal yang
lain kurasakan, betapa tidak, aku lelaki yang tidak memiliki bekal
pengetahuan agama lantas harus menikah dengan seorang gaids muslimah
yang taat dan berjilbab lebar, banyak hal berkecamuk dalam benakku,
haruskah aku hidup dalam bayang-bayang istriku dan turut ikut arus
dengan kehidupannya yang kental dengan agama itu?, ..
.. atau sebaliknya haruskah aku memaksanya untuk ikut arus dengan
kehidupanku yang santai dan apa adanya?, fikiran2 itulah mulai muncul
dalam benakku diawal pernikahan kami, dan aku sendiri bingung mau dibawa
kemana biduk rumah tangga kami yang dibangun dengan banyak perbedaan
ini.
Jujur, sebenarnya aku melihat dan menyaksikan sendiri bahwa istriku
adalah istri yang sangat baik, melayaniku sepenuh hati dalam segala hal,
meskipun aku tahu mungkin tidak ada cinta dihatinya untukku, tetapi tak
sedikitpun kata-kata protes keluar dari bibirnya.
Setiap hari aktifitas ibadahnyapun masih terus berlangsung tanpa
sedikitpun mengusik ketenanganku, maksudku, tak sedikitpun dia mengoceh
memintaku untuk sholat bila tiba waktu sholat, semuanya berlalu begitu
saja. Demikian pula aku sering mendapatinya selalu eksis mendirikan
sholat malam dan akupun tak pernah memprotesnya.
Waktu terus berlalu dan tanpa terasa pernikahan kami telah membuahkan
hasil, dimana setahun setelahnya lahirlah bayi mungil hasil pernikahan
kami, bayi laki-laki yang akhirnya kuberi nama frans meskipun ibunya
cenderung memanggilnya ahmad, lucu memang, bila bayi itu berada
ditanganku, maka aku memanggil dia dengan sebutan frans, biar keren dan
ikut perkembangan zaman (Cara pandangku terhadap nama-nama anak dizaman
modern ini), ..
.. sementara bila sikecil mungil itu berada dalam buaian maryam, maka
namanya berubah menjadi ahmad, pernah bebrapa kali aku menegurnya :
‘Hei.., dizaman semodern ini koq masih pakai nama ahmad sih .. yang
keren dikit dong, seperti nama yang sudah kukasi padanya “FRANS”, supaya
gak malu-maluin .., zaman modern koq masih pakai nama ahmad, apa kata
dunia …’ itulah celotehku setiap kali mendengar istriku memanggil frans
sikecil jagoanku dengan sebutan ahmad. Tetapi tak ada sedikitpun maryam
menanggapi celotehku, dan semua berlalu begitu saja.
Jujur ada satu hal yang paling membuat aku jengkel dari istriku,
ditengah aktifitas kantorku yang padat, dari dulu sampai memasuki
setahun pernikahan kami pasti setiap hari selasa dia selalu meminta
diantarkan kerumah Gurunya (Murobbiyah-), katanya tarbiyah, ..
.. dan pasti setiap hari selasa itu pertengkaran pun sering terjadi,
betapa tidak, aku yang sibuk dengan pekerjaan kantor harus menerima
telepon dan sms darinya meminta diantarkan kerumah gurunya itu, dan
kalau telepon dan sms2nya gak dibalas pasti akan disusul dengan telepon
dan sms susulan “Abi, tolong antarkan ummi tarbiyah dong, tinggal sejam
lagi tarbiyah akan dimulai” ..
.. begitu gambaran smsnya padaku menjelang waktu tarbiyahnya dimulai,
dan selalu dikirimnya dengan sms susulan yang bunyinya tambah memelas
penuh pengharapan, dan akhirnya membuatku mau tidak mau harus pulang
kerumah dan mengantarnya ketempat tarbiyahnya, ..
.. pokoknya sejak saat itulah setiap hari selasa pasti masalah yang
timbul itu2 saja, dan aku sangat jengkel sekali bila haru pulang rumah
dari kantor hanya untuk mengantar dan menjemputnya lagi.
Jadinya sebelum mengantar dan menjemputnya pasti selalu diawali
dengan pertengkaran kecil. aku sendiri sudah pernah memperingatnya untuk
berhenti menekuni tarbiyahnya itu, tetapi disetiap permintaan itu
kulontarkan, pasti air matanya akan mengucur deras sambil berujar ..
“abi, maafkan ummi, bukannya ummi tidak mentaati perintah abi, tapi
ummi mohon jangan putuskan tarbiyah ummi, sebab bila itu terjadi, pasti
hati ummi akan terasa gersang karenanya, sebab dari waktu sepekan, hanya
ada satu hari ummi berkumpul dengan teman-teman ummi dan membicakan
kondisi ummat saat ini serta hal-hal lain yang bisa membuat ummi merasa
damai dalam menjalani hidup ini”
Hmm.., jujur mendengar permintaannya yang memelas itu sedikit
membuatku tergugah dan sedikit penasara, apa sih tarbiyah itu?, koq
istriku selalu memberi alasan bahwa hatinya akan selalu tenang dan damai
kalau ikut tarbiyah, maksudnya apa sih, gak faham deh…’ ujarku dalam
hati.
Dan hal lain yang membuatku tidak suka adalah panggilan sayangnya
padaku “Abi”, huhhggg..apa gak ada panggilan yang lebih keren apa??,
papi kek, kang mas kek, koq panggil Abi…, pernah beberapa kali saat
tamuku dari kantor datang kerumah kupanggil dia dengan sebutan mami saat
aku minta dibuatkan minuman, ..
.. tetapi malah di jawabnya iya abi, huuhhgg jengkelnya aku saat itu,
entahlah, mungkin karena sudah terbiasa jadinya dia selalu keceplosan,
padahal sudah ada kesepakatan sebelumnya bahwa panggilan abi dan ummi
itu kuizinkan diberlakukan saat berdua saja, selebihnya harus komitmen
dengan panggila papi dan mami, tetapi dasar dikarenakan apa, selalu saja
dia lupa dengan kesepakatan itu.
Pendengar nurani yang baik ..
Kuakui bahwa istriku begitu baik padaku, bahkan dimataku
hampir-hampir tak ada cacat dan celahnya kebaktiannya padaku, dari sisi
biologis aku selalu dipenuhi, keperluan hariankupun tak sedikitpun
terlalaikan olehnya, tetapi yang membuat aku sangat jengkel aktifitas
dakwahnya masih terus jalan, bahkan teman-temannya selalu datang kerumah
untuk menimba ilmu darinya, ..
.. katanya Mutarrobbinya, jujur aku sebenarnya gak masalah bila ada
yang datang bertamu kerumah, tetapi kalau sudah ditentukan hari yang
rutin kemudian dengan jumlah tamu yang berpakaian sama dengan jumlah
yang tidak sedikit, apa nantinya tanggapan para tetangga, dan hal itupun
menjadikan pertengkaran kecil diantara kami.
“Mi, aku malas jadi bahan omongan orang, katanya kita memelihara
aliran sesatlah, aliran yang tidak jelaslah, bisa nggak sih untuk yang
satu ini mami ikuti permintaan papi, tolong.., jangan bawa teman2 mami
itu kerumah.., apalagi mereka ngumpul hampir setiap pekan sekali…”
celotehku disuatu hari.
“Astagfirullah abi, mengapa abi mempersoalkan pandangan tetangga
ketimbang pandangan Allah, insya Allah dalam rutinitas trabiyah ummi ini
tidak sedikitpun kaitannya dengan aliran sesat atau apalah yang mereka
tuduhkan, semua ini hanyalah pengajian biasa yang hanya memperdalam
halafaln al-qur’an dan hadist dan mengevaluasi diri-diri kita melalui
majelis ilmu seperti ini, tidak lebih abi..demi Allah…”
“Hahh.., pokoknya papi tidak setuju, apapun alasannya…, kalau mami
mau menghidupkan majelis-majelis ilmu seperti yang mami bilang itu, maka
silahkan cari tempat lain, jangan dirumah ini…” ujarku lagi
“Tapi abi.., kalau ummi mencari tempat lain itu artinya akan menjadi 2
hari dalam sepekan ummi keluar rumah, dan itu artinya akan menyita
waktu abi untuk antar-jemput ummi, bukankah abi tida suka direpotkan..?,
ummi mohon sama abi.., mohon diizinkan.., semoga dengan berlalunya
waktu para tetangga perlahan-lahan akan faham, dan insya Allah ummi pula
akan bersilaturahim kerumah ibu-ibu tetangga untuk bersosialisasi
dengan mereka tentang hal ini, insya Allah mereka faham dan akan balik
mendukung majelis ini, ummi hanya memohon dukungan abi..”
“hah..terserah mami saja deh..pokoknya papi tidak akan ikut campur
bila ada para tetangga yang mengamuk gara-gara masalah ini.., dan
kalaupun itu terjadi, silahkan mami sendiri yang berurusan dengan
mereka..!!” celotehku sambil berlalu meninggalkan istriku yang tertunduk
diam, kudengan suara paraunya berujar “Insya Allah abi..”
Perjalan waktu semakin membawa pernikahan kami pada usia yang lebih
dewasa, dan Alhamdulillah ditahun ke 3 pernikahan kami, lahir lagi bayi
mungil kecil dari rahim istriku, bayi mungil berjenis kelami perempuan
itu kuberi nama Jesica (agar lebih keren), meskipun seperti halnya
frans, istriku memberi nama lain jesica dengan panggilan fatimah, ….
aduhh … kuno bangett .. ujarku dalam hati mendengar panggilan fatimah
dari mulut istriku saat menggendong jesica.
Dan begitulah, terasa aneh memang, persatuan kami dalam sebuah ikatan
pernikahan tidak lantas membuat kami bersatu dalam hal-hal yang
prinsip, termasuk pada pemberian nama putra-putri kami, jadilah 2 nama
sekaligus disandang oleh Putra-putri kami, FRANS dan JESICA sapaan
akrabku untuk kedua permata hatiku, sementara AHMAD dan FATIMAH sapaan
akrab ibunya untuk keduanya, ..
.. terasa aneh memang tetapi itulah yang telah terjadi dalam
pernikahanku, tidak hanya itu saja, dalam panggilan aku dan istrikupun
sering ada perbedaan yang kontras diantara kami, aku terbiasa
menggunakaan sapaan PAPI dan MAMI untuk kami berdua, sementara istriku
terbiasa dengan gelar ABI dan UMMI, pokoknya aneh banget kalau di
bayangkan, tetapi itu realita.
Suatu hari terjadi pertengkaran hebat antara aku dan maryam, seperti
biasa masalahnya adalah mengantarnya ketempat tarbiyahnya, saking
jengkelnya karena sudah kuperingati agar berhenti dari aktifitas itu,
akhirnya aku tidak menggubris permintaannya, kumarahi dia dengan
kemarahan yang luar biasa marahnya menanggapi permintaan itu, bahkan
kepadanya kulontarkan makian tak layak dilontarkan karena saking
ngototnya istriku meminta diantarkan ketempat tarbiyahnya.
“Dasar istri durhaka, ditaruh dimana ilmu yang kau pelajari hah
samapi-sampai begitu kerasnya membatah keinginan suami?, atau memang kau
mau cari-cari alasan ya supaya papi murka dan naik pitam?, bukankah
papi sudah ingatkan kalau masalah mengantar saja yang selalu jadi soal,
maka berhenti…, apa susahnya sih?, tapi kalau mami mau ngotot ikut
tarbiyah itu lagi, silahkan.., jalan sendiri dan pulang kerumah juga
sendiri, amankan..?, ..
.. jujur sebenarnya papi dari dulu tidak rspek dengan aktifitasmu
ini, tapi karena setiap kali kau memohon dengan tetesan air mata maka
papipun mengizinkannya, tapi kalau begini caranya kayaknya papi sudah
tidak respek lagi deh, jadi untuk kali ini mami dengarkan papi ‘TOLONG
BERHENTI IKUT TARBIYAH itu, titik..!!!” ujarku dengan kemarahan yang
sudah memuncak sampai keubunn, hingga akhirnya dia melontarkan kata-kata
yang membuatku sedikit terdiam tak berkutik.
“Abi, andai tidak menjaga kehormatanku sebagai seorang istri yang tak
pantas keluar rumah tanpa mahrom, maka mungkin ummi tidak akan pernah
memelas seperti ini pada abi, dan mungkin ummi sudah keluyuran sendiri
sesuka hati ummi layaknya wanita-wanita lain yang kelayapan sesuka hati
mereka mesti tanpa sepengetahuan suami-suami mereka, ummi hanya ingin,
agar kemurkaan Allah tidak menimpa ummi mana kala ummi harus bepergian
tanpa mahrom, ..
.. padahal ummi telah memiliki mahrom, apalagi kantor abi sangat
dekat dengan rumah kita dan waktu tarbiyah ummipun selama ini bertepatan
dengan waktu istirahat kantor abi, apa ummi salah bila ummi meminta
sedikit waktunya abi untuk sekedar mengantar ummi ketempat tarbiyah.
Maafkan ummi bila sudah membuat abi marah, hukum ummi bila
salah..cambuk ummi bila ummi khilaf.., tapi sekali lagi semua ini ummi
lakukan untuk menjaga kehormatan ummi sebagai seorang istri, terus
terang ummi sering merasa cemburu dengan teman-teman tarbiyah ummi, ummi
cemburu melihat keahagiaaan mereka yang begitu datang tarbiyah diantar
oleh suami-suami mereka dengan penuh cinta, ..
.. dikecup keningnya sebelum mereka berpisah, dan dijemput lagi
dengan penuh kesabaran meskipun suami-suami mereka jauh lebih sibuk dari
abi.
Bahkan ummi sangat cemburu melihat salah seorang teman ummi yang
rumahnya tidak jauh dari tempat tarbiyahnya, tetapi suaminya tak
sedikitpun membiarkan istrinya keluar rumah tanpa didampinginya lalu
ditinggalkalah pekerjaannya hanya untuk mengantar istrinya ketempat
tarbiyah yang sebetulnya tak jauh dari rumahnya, sekali lagi maafkan
ummi abi…” jawab istriku dengan deraian air mata, mendengar semua itu
hatiku sedikit tersentuh, ada semacam keharuan mengalir dari dalam
hatiku, akan tetapi buru-buru perasaan itu kutepis dan berlalu
meninggalkannya.
Hingga suatu hari ketika usia pernikahan kami memasuki tahun ke lima,
terjadi kejadian tragis pada istriku, sebuah kejadian yang membuat mata
hatiku terbuka dan menyadari kekhilafanku selama ini, yah, suatu hari
istriku meminta diantarkan tarbiyah dan dengan hati yang menggerutu aku
mengantarnya ketempat tarbiyahnya, ..
.. tetapi sebelumnya aku sudah ingatkan dia agar setelahnya dia naik
angkot sendiri untuk pulang kerumah, pada hari itu aku sebetulnya tidak
sedang banyak kerjaan, bahkan saat itu aku sedang santai dirumah bersama
kedua permata hatiku yang memang hari itu aku minta pada istriku untuk
meninggalkan mereka dirumah bersama ibuku (nenek dari anak-anakku),
hingga beberapa waktu kemudian datang sebuah sms di hpku, ..
.. ya, sebuah sms dari istriku yang berbunyi “Assalamu ‘alaikum,
afwan abi, alhamdulillah ummi sudah selesai tarbiyah, bisa jemput ummi
sekarang ??” begitulah isi sms dari istriku yang hanya kubaca saja lalu
kuletakkan kembali hpku.
Beberapa menit kemudian masuk lagi sms darinya dengan bunyi “afwan
abi, semua teman-teman ummi sudah dijemput suami-suaminya, tinggal ummi
sendiri disini, tuan rumahnya mau keluar sekelurga (maksudnya
murobbiyahnya sekeluarga), sementara waktu mau magrib, tolong jemput
ummi ya..?” isi sms itu lagi, tapi lagi-lagi sms itu hanya kubaca dan
kuletakkan kembali hpku di meja TV.
Beberapa kali kudengar hpku berdering dan aku berfikir bahwa itu
telepon dari istriku, hingga sms terakhir darinya kembali masuk ke hpku
“afwan abi, abi sakit ya, ya udah kalau gitu, ummi mohon izin naik
angkot aja, doakan ummi semoga sampai dengan selamat kerumah ya,
uhibbuka fillah” isi sms istriku yang ke tiga kalinya, hatiku lega saat
membaca sms itu, dan itu artinya aku tak perlu lagi menjemputnya, aku
sendiri berharap bahwa ini adalah awal yang baik baginya, supaya
kedepannya dia bisa mandiri dan berangkat sendiri ke tempat tarbiyahnya
sendiri.
Malam semakin larut namun istriku tak kunjung tiba kerumah, padahal
prediksiku dua jam yang lalu seharunya dia tiba dirumah, tapi kok hingga
2 jam berlalu dia tak kunjung tiba, ada apa gerangan??, apa dia tidak
tahu jalan pulang?, aduh gimana nih..? ujarku dalam cemas, beberapa kali
aku hubungi nomor hpnya tapi tidak dijawab-jawab dan itu membuat aku
lebih bertambah cemas, ..
.. ditambah lagi dengan frans yang mulai rewel karena mungkin rindu
dengan ibunya, sebab memang hari ini adalah hari pertama ibunya tarbiyah
tannpa mengajak frans dan jesica, ada apa dengan maryam ya.., ya Allah
ada apa dengan istriku?, ujarku semakin cemas, dan entah mengapa malam
itu perasaanku sedikit berbeda dari biasanya, aku merasakan seperti
sangat mencinta istriku dan begitu takut kehilangannya, .. bahkan aku
merasa bahwa hari itu entah mengapa rasa rinduku tiba-tiba mulai
menyelinap dalam bathinku, ada apa ini.
Pendengar, hingga beberapa jam kemudian hpku berdering dan
Alhamdulillah ternyata nomor istriku menelpon, hatiku sangat girang saat
itu, dengan buru-buru kuangkat teleponnya
“hallo..,mami dimana..?, koq belum nyampe-nyamope?” tanyaku dengan nada
cemas, tetapi alangkah kagetnya aku ketika kudengar bukan suaranya yang
menjawab melainkan suara seorang wanita yang sangat asing ditelingaku.
“maaf pak, hp ini milik istri bapak ya?, begini pak, tadi sore sekita
3 jam yang lalu istri bapak mengalami kecelakaan, beliau di tabrak
mobil saat keluar dari mesjid dan tubuhnya menghatam tembok pagar
mesjid, …
.. sepertinya beliau lagi nunggu angkot dan singgah sebentar untuk
sholat magrib dimesjid, mobil yang menabraknya sudah melarikan istri
bapak kerumah sakit terdekat tetapi ditengah perjalanan karena banyaknya
darah yang keluar istri bapak meninggal dunia, sekarang istri bapak di
RS FULAN tepatnya dikamar jenazah, mohon bapak segera datang” jawab
wanita itu terbata memberikan keterangan atas kondisi istriku, dengan
sedikit gemetar seakan tak percaya tiba-tiba HP yang ada dalam
genggamanku terlepas dan terjuntal kelantai.
Air mataku tiba-tiba turun dengan deras dari kelopak mataku, sedih..,
menyesal atas semua tindakanku selama ini padanya, dan dengan masih
perasaan tak percaya aku segera bergegas menuju RS yang telah ditunjukan
padaku, bergegas aku kekamar zenajah mengikuti arahan salah seorang
petugas jaga, ..
.. dan Subhanallah, kusaksikan dengan mata kepalaku sendiri tubuh
istriku yang terbaring kaku bersimbah darah, ditubuhnya masih lengkap
dengan pakaian syar’i, menurut salah seorang wanita yang berdiri tak
jauh dari ranjang dimana istriku dibaringkan (Wanita yg menelpon aku
ddan mengabarkan istriku kecelakaan), menurutnya mereka dan tim medis
sengaja tidak membuka pakaian yg dikenakan wanita itu atas permintaannya
saat sekarat manakala dilarikan ke RS, ..
.. beliau meminta agar jangan sampai ada lelaki yang menyentuhnya dan
membuka auratnya sampai keluarganya datang menjemputnya, wanita
tersebut menuturkan dengan deraian air mata, menurutnya lagi saat
sekarat taka ada sedikitpun tanda-tanda kesakitan pada wajah istriku,
bahkan hingga nyawanya berpisah dari raganya.
Ya Allah, betapa mulianya hati istriku, hingga dalam keadaan
sekaratpun dia masih meminta agar kehormatannya tetap dijaga, perlahan
bayangan masa lalu kami kembali terpampang dalam benakku, betapa istriku
takut bepergian sendiri tanpa ada mahrom, bahwa betapa kuatnya dia
menjaga kehormatannya sebagai seorang muslimah, tetapi aku telah lalai
dari menjaganya, ya Allah ampuni aku…, ampuni aku…, terlalu banyak dosa
yang telah kuperbuat selama hidupku.
Hingga saat ini kesedihan itu masih terus menggerogoti perasaanku,
meskipun sebuah kesyukuran sendiri buatku sebab setelahnya Hidayah itu
menyapaku. Tetapi sungguh, hanya Allah yang tahu isi hati ini, bahwa
hingga hari ini aku belum bisa melupakannya dan memafkan diriku sendiri,
apalagi mengingat betapa mulianya hati istriku, jujur selama pernikahan
kami, tak pernah satupun dia kuberikan uang gajiku, bahkan dia tidak
tahu berapa penghasilanku setiap bulannya, ..
.. subhanallah, begitu sabarnya dia padaku, dan yang lebih membuatku
sangat bersedih lagi adalah tak pernah satu kalipun selama pernikahan
kami aku membelikannya pakaian yang syar’i, seingatku pakaian muslimah
syar’i yang dipakainya selama menikah denganku adalah pakaian yang
memang telah dimilikinya sebelum menikah denganku dan lagi-lagi dia
tidak pernah mengeluh padaku, ..
.. kudapati pula jubah yang dipakainya saat kecelakaan itu telah
sobek dibagian punggungnya, dan dari sobekan itu sudah ada jahitan2
sebelumnya yang telah lapuk, andai saja dia tidak memakai jilbab besar,
mungkin sobekan itu akan terlihat jelas. dan hal lain yang membuat aku
semakin pilu adalah dokter memberikan keterangan bahwa ada janin yang
diperkirakan berusia 6 pekan dalam kandungan istriku, Yaa Allah ampuni
aku…ampuni aku ya Allah..kasihan istriku..betapa sabarnya dia
menghadapiku selama ini.
Pendengar Nurani yang baik
Alhamdulillah saat ini aku telah aktif tarbiyah, andai istriku masih
ada, pasti dia akan bahagia melihat aku saat ini yang Alhamdulillah
telah tersentuh oleh hidayah-Nya, tetapi sayang dia telah tiada, yang
tersisa hanyalah kenangannya dan juga Ahmad dan Fatimah.
Duhai mujahidahku tersayang, maafkan abi yang telah melalaikanmu..
Abi tahu berlarut-larut dalam kesedihan ini tak baik.., tetapi kesedihan ini entah mengapa tak pernah lekang dari perasaan abi..
Abi janji pada ummi, akan menjaga Ahmad dan Fatimah, mujahid dan
mujahidah kita tercinta…, insya allah mereka akan tumbuh dengan akhlak
seperti umminya atau mungkin lebih dari abi dan umminya..
Selamat jalan wahai mujahidahku tersayang, semoga Allah menerima
semua amal ibadahmu dan menempatkanmu dijannah-Nya yang tertinggi …
Aamiin …
demikian dari saya setiap kesalahan datang dari saya untuk itu saya mohon maaf dan setiap kebenaran hanya milik ALLAH SWT.
Ya Allah.. Aku berlindung padamu dari Azab dan Siksa api neraka. Aamiin
KISAH MENGHARUKAN DARI MENJUAL KEPERAWANAN
Waduh, dari judulnya sangat ‘h*t’ dan menantang
namun percayalah ini tidak seperti yang rekan pikirkan, articel ini
tidak bermuatan p*rno, saya jamin itu, malah bermuatan nilai moral yang
cukup tinggi
Wanita itu berjalan agak ragu memasuki hotel berbintang
lima . Sang petugas satpam yang berdiri di samping pintu hotel menangkap
kecurigaan pada wanita itu. Tapi dia hanya memandang saja dengan awas
ke arah langkah wanita itu yang kemudian mengambil tempat duduk di
lounge yang agak di pojok.
Petugas satpam itu memperhatikan sekian lama, ada
sesuatu yang harus dicurigainya terhadap wanita itu. Karena dua kali
waiter mendatanginya tapi, wanita itu hanya menggelengkan kepala.
Mejanya masih kosong. Tak ada yang dipesan. Lantas untuk apa wanita itu
duduk seorang diri. Adakah seseorang yang sedang ditunggunya.
Petugas satpam itu mulai berpikir bahwa wanita itu
bukanlah tipe wanita nakal yang biasa mencari mangsa di hotel ini.
Usianya nampak belum terlalu dewasa. Tapi tak bisa dibilang anak-anak.
Sekitar usia remaja yang tengah beranjak dewasa.
Setelah sekian lama, akhirnya memaksa petugas satpam itu untuk mendekati meja wanita itu dan bertanya:
” Maaf, nona … Apakah anda sedang menunggu seseorang? “
” Tidak! ” Jawab wanita itu sambil mengalihkan wajahnya ke tempat lain.
” Lantas untuk apa anda duduk di sini?”
” Apakah tidak boleh? ” Wanita itu mulai memandang ke arah sang petugas satpam..
” Maaf, Nona. Ini tempat berkelas dan hanya diperuntukan bagi orang yang ingin menikmati layanan kami.”
” Maksud, bapak? “
” Anda harus memesan sesuatu untuk bisa duduk disini ”
” Nanti saya akan pesan setelah saya ada uang. Tapi sekarang, izinkanlah
saya duduk di sini untuk sesuatu yang akan saya jual ” Kata wanita itu
dengan suara lambat.
” Jual? Apakah anda menjual sesuatu di sini? ”
Petugas satpam itu memperhatikan wanita itu. Tak nampak ada barang yang
akan dijual. Mungkin wanita ini adalah pramuniaga yang hanya membawa
brosur.
” Ok, lah.
Apapun yang akan anda jual, ini bukanlah tempat untuk berjualan. Mohon mengerti. ”
” Saya ingin menjual diri saya, ” Kata wanita itu dengan tegas sambil menatap dalam-dalam kearah petugas satpam itu.
Petugas satpam itu terkesima sambil melihat ke kiri dan ke kanan.
” Mari ikut saya, ” Kata petugas satpam itu memberikan isyarat dengan tangannya.
Wanita itu menangkap sesuatu tindakan kooperativ karena
ada secuil senyum di wajah petugas satpam itu. Tanpa ragu wanita itu
melangkah mengikuti petugas satpam itu.
Di koridor hotel itu terdapat kursi yang hanya untuk
satu orang. Di sebelahnya ada telepon antar ruangan yang tersedia khusus
bagi pengunjung yang ingin menghubungi penghuni kamar di hotel ini. Di
tempat inilah deal berlangsung.
” Apakah anda serius? ”
” Saya serius ” Jawab wanita itu tegas.
” Berapa tarif yang anda minta? ”
” Setinggi-tingginya. .”
” Mengapa?” Petugas satpam itu terkejut sambil menatap wanita itu.
” Saya masih perawan ”
” Perawan?
” Sekarang petugas satpam itu benar-benar
terperanjat. Tapi wajahnya berseri. Peluang emas untuk mendapatkan
rezeki berlebih hari ini.. Pikirnya
” Bagaimana saya tahu anda masih perawan?”
” Gampang sekali. Semua pria dewasa tahu membedakan mana perawan dan mana bukan.. Ya kan?”
” Kalau tidak terbukti? “
” Tidak usah bayar …”
” Baiklah …” Petugas satpam itu menghela napas. Kemudian melirik ke kiri dan ke kanan.
” Saya akan membantu mendapatkan pria kaya yang ingin membeli keperawanan anda. ”
” Cobalah. ”
” Berapa tarif yang diminta? ”
” Setinggi-tingginya. ”
” Berapa? ”
” Setinggi-tingginya. Saya tidak tahu berapa? ”
” Baiklah. Saya akan tawarkan kepada tamu hotel ini.
Tunggu sebentar ya. ”
Petugas satpam itu berlalu dari hadapan wanita itu.
Tak berapa lama kemudian, petugas satpam itu datang lagi dengan wajah cerah.
” Saya sudah dapatkan seorang penawar. Dia minta Rp. 5 juta. Bagaimana?”
” Tidak adakah yang lebih tinggi? ”
” Ini termasuk yang tertinggi, ” Petugas satpam itu mencoba meyakinkan.
” Saya ingin yang lebih tinggi…”
” Baiklah. Tunggu disini …” Petugas satpam itu berlalu.
Tak berapa lama petugas satpam itu datang lagi dengan wajah lebih berseri.
” Saya dapatkan harga yang lebih tinggi. Rp. 6 juta rupiah. Bagaimana?”
” Tidak adakah yang lebih tinggi?”
” Nona, ini harga sangat pantas untuk anda. Cobalah bayangkan, bila anda
diperkosa oleh pria, anda tidak akan mendapatkan apa apa. Atau andai
perawan anda diambil oleh pacar anda, andapun tidak akan mendapatkan apa
apa, kecuali janji. Dengan uang Rp. 6 juta anda akan menikmati layanan
hotel berbintang untuk semalam dan keesokan paginya anda bisa melupakan
semuanya dengan membawa uang banyak. Dan lagi, anda juga telah berbuat
baik terhadap saya. Karena saya akan mendapatkan komisi dari transaksi
ini dari tamu hotel. Adilkan. Kita sama-sama butuh… ”
” Saya ingin tawaran tertinggi … ” Jawab wanita itu, tanpa peduli dengan celoteh petugas satpam itu.
Petugas satpam itu terdiam. Namun tidak kehilangan semangat.
” Baiklah, saya akan carikan tamu lainnya. Tapi sebaiknya anda ikut
saya. Tolong kancing baju anda disingkapkan sedikit. Agar ada sesuatu
yang memancing mata orang untuk membeli. ” Kata petugas satpam itu
dengan agak kesal.
Wanita itu tak peduli dengan saran petugas satpam itu tapi tetap mengikuti langkah petugas satpam itu memasuki lift.
Pintu kamar hotel itu terbuka. Dari dalam nampak pria bermata sipit agak berumur tersenyum menatap mereka berdua.
” Ini yang saya maksud, tuan.
Apakah tuan berminat? ” Kata petugas satpam itu dengan sopan.
Pria bermata sipit itu menatap dengan seksama ke sekujur tubuh wanita itu …
” Berapa? ” Tanya pria itu kepada Wanita itu.
” Setinggi-tingginya ” Jawab wanita itu dengan tegas.
” Berapa harga tertinggi yang sudah ditawar orang? ” Kata pria itu kepada sang petugas satpam.
” Rp.. 6 juta, tuan ”
” Kalau begitu saya berani dengan harga Rp. 7 juta untuk semalam. ”
Wanita itu terdiam.
Petugas satpam itu memandang ke arah wanita itu dan berharap ada jawaban bagus dari wanita itu.
” Bagaimana? ” tanya pria itu.
”Saya ingin lebih tinggi lagi …” Kata wanita itu.
Petugas satpam itu tersenyum kecut.
” Bawa pergi wanita ini. ” Kata pria itu kepada petugas satpam sambil menutup pintu kamar dengan keras.
” Nona, anda telah membuat saya kesal. Apakah anda benar benar ingin menjual? ”
” Tentu! ”
” Kalau begitu mengapa anda menolak harga tertinggi itu … ”
” Saya minta yang lebih tinggi lagi …”
Petugas satpam itu menghela napas panjang. Seakan menahan emosi. Dia pun tak ingin kesempatan ini hilang.
Dicobanya untuk tetap membuat wanita itu merasa nyaman bersamanya.
” Kalau begitu, kamu tunggu di tempat tadi saja, ya. Saya akan mencoba mencari penawar yang lainnya. ”
Di lobi hotel, petugas satpam itu berusaha memandang satu per satu pria
yang ada. Berusaha mencari langganan yang biasa memesan wanita
melaluinya. Sudah sekian lama, tak ada yang nampak dikenalnya. Namun,
tak begitu jauh dari hadapannya ada seorang pria yang sedang berbicara
lewat telepon genggamnya.
” Bukankah kemarin saya sudah kasih kamu uang 25 juta Rupiah. Apakahitu tidak cukup? ” Terdengar suara pria itu berbicara.
Wajah pria itu nampak masam seketika
” Datanglah kemari.
Saya tunggu. Saya kangen kamu. Kan sudah seminggu lebih kita engga ketemu, ya sayang?! ”
Kini petugas satpam itu tahu, bahwa pria itu sedang berbicara dengan wanita.
Kemudian, dilihatnya, pria itu menutup teleponnya. Ada kekesalan di wajah pria itu.
Dengan tenang, petugas satpam itu berkata kepada Pria itu: ” Pak, apakah anda butuh wanita … ??? ”
Pria itu menatap sekilas kearah petugas satpam dan kemudian memalingkan wajahnya.
” Ada wanita yang duduk disana, ” Petugas satpam itu menujuk kearah wanita tadi.
Petugas satpam itu tak kehilangan akal untuk memanfaatkan peluang ini.
“Dia masih perawan..”
Pria itu mendekati petugas satpam itu.
Wajah mereka hanya berjarak setengah meter. ” Benarkah itu? ”
” Benar, pak. ”
” Kalau begitu kenalkan saya dengan wanita itu … ”
” Dengan senang hati. Tapi, pak …Wanita itu minta harga setinggi tingginya.”
” Saya tidak peduli … ” Pria itu menjawab dengan tegas.
Pria itu menyalami hangat wanita itu.
” Bapak ini siap membayar berapapun yang kamu minta. Nah, sekarang seriuslah ….” Kata petugas satpam itu dengan nada kesal.
” Mari kita bicara di kamar saja.” Kata pria itu sambil menyisipkan uang kepada petugas satpam itu.
Wanita itu mengikuti pria itu menuju kamarnya.
Di dalam kamar …
” Beritahu berapa harga yang kamu minta? ”
” Seharga untuk kesembuhan ibu saya dari penyakit ”
” Maksud kamu? ”
” Saya ingin menjual satu satunya harta dan kehormatan saya untuk kesembuhan ibu saya. Itulah cara saya berterima kasih …. ”
” Hanya itu …”
” Ya …! ”
Pria itu memperhatikan wajah wanita itu. Nampak terlalu muda untuk
menjual kehormatannya. Wanita ini tidak menjual cintanya. Tidak pula
menjual penderitaannya. Tidak! Dia hanya ingin tampil sebagai petarung
gagah berani di tengah kehidupan sosial yang tak lagi gratis. Pria ini
sadar, bahwa di hadapannya ada sesuatu kehormatan yang tak ternilai.
Melebihi dari kehormatan sebuah perawan bagi wanita. Yaitu keteguhan
untuk sebuah pengorbanan tanpa ada rasa sesal. Wanita ini tidak melawan
gelombang laut melainkan ikut kemana gelombang membawa dia pergi. Ada
kepasrahan diatas keyakinan tak tertandingi.
Bahwa kehormatan akan selalu bernilai dan dibeli oleh orang terhormat pula dengan cara-cara terhormat.
” Siapa nama kamu? ”
” Itu tidak penting. Sebutkanlah harga yang bisa bapak bayar … ” Kata wanita itu
” Saya tak bisa menyebutkan harganya.
Karena kamu bukanlah sesuatu yang pantas ditawar. ”
”Kalau begitu, tidak ada kesepakatan! ”
” Ada ! ” Kata pria itu seketika.
” Sebutkan! ”
” Saya membayar keberanianmu. Itulah yang dapat saya
beli dari kamu. Terimalah uang ini. Jumlahnya lebih dari cukup untuk
membawa ibumu ke rumah sakit. Dan sekarang pulanglah … ” Kata pria itu
sambil menyerahkan uang dari dalam tas kerjanya.
” Saya tidak mengerti …”
” Selama ini saya selalu memanjakan istri simpanan saya. Dia menikmati
semua pemberian saya tapi dia tak pernah berterima kasih. Selalu
memeras. Sekali saya memberi maka selamanya dia selalu meminta. Tapi
hari ini, saya bisa membeli rasa terima kasih dari seorang wanita yang
gagah berani untuk berkorban bagi orang tuanya. Ini suatu kehormatan
yang tak ada nilainya bila saya bisa membayar …”
” Dan, apakah bapak ikhlas…? ”
” Apakah uang itu kurang? ”
” Lebih dari cukup, pak …
”
” Sebelum kamu pergi, boleh saya bertanya satu hal? ”
” Silahkan …”
” Mengapa kamu begitu beraninya … ”
” Siapa bilang saya berani. Saya takut pak … Tapi lebih
dari seminggu saya berupaya mendapatkan cara untuk membawa ibu saya ke
rumah sakit dan semuanya gagal. Ketika saya mengambil keputusan untuk
menjual kehormatan saya maka itu bukanlah karena dorongan nafsu. Bukan
pula pertimbangan akal saya yang `bodoh`… Saya hanya bersikap dan
berbuat untuk sebuah keyakinan … ”
” Keyakinan apa? ”
” Jika kita ikhlas berkorban untuk ibu atau siapa saja,
maka Tuhan lah yang akan menjaga kehormatan kita … ” Wanita itu kemudian
melangkah keluar kamar.
Sebelum sampai di pintu wanita itu berkata:
” Lantas apa yang bapak dapat dari membeli ini … ”
” Kesadaran… ”
…
Di sebuah rumah di pemukiman kumuh. Seorang ibu yang
sedang terbaring sakit dikejutkan oleh dekapan hangat anaknya.” Kamu
sudah pulang, nak ”
” Ya, bu … ”
” Kemana saja kamu, nak … ???”
” Menjual sesuatu, bu … ”
” Apa yang kamu jual?” Ibu itu menampakkan wajah keheranan. Tapi wanita muda itu hanya tersenyum …
Hidup sebagai yatim lagi miskin terlalu sia-sia untuk diratapi di tengah kehidupan yang serba pongah ini.
Di
tengah situasi yang tak ada lagi yang gratis. Semua orang berdagang.
Membeli dan menjual adalah keseharian yang tak bisa dielakan. Tapi Tuhan
selalu memberi tanpa pamrih, tanpa perhitungan
….
” Kini saatnya ibu untuk berobat … ”
Digendongnya ibunya dari pembaringan, sambil berkata: ” Tuhan telah membeli yang saya jual… ”.
Taksi yang tadi ditumpanginya dari hotel masih setia menunggu di depan
rumahnya. Dimasukannya ibunya ke dalam taksi dengan hati-hati dan
berkata kepada supir taksi:”Antar kami ke rumah sakit”
KISAH NYATA : BALITA yang Mengislamkan Ribuan Orang
27 Maret 2013 pukul 12:51
Mungkin Anda terheran-heran bahkan tidak percaya, jika ada orang yang
bilang bahwa di zaman modern ini ada seorang anak dari keluarga non
Muslim yang hafal Al Qur’an dan bisa shalat pada umur 1,5 tahun,
menguasai lima bahasa asing pada usia 5 tahun, dan telah mengislamkan
lebih dari 1.000 orang pada usia yang sama. Tapi begitulah kenyatannya,
dan karenanya ia disebut sebagai bocah ajaib; sebuah tanda kebesaran
Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Syarifuddin Khalifah, nama
bocah itu. Ia dilahirkan di kota Arusha, Tanzania. Tanzania adalah
sebuah negara di Afrika Timur yang berpenduduk 36 juta jiwa. Sekitar 35
persen penduduknya beragama Islam, disusul Kristen 30 persen dan
sisanya beragam kepercayaan terutama animism. Namun, kota Arusha tempat
kelahiran Syarifuddin Khalifah mayoritas penduduknya beragama Katolik.
Di urutan kedua adalah Kristen Anglikan, kemudian Yahudi, baru Islam
dan terakhir Hindu.
Seperti kebanyakan penduduk Ashura,
orangtua Syarifuddin Khalifah juga beragama Katolik. Ibunya bernama
Domisia Kimaro, sedangkan ayahnya bernama Francis Fudinkira. Suatu hari
di bulan Desember 1993, tangis bayi membahagiakan keluarga itu. Sadar
bahwa bayinya laki-laki, mereka lebih gembira lagi.
Sebagaimana
pemeluk Katolik lainnya, Domisia dan Francis juga menyambut bayinya
dengan ritual-ritual Nasrani. Mereka pun berkeinginan membawa bayi
manis itu ke Gereja untuk dibaptis secepatnya. Tidak ada yang aneh saat
mereka melangkah ke Gereja. Namun ketika mereka hampir memasuki altar
gereja, mereka dikejutkan dengan suara yang aneh. Ternyata suara itu
adalah suara bayi mereka. “Mama usinibibaptize, naamini kwa Allah wa
jumbe wake Muhammad!” (Ibu, tolong jangan baptis saya. Saya adalah
orang yang beriman kepada Allah dan RasulNya, Muhammad). Mendengar itu,
Domisia dan Francis gemetar. Keringat dingin bercucuran. Setelah beradu
pandang dan sedikit berbincang, mereka memutuskan untuk membawa
kembali bayinya pulang. Tidak jadi membaptisnya.
Awal
Maret 1994, ketika usianya melewati dua bulan, bayi itu selalu menangis
ketika hendak disusui ibunya. Domisia merasa bingung dan khawatir
bayinya kurang gizi jika tidak mau minum ASI. Tetapi, diagnose dokter
menyatakan ia sehat. Kekhawatiran Domisia tidak terbukti. Bayinya sehat
tanpa kekurangan suatu apa. Tidak ada penjelasan apapun mengapa Allah
mentakdirkan Syarifuddin Khalifah tidak mau minum ASI dari ibunya
setelah dua bulan. “Apakah karena ibunya adalah seorang Kristiani?
Ataukah ini merupakan fase keunikan-keunikan yang selanjutnya akan
banyak mengiringi kehiduan anak ini sampai dia dikenal jutaan manusia di
seluruh dunia sebagai anak ajaib?” Tanya penulis pada halaman 47.
Di
tengah kebiasaan bayi-bayi belajar mengucapkan satu suku kata seperti
panggilan “Ma” atau lainnya, Syarifuddin Khalifah pada usianya yang
baru empat bulan mulai mengeluarkan lafal-lafal “aneh.” Beberapa
tetangga serta keluarga Domisia dan Francis terheran-heran melihat bayi
itu berbicara. Mulutnya bergerak pelan dan berbunyi:”Fatuubuu ilaa
baari'ikum faqtuluu anfusakum dzaalikum khairun lakum ‘inda baari-ikum,
fataaba ‘alaikum innahuu huwat tawwabur rahiim.”
Orang-orang
yang takjub menimbulkan kegaduhan sementara namun kemudian mereka diam
dalam keheningan. Sayangnya, waktu itu mereka tidak mengetahui bahwa
yang dibaca Syarifuddin Khalifah adalah QS. Al Baqarah ayat 54.
Domisia
khawatir anaknya kerasukan syetan. Ia pun membawa bayi itu ke pastur,
namun tetap saja Syarifuddin Khalifah mengulang-ulang ayat itu. Hingga
kemudian cerita bayi kerasukan syetan itu terdengar oleh Abu Ayub,
salah seorang Muslim yang tinggal di daerah itu. Ketika Abu Ayub
datang, Syarifuddin Khalifah juga membaca ayat itu. Tak kuasa melihat
tanda kebesaran Allah, Abu Ayub sujud syukur di dekat bayi itu.
“Francis
dan Domisia, sesungguhnya anak kalian tidak kerasukan syetan. Apa yang
dibacanya adalah ayat-ayat Al Qur’an. Intinya ia mengajak kalian
bertaubat kepada Allah…” kata Abu Ayub.
Beberapa waktu
setelah itu Abu Ayub datang lagi dengan membawa mushaf. Ia
memperlihatkan kepada Francis dan Domisia ayat-ayat yang dibaca oleh
bayinya. Mereka berdua butuh waktu dalam pergulatan batin untuk beriman.
Keduanya pun akhirnya mendapatkan hidayah. Mereka masuk Islam. Sesudah
masuk Islam itulah mereka memberikan nama untuk anaknya sebagai
“Syarifuddin Khalifah”.
Keajaiban berikutnya muncul pada
usia 1,5 tahun. Ketika itu, Syarifuddin Khalifah mampu melakukan shalat
serta menghafal Al Qur’an dan Bible. Lalu pada usia 4-5 tahun, ia
menguasai lima bahasa. Pada usia itu Syarifuddin Khalifah mulai
melakukan safari dakwah ke berbagai penjuru Tanzania hingga ke luar
negeri. Hasilnya, lebih dari seribu orang masuk Islam.
Cerita
lengkap dan detail tentang Syarifuddin Khalifah bisa Anda dapatkan di
buku “Mukjizat dari Afrika, Bocah yang Mengislamkan Ribuan Orang;
Syarifuddin Khalifah” ini. Isinya yang menarik dengan bahasa yang
mengalir serta agaknya membuat buku ini menjadi megabestseller, seperti
dikampanyekan dalam cover depannya. Tercatat, dalam rentang empat bulan
saja buku karya Mujahidin Nur ini telah naik cetak sebanyak delapan
kali. [Muchlisin]
=========================
SUDAHkah GABUNG & ngeLIKE Page PAY (Pecinta Anak Yatim) ini [ KLIK >>
https://www.facebook.com/Pecinta.Anak.Yatim ] ??
DAPATkan TULISAN/CATATAN motivasi inspirasi informasi Islami setiap harinya....FREE !!!
=========================
Yuukk... Dukung kegiatan PAY (Pecinta Anak Yatim) #BuatMerekaTersenyum...
Silahkan salurkan dukungan dermawanesia ke rek donasi berikut :
1. Mandiri Rek 1180022288996
2. BNI 0272481794
an. Pecinta Anak Yatim
3. Mandiri Syariah 2197005933 an. Nur Juli Zar QQ PAY.
4. BNI Syariah 0221362798 an. Nur Julizar QQ PAY
5. BCA 6470165993 an. Zulhaq Ramadhan :)
Mohon Konfirmkan Donasi via sms ke 082122292094
Ketik : PAY_Nama_Domisili_Rp_BankTujuan
"Semoga
dengan #BuatMerekaTersehatkan Allah menjaga kesehatan kita beserta
keluarga serta balas dengan triliunan kalilipat kebaikan duniakhirat
dan kabulkan segala hajat kita, aamiin..."
DOKUMENTASI kegiatan PAY silahkan dilihat di album Page >> PAY (Pecinta Anak Yatim) atau KLIK >>
https://www.facebook.com/Pecinta.Anak.Yatim/photos_albums?ref=hl
=========================
SUKA dgn TULISAN diatas ?
SHARE/BAGIKAN kepada semua teman2 lainnya...
CARANYA :
1. Tekan Tombol SHARE/BAGIkan dibawah ini.
2. atau COPAS link ini >>
https://www.facebook.com/notes/pay-pecinta-anak-yatim/kisah-nyata-balita-yang-mengislamkan-ribuan-orang/10151798407007802 dan SEBARkan di BBM dan TWITTER anda...
Semoga menjadi inspirasi motivasi dan amal jariyah bagi kita semua, aamiin...
SUBHANALLAH
KISAH NYATA : "PAPA, MAMA, RIO TUNGGU DI PINTU SURGA"
Bismillahir-Rahmaanir-Rahim .. Agnes adalah sosok wanita Katolik taat. Setiap malam, ia beserta keluargany
a
rutin berdoa bersama. Bahkan, saking taatnya, saat Agnes dilamar
Martono, kekasihnya yang beragama Islam, dengan tegas ia mengatakan,
“Saya lebih mencintai Yesus Kristus dari pada manusia!”
Ketegasan prinsip Katolik yang dipegang wanita itu menggoyahkan Iman
Martono yang muslim, namun jarang melakukan ibadah sebagaimana layaknya
orang beragama Islam. Martono pun masuk Katolik, sekedar untuk bisa
menikahi Agnes. Tepat tanggal 17 Oktober 1982, mereka melaksanakan
pernikahan di Gereja Ignatius, Magelang, Jawa Tengah.
Usai
menikah, lalu menyelesaikan kuliahnya di Jogjakarta, Agnes beserta sang
suami berangkat ke Bandung, kemudian menetap di salah satu kompleks
perumahan di wilayah Timur kota kembang. Kebahagiaan terasa lengkap
menghiasi kehidupan keluarga ini dengan kehadiran tiga makhluk kecil
buah hati mereka, yakni: Adi, Icha dan Rio.
Di lingkungan
barunya, Agnes terlibat aktif sebagai jemaat Gereja Suryalaya, Buah
Batu, Bandung. Demikan pula Martono, sang suami. Selain juga aktif di
Gereja, Martono saat itu menduduki jabatan penting, sebagai kepala
Divisi Properti PT Telkom Cisanggarung, Bandung.
Karena Ketaatan
mereka memegang iman Katolik, pasangan ini bersama beberapa sahabat
se-iman, sengaja mengumpulkan dana dari tetangga sekitar yang beragama
Katolik. Mereka pun berhasil membeli sebuah rumah yang ‘disulap’ menjadi
tempat ibadah (Gereja,red).
Uniknya, meski sudah menjadi pemeluk
ajaran Katolik, Martono tak melupakan kedua orangtuanya yang beragama
Islam. Sebagai manifestasi bakti dan cinta pasangan ini, mereka
memberangkatkan ayahanda dan ibundanya Martono ke Mekkah, untuk
menunaikan rukun Islam yang kelima.
Hidup harmonis dan
berkecukupan mewarnai sekian waktu hari-hari keluarga ini. Sampai satu
ketika, kegelisahan menggoncang keduanya. Syahdan, saat itu, Rio, si
bungsu yang sangat mereka sayangi jatuh sakit. Panas suhu badan yang tak
kunjung reda, membuat mereka segera melarikan Rio ke salah satu rumah
sakit Kristen terkenal di wilayah utara Bandung.
Di rumah sakit,
usai dilakukan diagnosa, dokter yang menangani saat itu mengatakan bahwa
Rio mengalami kelelahan. Akan tetapi Agnes masih saja gelisah dan takut
dengan kondisi anak kesayangannya yang tak kunjung membaik.
Saat
dipindahkan ke ruangan ICU, Rio, yang masih terkulai lemah, meminta
Martono, sang ayah, untuk memanggil ibundanya yang tengah berada di luar
ruangan. Martono pun keluar ruangan untuk memberitahu Agnes ihwal
permintaan putra bungsunya itu.
Namun, Agnes tak mau masuk ke dalam. Ia hanya mengatakan pada Martono, ”Saya sudah tahu.” Itu saja.
Martono heran. Ia pun kembali masuk ke ruangan dengan rasa penasaran yang masih menggelayut dalam benak.
Di dalam, Rio berucap, “Tapi udahlah, Papah aja, tidak apa-apa.”
“Papah, hidup ini hanya 1 centi. Di sana nggak ada batasnya,” lanjutnya.
Sontak, rasa takjub menyergap Martono. Ucapan bocah mungil buah hatinya
yang tengah terbaring lemah itu sungguh mengejutkan. Nasehat kebaikan
keluar dari mulutnya seperti orang dewasa yang mengerti agama.
Hingga sore menjelang, Rio kembali berujar, “Pah, Rio mau pulang!”
“Ya, kalau sudah sembuh nanti, kamu boleh pulang sama Papa dan Mama,” jawab Martono.
“Ngga, saya mau pulang sekarang. Papah, Mamah, Rio tunggu di pintu surga!” begitu, ucap Rio, setengah memaksa.
Belum hilang keterkejutan Martono, tiba-tiba ia mendengar ‘bisikan’
yang meminta dia untuk membimbing membacakan syahadat kepada anaknya. Ia
kaget dan bingung. Tapi perlahan Rio dituntun sang ayah, Martono,
membaca syahadat, hingga kedua mata anak bungsunya itu berlinang.
Martono hafal syahadat, karena sebelumnya adalah seorang Muslim.
Tak lama setelah itu ‘bisikan’ kedua terdengar, bahwa setelah adzan
Maghrib Rio akan dipanggil sang Pencipta. Meski tambah terkejut,
mendengar bisikan itu, Martono pasrah. Benar saja, 27 Juli 1999, persis
saat sayup-sayup adzan Maghrib, berkumandang Rio menghembuskan nafas
terakhirnya.
Tiba jenazah Rio di rumah duka, peristiwa aneh
lagi-lagi terjadi. Agnes yang masih sedih waktu itu seakan melihat Rio
menghampirinya dan berkata, “Mah saya tidak mau pakai baju jas mau minta
dibalut kain putih aja.”
Saran dari seorang pelayat Muslim,
bahwa itu adalah pertanda Rio ingin dishalatkan sebagaimana seorang
Muslim yang baru meninggal.
Setelah melalui diskusi dan
perdebatan diantara keluarga, jenazah Rio kemudian dibalut pakaian,
celana dan sepatu yang serba putih kemudian dishalatkan. Namun, karena
banyak pendapat dari keluarga yang tetap harus dimakamkan secara
Katolik, jenazah Rio pun akhirnya dimakamkan di Kerkov. Sebuah tempat
pemakaman khusus Katolik, di Cimahi, Bandung.
Sepeninggal Rio ...
Sepeninggal anaknya, Agnes sering berdiam diri. Satu hari, ia mendengar
bisikan ghaib tentang rumah dan mobil. Bisikan itu berucap, “Rumah
adalah rumah Tuhan dan mobil adalah kendaraan menuju Tuhan.”
Pada
saat itu juga Agnes langsung teringat ucapan mendiang Rio semasa TK
dulu, ”Mah, Mbok Atik nanti mau saya belikan rumah dan mobil!” Mbok Atik
adalah seorang muslimah yang bertugas merawat Rio di rumah.
Saat itu Agnes menimpali celoteh si bungsu sambil tersenyum, “Kok Mamah ga dikasih?”
“Mamah kan nanti punya sendiri” jawab Rio, singkat.
Entah mengapa, setelah mendengar bisikan itu, Agnes meminta suaminya
untuk mengecek ongkos haji waktu itu. Setelah dicek, dana yang
dibutuhkan Rp. 17.850.000.
Dan yang lebih mengherankan, ketika
uang duka dibuka, ternyata jumlah totalnya persis senilai Rp 17.850.000,
tidak lebih atau kurang sesenpun. Hal ini diartikan Agnes sebagai
amanat dari Rio untuk menghajikan Mbok Atik, wanita yang sehari-hari
merawat Rio di rumah.
Singkat cerita, di tanah suci, Mekkah, Mbok
Atik menghubungi Agnes via telepon. Sambil menangis ia menceritakan
bahwa di Mekkah ia bertemu Rio. Si bungsu yang baru saja meninggalkan
alam dunia itu berpesan, “Kepergian Rio tak usah terlalu dipikirkan. Rio
sangat bahagia disini. Kalo Mama kangen, berdoa saja.”
Namun,
pesan itu tak lantas membuat Agnes tenang. Bahkan Agnes mengalami
depresi cukup berat, hingga harus mendapatkan bimbingan dari seorang
Psikolog selama 6 bulan.
Satu malam saat tertidur, Agnes
dibangunkan oleh suara pria yang berkata, “Buka Alquran surat Yunus!”.
Namun, setelah mencari tahu tentang surat Yunus, tak ada seorang pun
temannya yang beragama Islam mengerti kandungan makna di dalamnya.
Bahkan setelah mendapatkan Al Quran dari sepupunya, dan membacanya
berulang-ulang pun, Agnes tetap tak mendapat jawaban.
“Mau Tuhan
apa sih?!” protesnya setengah berteriak, sembari menangis tersungkur ke
lantai. Dinginnya lantai membuat hatinya berangsur tenang, dan spontan
berucap, “Astaghfirullah…”
Tak lama kemudian, akhirnya Agnes
menemukan jawabannya sendiri di surat Yunus ayat 49: “Katakan tiap-tiap
umat mempunyai ajal. Jika datang ajal, maka mereka tidak dapat
mengundurkannya dan tidak (pula) mendahulukannya”.
Beberapa
kejadian aneh yang dialami sepeninggal Rio, membuat Agnes berusaha
mempelajari Islam lewat beberapa buku. Hingga akhirnya wanita penganut
Katolik taat ini berkata, “Ya Allah, terimalah saya sebagai orang Islam,
saya tidak mau di-Islamkan oleh orang lain!”.
Setelah memeluk
Islam, Agnes secara sembunyi-sembunyi melakukan shalat. Sementara itu,
Martono, suaminya, masih rajin pergi ke gereja. Setiap kali diajak ke
gereja Agnes selalu menolak dengan berbagai alasan.
Sampai suatu
malam, Martono terbangun karena mendengar isak tangis seorang perempuan.
Ketika berusaha mencari sumber suara, betapa kagetnya Martono saat
melihat istri tercintanya, Agnes, tengah bersujud dengan menggunakan
jaket, celana panjang dan syal yang menutupi aurat tubuhnya.
“Lho kok Mamah shalat,” tanya Martono.
“Maafkan saya, Pah. Saya duluan, Papah saya tinggalkan,” jawab Agnes lirih.
Ia pasrah akan segala resiko yang harus ditanggung, bahkan perceraian sekalipun. Martono pun Akhirnya Kembali ke Islam ...
Sejak keputusan sang istri memeluk Islam, Martono seperti berada di
persimpangan. Satu hari, 17 Agustus 2000, Agnes mengantar Adi, putra
pertamanya untuk mengikuti lomba adzan yang diadakan panitia Agustus-an
di lingkungan tempat mereka tinggal.
Adi sendiri tiba-tiba
tertarik untuk mengikuti lomba adzan beberapa hari sebelumnya, meski ia
masih Katolik dan berstatus sebagai pelajar di SMA Santa Maria, Bandung.
Martono sebetulnya juga diajak ke arena perlombaan, namun menolak
dengan alasan harus mengikuti upacara di kantor.
Di tempat lomba
yang diikuti 33 peserta itu, Gangsa Raharjo, Psikolog Agnes, berpesan
kepada Adi, “Niatkan suara adzan bukan hanya untuk orang yang ada di
sekitarmu, tetapi niatkan untuk semesta alam!” ujarnya.
Hasilnya,
suara Adzan Adi yang lepas nan merdu, mengalun syahdu, mengundang
keheningan dan kekhusyukan siapapun yang mendengar. Hingga bulir-bulir
air mata pun mengalir tak terbendung, basahi pipi sang Ibunda tercinta
yang larut dalam haru dan bahagia. Tak pelak, panitia pun menobatkan Adi
sebagai juara pertama, menyisihkan 33 peserta lainnya.
Usai
lomba Agnes dan Adi bersegera pulang. Tiba di rumah, kejutan lain tengah
menanti mereka. Saat baru saja membuka pintu kamar, Agnes terkejut
melihat Martono, sang suami, tengah melaksanakan shalat. Ia pun spontan
terkulai lemah di hadapan suaminya itu. Selesai shalat, Martono langsung
meraih sang istri dan mendekapnya erat.
Sambil berderai air mata, ia berucap lirih, “Mah, sekarang Papah sudah masuk Islam.”
Mengetahui hal itu, Adi dan Icha, putra-putri mereka pun mengikuti jejak ayah dan ibunya, memeluk Islam.
Perjalanan panjang yang sungguh mengharu biru. Keluarga ini pun
akhirnya memulai babak baru sebagai penganut Muslim yang taat. Hingga
kini, esok, dan sampai akhir zaman. Insya Allah.
=====================================
- (Profil Bapak Martono dan Ibu Agnes juga bisa disimak di Situs Pondok Pesantren Baitul Hidayat (
http://baitulhidayah.org/profil-pewakaf/) yang merupakan wakaf dari mereka berdua) -
@ Keterangan photo : bapa martono dan ibu agnes ..
By : Muhammad Yasin
Diterbitkan oleh Tabloid Alhikmah edisi 32
Salam santun dan keep istiqomah ..
( Subhanallah || Semoga Bermanfaat )
Wallahu a'lam bishshawab,
.... Subhanallah wabihamdihi Subhanakallahumma Wabihamdika Asyhadu Allailaaha Illa Anta Astaghfiruka Wa'atuubu Ilaik ...
Seorang istri menceritakan kisah suaminya pada
tahun 1415 H, ia berkata :
Suamiku adalah seorang pemuda yang gagah, semangat, rajin, tampan, berakhlak
mulia, taat beragama, dan berbakti kepada kedua orang tuanya. Ia menikahiku
pada tahun 1390 H. Aku tinggal bersamanya (di kota Riyadh) di rumah ayahnya
sebagaimana tradisi keluarga-keluarga Arab Saudi. Aku takjub dan kagum dengan
baktinya kepada kedua orang tuanya. Aku bersyukur dan memuji Allah yang telah
menganugerahkan kepadaku suamiku ini. Kamipun dikaruniai seorang putri setelah
setahun pernikahan kami.
Lalu suamiku pindah kerjaan di daerah timur Arab
Saudi. Sehingga ia berangkat kerja selama seminggu (di tempat kerjanya) dan
pulang tinggal bersama kami seminggu. Hingga akhirnya setelah 3 tahun, dan
putriku telah berusia 4 tahun… Pada suatu hari yaitu tanggal 9 Ramadhan tahun
1395 H tatkala ia dalam perjalanan dari kota kerjanya menuju rumah kami di
Riyadh ia mengalami kecelakaan, mobilnya terbalik. Akibatnya ia dimasukkan ke
Rumah Sakit, ia dalam keadaan koma. Setelah itu para dokter spesialis
mengabarkan kepada kami bahwasanya ia mengalami kelumpuhan otak. 95 persen
organ otaknya telah rusak. Kejadian ini sangatlah menyedihkan kami, terlebih
lagi kedua orang tuanya lanjut usia. Dan semakin menambah kesedihanku adalah
pertanyaan putri kami (Asmaa') tentang ayahnya yang sangat ia rindukan
kedatangannya. Ayahnya telah berjanji membelikan mainan yang disenanginya…
Kami senantiasa bergantian menjenguknya di Rumah
Sakit, dan ia tetap dalam kondisinya, tidak ada perubahan sama sekali. Setelah
lima tahun berlalu, sebagian orang menyarankan kepadaku agar aku cerai darinya
melalui pengadilan, karena suamiku telah mati otaknya, dan tidak bisa
diharapkan lagi kesembuhannya. Yang berfatwa demikian sebagian syaikh -aku
tidak ingat lagi nama mereka- yaitu bolehnya aku cerai dari suamiku jika memang
benar otaknya telah mati. Akan tetapi aku menolaknya, benar-benar aku menolak
anjuran tersebut.
Aku tidak akan cerai darinya selama ia masih ada di atas muka bumi ini. Ia
dikuburkan sebagaimana mayat-mayat yang lain atau mereka membiarkannya tetap
menjadi suamiku hingga Allah melakukan apa yang Allah kehendaki.
Akupun memfokuskan konsentrasiku untuk mentarbiyah putri kecilku. Aku memasukannya
ke sekolah tahfiz al-Quran hingga akhirnya iapun menghafal al-Qur'an padahal
umurnya kurang dari 10 tahun. Dan aku telah mengabarkannya tentang kondisi
ayahnya yang sesungguhnya. Putriku terkadang menangis tatkala mengingat
ayahnya, dan terkadang hanya diam membisu.
Putriku adalah seorang yang taat beragama, ia senantiasa sholat pada waktunya,
ia sholat di penghujung malam padahal sejak umurnya belum 7 tahun. Aku memuji
Allah yang telah memberi taufiq kepadaku dalam mentarbiyah putriku, demikian
juga neneknya yang sangat sayang dan dekat dengannya, demikian juga kakeknya
rahimahullah.
Putriku pergi bersamaku untuk menjenguk ayahnya, ia meruqyah ayahnya, dan juga
bersedekah untuk kesembuhan ayahnya.
Pada suatu hari di tahun 1410 H, putriku berkata kepadaku : Ummi biarkanlah aku
malam ini tidur bersama ayahku...
Setelah keraguan menyelimutiku akhirnya akupun mengizinkannya.
Putriku bercerita :
Aku duduk di samping ayah, aku membaca surat Al-Baqoroh hingga selesai. Lalu
rasa kantukpun menguasaiku, akupun tertidur. Aku mendapati seakan-akan ada
ketenangan dalam hatiku, akupun bangun dari tidurku lalu aku berwudhu dan
sholat –sesuai yang Allah tetapkan untukku-.
Lalu sekali lagi akupun dikuasai oleh rasa kantuk, sedangkan aku masih di
tempat sholatku. Seakan-akan ada seseorang yang berkata kepadaku,
"Bangunlah…!!, bagaimana engkau tidur sementara Ar-Rohmaan (Allah)
terjaga??, bagaimana engkau tidur sementara ini adalah waktu dikabulkannya doa,
Allah tidak akan menolak doa seorang hamba di waktu ini??"
Akupun bangun…seakan-akan aku mengingat sesuatu yang terlupakan…lalu akupun
mengangkat kedua tanganku (untuk berdoa), dan aku memandangi ayahku –sementara
kedua mataku berlinang air mata-. Aku berkata dalam do'aku, "Yaa Robku,
Yaa Hayyu (Yang Maha Hidup)…Yaa 'Adziim (Yang Maha Agung).., Yaa Jabbaar (Yang
Maha Kuasa)…, Yaa Kabiir (Yang Maha Besar)…, Yaa Mut'aal (Yang Maha Tinggi)…,
Yaa Rohmaan (Yang Maha Pengasih)…, Yaa Rohiim (Yang Maha Penyayang)…, ini
adalah ayahku, seorang hamba dari hamba-hambaMu, ia telah ditimpa penderitaan
dan kami telah bersabar, kami Memuji Engkau…, kemi beriman dengan keputusan dan
ketetapanMu baginya…
Ya Allah…, sesungguhnya ia berada dibawah kehendakMu dan kasih sayangMu..,
Wahai Engkau yang telah menyembuhkan nabi Ayyub dari penderitaannya, dan telah
mengembalikan nabi Musa kepada ibunya…Yang telah menyelamatkan Nabi Yuunus dari
perut ikan paus, Engkau Yang telah menjadikan api menjadi dingin dan
keselamatan bagi Nabi Ibrahim…sembuhkanlah ayahku dari penderitaannya…
Ya Allah…sesungguhnya mereka telah menyangka bahwasanya ia tidak mungkin lagi
sembuh…Ya Allah milikMu-lah kekuasaan dan keagungan, sayangilah ayahku,
angkatlah penderitaannya…"
Lalu rasa kantukpun menguasaiku, hingga akupun tertidur sebelum subuh.
Tiba-tiba ada suara lirih menyeru.., "Siapa engkau?, apa yang kau lakukan
di sini?". Akupun bangun karena suara tersebut, lalu aku menengok ke kanan
dan ke kiri, namun aku tidak melihat seorangpun. Lalu aku kembali lagi melihat
ke kanan dan ke kiri…, ternyata yang bersuara tersebut adalah ayahku…
Maka akupun tak kuasa menahan diriku, lalu akupun bangun dan memeluknya karena
gembira dan bahagia…, sementara ayahku berusaha menjauhkan aku darinya dan
beristighfar. Ia barkata, "Ittaqillah…(Takutlah engkau kepada Allah….),
engkau tidak halal bagiku…!". Maka aku berkata kepadanya, "Aku ini
putrimu Asmaa'". Maka ayahkupun terdiam. Lalu akupun keluar untuk segera
mengabarkan para dokter. Merekapun segera datang, tatkala mereka melihat apa
yang terjadi merekapun keheranan.
Salah seorang dokter Amerika berkata –dengan bahasa Arab yang tidak fasih- :
"Subhaanallahu…". Dokter yang lain dari Mesir berkata, "Maha
suci Allah Yang telah menghidupkan kembali tulang belulang yang telah
kering…". Sementara ayahku tidak mengetahui apa yang telah terjadi, hingga
akhirnya kami mengabarkan kepadanya. Iapun menangis…dan berkata, اللهُ
خُيْرًا حًافِظًا وَهُوَ يَتَوَلَّى الصَّالِحِيْنَ
Sungguh Allah adalah Penjaga Yang terbaik, dan Dialah yang Melindungi
orang-orang sholeh…, demi Allah tidak ada yang kuingat sebelum kecelakaan
kecuali sebelum terjadinya kecelakaan aku berniat untuk berhenti melaksanakan
sholat dhuha, aku tidak tahu apakah aku jadi mengerjakan sholat duha atau
tidak..??
Sang istri berkata :
Maka suamiku Abu Asmaa' akhirnya kembali lagi bagi kami sebagaimana biasnya
yang aku mengenalinya, sementara usianya hampir 46 tahun. Lalu setelah itu
kamipun dianugerahi seorang putra, Alhamdulillah sekarang umurnya sudah mulai
masuk tahun kedua. Maha suci Allah Yang telah mengembalikan suamiku setelah 15
tahun…, Yang telah menjaga putrinya…, Yang telah memberi taufiq kepadaku dan
menganugerahkan keikhlasan bagiku hingga bisa menjadi istri yang baik bagi
suamiku…meskipun ia dalam keadaan koma…
Maka janganlah sekali-kali kalian meninggalkan do'a…, sesungguhnya tidak ada
yang menolak qodoo' kecuali do'a…barang siapa yang menjaga syari'at Allah maka
Allah akan menjaganya.
Jangan lupa juga untuk berbakti kepada kedua orang tua… dan hendaknya kita
ingat bahwasanya di tangan Allah lah pengaturan segala sesuatu…di tanganNya lah
segala taqdir, tidak ada seorangpun selainNya yang ikut mengatur…
Ini adalah kisahku sebagai 'ibroh (pelajaran), semoga Allah menjadikan kisah
ini bermanfaat bagi orang-orang yang merasa bahwa seluruh jalan telah tertutup,
dan penderitaan telah menyelimutinya, sebab-sebab dan pintu-pintu keselamatan
telah tertutup…
Maka ketuklah pintu langit dengan do'a, dan yakinlah dengan pengabulan Allah….
Demikianlah….Alhamdulillahi Robbil 'Aaalamiin (SELESAI…)
Janganlah pernah
putus asa…jika Tuhanmu adalah Allah…
Cukup ketuklah
pintunya dengan doamu yang tulus…
Hiaslah do'amu
dengan berhusnudzon kepada Allah Yang Maha Suci
Lalu yakinlah
dengan pertolongan yang dekat dariNya…
(sumber : http://www.muslm.org/vb/archive/index.php/t-416953.html ,
Diterjemahkan oleh Ustadz Firanda Andirja)
100 Hari Tak Mampu Memandang Wajah Suami
ilustrasi © loveshayari.net
Empat tahun sudah keduanya menikah.
Namun pasangan suami istri itu belum juga dikaruniai buah hati. Mulanya
mereka tidak merasa ada masalah. Namun saat terdengar bisik-bisik
tetangga, sang istri mulai resah. “Kok belum punya anak ya mereka. Yang
punya masalah suami atau istri?” kalimat-kalimat itu sampai juga di
telinga mereka.
Akhirnya suami istri itu pergi ke
dokter. “Mohon bersabar pak,” kata dokter kepada pria itu sambil
menyerahkan hasil lab. “Istri anda mandul dan agaknya tidak ada harapan
untuk bisa hamil.”
“Kalau begitu, jangan sampaikan ini kepadanya Dok”
“Maksud Anda?”
“Saya khawatir itu akan melukai perasaannya. Dokter katakan saja kalau saya yang mandul”
“Tidak bisa begitu. Anda kan tidak ada masalah”
Cukup lama mereka berbincang, hingga pria tersebut berhasil meyakinkan dokter untuk mengatakan sesuai keinginannya.
Entah bagaimana ceritanya,
tetangga-tetangga yang dulu bertanya siapa diantara suami istri itu yang
bermasalah akhirnya mendengar bahwa pria itu mandul. Kabar itu juga
sampai kepada kerabat mereka. Kasak kusuk pun semakin kencang. Meski
demikian, rumah tangga keduanya masih bertahan. Hingga suatu hari, lima
tahun setelah hasil lab itu, wanita itu tak dapat lagi bersabar.
“Sembilan tahun sudah kita berkeluarga,
dan selama itu aku dapat bersabar. Sampai-sampai para tetangga kasihan
melihatku dan mengatakan ‘kasihan yang wanita shalihah itu. Ia telah
bersabar hidup bertahun-tahun dengan suaminya yang mandul.’ Terus
terang, aku ingin menggendong anak, mengasuh dan membesarkannya. Kini
aku tak dapat lagi memperpanjang kesabaranku. Tolong ceraikan aku agar
aku bisa menikah dengan laki-laki lain dan mendapat anak darinya,” kata
wanita itu kepada suaminya.
Sang suami dengan sabar mendengar tuntutan itu sambil menasehatinya. “Ini ujian dari Allah sayang… Kita perlu bersabar…”
Mendengar nasehat tersebut, emosi istri
sedikit mereda. “Baiklah, aku akan bersabar. Tapi hanya satu tahun. Jika
berlalu masa itu dan kau tidak juga memberiku keturunan, ceraikan saja
aku.”
Selang beberapa hari, tiba-tiba wanita
itu jatuh sakit. Hasil lab menunjukkan, ia mengalami gagal ginjal. “Ini
semua gara-gara kamu,” kata wanita itu kepada suaminya yang saat itu
menungguinya di rumah sakit, “Aku terus menahan sabar karenamu. Inilah
akibatnya. Sudah tidak punya anak, kini aku kehilangan ginjalku.”
“Apa? Kau akan pergi ke luar negeri?”
kata wanita itu dengan nada tinggi, esok harinya ketika sang suami
berpamitan kepadanya. Entah bagaimana perasaannya, ia yang kini bad rest di rumah sakit harus berjuang sendiri tanpa suami.
“Ini tugas dinas, Sayang. Dan sekaligus aku akan mencari pendonor ginjal buatmu”
Beberapa hari kemudian, wanita itu
mendapatkan kabar gembira bahwa telah ada seseorang yang mau mendonorkan
ginjalnya. Tetapi dokter merahasiakan namanya.
“Orang itu sungguh baik, Dokter. Ia
mendonorkan ginjalnya untukku tanpa mau diketahui namanya. Sementara
suamiku sendiri, ia justru pergi ke luar negeri, meninggalkanku
sendiri,” mata dokter yang mendengar komentar itu berkaca-kaca. Ia tahu
persis siapa yang mendonorkan ginjal untuk wanita itu.
Dengan izin Allah, operasi berhasil
dengan baik. Wanita itu sembuh. Dan yang lebih menakjubkan, tak lama
kemudian ia hamil, lalu melahirkan seorang bayi yang lucu. Ucapan
selamat datang dari kerabat dan tetangga. Kini bisik-bisik itu telah
selesai. Dan kehidupan rumah tangga keduanya pun normal kembali.
Kini sang suami telah menjadi seorang
panitera di pengadilan Jeddah, setelah menyelesaikan pendidikan S2 dan
S3-nya. Ia juga telah hafal Qur’an dengan mendapatkan sanad riwayat Hafs
dari ‘Ashim.
Suatu hari saat sang suami dinas luar,
tak sengaja wanita itu menemukan buku harian suaminya di atas meja.
Mungkin karena terburu-buru, sang suami itu lupa menyimpannya seperti
biasa.
Betapa terkejutnya wanita itu membaca
halaman demi halaman episode rumah tangga yang selama ini tak
diketahuinya. Bahwa ternyata yang mandul adalah dirinya. Bahwa pendonor
ginjal itu adalah suaminya sendiri. Ia pun menangis sejadi-jadinya.
Hampir pingsan ia menyadari kekeliruannya selama ini. Ia yang tak tahan
dan ingin minta cerai, padahal suaminya lah manusia paling sabar yang ia
temui. Ia kesal dengan suaminya yang pergi saat ia operasi, padahal
suaminya terbaring lemah saat itu demi menghibahkan satu ginjal
untuknya.
Ketika sang suami pulang, wanita itu tak
mampu memandang wajahnya. Ia tertunduk malu. Hampir seratus hari
lamanya, ia terus begitu. Malu di depan pria yang paling dicintainya dan
paling berjasa dalam hidupnya. [Keluargacinta.com]
sumber >>>> http://keluargacinta.com/100-hari-tak-mampu-memandang-wajah-suami/
KISAH MENGHARUKAN SEORANG ISTRI YANG DIMADU
04 December 2013 - Kategori Blog
KISAH MENGHARUKAN SEORANG ISTRI YANG DIMADU
Cerita ini adalah kisah nyata dari sahabatnya sahabatku, yang tidak
ingin disebutkan nama aslinya. Ia memintaku untuk menuliskan perjalanan
cintanya dalam sebuah cerita. Semoga ini juga menjadi pembelajaran untuk
kita semua dan bisa memetik hikmah dari sebuah peristiwa, walau
pengalaman yang datang dari orang lain.
Cinta adalah sesuatu yang lembut dan halus. Mencintai dan dicintai
adalah keinginan setiap orang, karena dengan saling mencintailah
kebahagian itu akan tercipta. Mencintai tapi tak dicintai, adalah hal
yang wajar karena cinta adalah perasaan yang tidak bisa dipaksa.
kebahagiaan tak akan terasa ada jika terjalin dari keterpaksaan.
Tapi, bagaimana jika dua insan saling mencintai tetapi salah satunya
tersakiti? Masihkah itu bisa disebut dengan cinta? Silahkan anda temukan
jawabannya dalam kisah cinta di bawah ini. … selamat membaca ….
Kisah cinta ini berawal ketika aku mengenalnya lewat memori hujan di
sudut kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Setelah pulang kerja, aku
terdesak untuk mengikuti mata pelajaran tambahan di kampus. Tetapi naas,
motor yang kukendarai dengan kecepatan tinggi jatuh terhempas di
jalanan membuatku tak sadarkan diri. Entah bagaimana akhirnya, wanita
itu membawaku ke rumah sakit terdekat.
Tiga hari aku dirawat di sana, dia lah yang menjagaku, karena aku
sebatang kara di kota itu. Keluargaku ada di kota sebelah, orang tuaku
asli
warga Banjarmasin dan menetap di sana. Sementara, aku kuliah di
Palangkaraya sebagai anak kost dan bekerja di Pall Mall sebagai kasir.
Meskipun sebenarnya aku anak orang berada, tetapi aku lebih memilih
hidup mandiri. Kuliah dari hasil pekerjaanku sendiri serta bantuan
beasiswa yang kuterima dari Universitas Palangkaraya. Aku ingin jadi
lelaki mandiri agar kelak bisa berdiri tanpa bergantung pada orang lain,
terutama pada orang tuaku sendiri.
“Lize” nama wanita itu. Senyumnya menggetarkan jiwaku. Wajahnya
cantik, secantik hatinya. Satu kata mulai terlahir dari hatiku yang
mungkin terlalu cepat. Aku jatuh cinta padanya, saat pertama kali
melihatnya. Gadis cantik itu bernama, Lize Kristiani. Keturunan Chines
yang memilik wajah oriental suku Dayak Palangka.
Setelah kami saling berkenalan dan bertukar nomer hp aku sangat
terkejut, ternyata dia seorang mahasiswi yang satu kampus denganku.
Kondisiku yang belum sembuh betul karena luka yang cukup serius
membentur tulang kakiku masih terasa pedih kurasakan, membuatku harus
dituntun sampai ke dalam mobil. Lize, mengantarku sampai tempat aku kost
ke jalan Krakatau.
Mulai saat itu, aku selalu merasa berhutang budi padanya.
Setiap hari, kami selalu pulang dan pergi ke kampus bersama. Pertemanan
kami berakhir dengan berawalnya kisah cinta. Aku tak dapat menghindari
perasaan ini, semakin aku menjauh darinya, semakin hatiku sakit.
Aku telah terpanah busur cintanya, walau sudah beberapa kali
kupikirkan untuk menjauhinya, ternyata hanya membuat hatiku semakin
terluka. Akhirnya, kuputuskan untuk kuteruskan saja cinta ini. Walau
kutahu, aku telah salah memilih tambatan hati. Aku seorang Muslim, dan
dia seorang Kristen.
Lize. Dia sangat mencintaiku, seperti itu pula cintaku padanya. Cinta
ini lahir begitu saja tulus dari hati, sampai tak ada wanita lain yang
bisa menggeser posisinya di hatiku. Sekian lama kebersamaanku dengannya,
keluarganya pun turut merestui hubungan kami.
Mereka juga tahu, kami dari agama yang berbeda. Sudah hampir empat
tahun cinta kami terjalin, sudah lebih sepuluh kali aku membujuknya
memeluk agama Islam. Tapi, sudah sepuluh kali juga tiap aku memintanya
untuk meninggalkan agamanya, dia malah memilih untuk memutuskan jalinan
cinta yang kami bina. Semua itu membuat aku sangat terpukul.
Pernah satu kali dia memutuskan cinta, lalu meninggalkanku seminggu
ke Jakarta, hatiku sungguh sangat terluka. “Padahal hanya seminggu” Aku,
seperti orang gila yang terlihat normal. Tak ada satu orang pun yang
bisa membuatku tersenyum.
Teman-temanku yang berusaha menghiburku dengan menghadirkan wanita
lain di hadapanku juga tak ada gunanya. Baru kusadari cintaku pada Lize
bukanlah cinta biasa.
Aku, kembali merasakan butir-butir kebahagiaan setelah ia ada di
hadapanku, datang membawakan segelas lemon tea dan nasi rawon
kesukaanku. Dia tahu, aku selalu telat makan. Lize menyuapiku tanpa
bicara sepatah kata pun. Airmata mengalir di pipiku meruntuhkan derajat
kelelakianku, tapi aku tak peduli itu. Aku pun memeluknya dengan sangat
erat dan meminta maaf padanya.
“Rifky, aku mencintaimu, tapi aku tak pernah memaksamu untuk
meninggalkan Tuhanmu” matanya berkaca-kaca memandangi wajahku dengan
sendu.
“Maaf kan … aku … Ay … ( panggilan kesayanganku untuknya) aku janji
tidak akan mengulangi hal bodoh ini lagi. Aku mencintaimu, kumohon
jangan pernah tinggalkan aku lagi.”
Kuliah selesai, dan kami pun mengadakan Wisuda. Lize memintaku untuk
segera melamarnya, aku pun tak menolak untuk hidup bersamanya. Aku
pulang ke Banjarmasin dan berjanji akan kembali datang untuk melamarnya,
setelah mendapatkan pekerjaan tetap.
Tetapi, masalah besar justru hadir setelah kepulanganku. Cintaku
ditentang keras oleh orang tuaku. Ayah dan Ibuku ternyata telah
menyiapkan jodoh untukku, yaitu putri sahabat Ayah seorang gadis
muslimah dari Martapura, Kalimantan Selatan.
Wanita salehah yang juga cantik rupanya itu bernama, Ikhma. Aku tidak
tertarik dengan wanita keturunan gadis Banjar-Arab itu. Bagaimana
mungkin aku akan bahagia nantinya, jika aku harus menikah dan hidup
bersama dengan wanita yang sama sekali tidak aku cintai?
Aku tak berdaya menolak paksaan kedua orang tuaku ,untuk segera
menikah dengan Ikhma. Aku juga tak punya kekuatan untuk terlepas dari
kuatnya cinta pada wanita pertama yang hadir di hidupku. Lize, dialah
wanita yang menorehkan cinta teramat dalam di hatiku, yang menyesakan
dadaku dengan menghadirkan kenangan manis yang selalu membuat aku rindu.
Wanita yang sering membuatku menangis karena takut kehilangan
cintanya. Bagaimana mungkin aku bisa terlepas begitu saja untuk
meninggalkannya? Sementara hatiku telah terkurung dalam penjara
cintanya. Empat tahun bukanlah waktu yang singkat untuk menyayangi
seseorang dalam kebersamaan, lantas melepaskannya begitu saja. Tentunya
bukan hal yang mudah untuk kehilangan orang yang teramat dicintai.
****
Rasa berdosa kepada pengantin wanita di sebelahku, dan kepada wanita
yang sedang menungguku terus memburu ke dalam hatiku. Kusebut nama yang
salah dalam proses ijab kabul, yang akhirnya diulang berkali-kali
membuat Ikhma nampak kecewa kepadaku.
Hatiku haru biru. Kesekian kalinya aku mendapat bimbingan, akhirnya
kata sah keluar dari saksi kedua mempelai. Ikhma, dia resmi menjadi
Istriku.
Setelah selesai shalat Isya berjamaah. Tak ada malam pertama setelah
kami menikah, aku berdalih tak enak badan pada Ikhma. Padahal malam
pertama, adalah malam terindah yang selalu dinantikan sepasang pengantin
muda. Tapi tidak bagiku, pedih dan sedih mengumpat di dadaku. Ikma
buatkan aku secangkir teh hangat dan membujukku untuk makan, aku
menolak. Bahkan, aku tak meminum sedikit pun teh yang disiapkannya
untukku hingga dingin.
Malam-malam selanjutnya kulakukan tugasku sebagai suami, meskipun
saat melakukannya yang kubayangkan hanya wajah Lize. Wajah itu selalu
membayang-bayangi di setiap hariku. Aku yang sebenarnya periang dan
penyayang. kini berubah menjadi pribadi yang pendiam dan tertutup. Di
rumah aku hanya bicara seperlunya, dan sekarang aku menjadi seorang
lelaki yang mudah marah, walau aku tak pernah memukul wanita.
Sedikit saja Ikhma berbuat salah, aku selalu memakinya, memarahinya
dengan meledak-ledak dan mengeluarkan kata-kata kasar. Kalaupun dia
tidak salah, aku selalu berusaha mencari-cari kesalahannya.
Berulang kali kucoba ingin menceraikannya, selalu tak ada kekuatan
untuk melakukannya. Tak ada dukungan dari siapapun, selain hatiku
sendiri yang menentang. Pastinya orang tua dan keluargaku akan marah,
karena mereka menganggap Ikhma wanita terbaik untuk hidupku dan masa
depanku.
Meskipun Ikhma sering mendapatkan perlakuan yang tak enak dariku, ia
selau sabar menghadapi tingkahku, walau ia tak mendapatkan hak nya
sebagai seorang istri.
Setiap kali aku menghubungi Lize via telpon hatiku terasa sangat
sakit, karena banyak kebohongan-kebohongan tercipta setelah aku menikah.
Aku, yang sebenarnya telah bekerja di perusahaan besar di Banjarmasin
dengan jabatan yang cukup tinggi, mengaku belum mendapatkan pekerjaan
tetap. Sehingga, aku belum bisa menemui Lize ke Palangka untuk memenuhi
janjiku yang tertunda, yaitu menikahinya.
Ikhma, sebenarnya ia wanita yang baik dan cantik, tapi hatiku tak
pernah tergerak untuk mengakuinya sebagai istri. Sebelum berangkat ke
kantor, Ikhma selalu menyiapkan segala keperluanku. Mulai dari
menyiapkan makan, sampai memakaikan sepatu dan jasku. Terkadang, ia juga
menyelesaikan tugas-tugas kantor yang belum sempat kuselesaikan.
Sebelum berangkat kerja ia selalu mencium tanganku dengan lembut,
tapi aku tak pernah mengecup keningnya. Aku tahu, ia sangat mengharapkan
kelembutan hatiku, merindukan sentuhan hangat juga merindukan kecupan
kasih sayang dariku. Layaknya wanita lain yang mendapatkan kemesraan
dari setiap pasangannya.
Sewaktu makan siang pun, ia selalu mengantarkan rantang makanan nasi
rawon kesukaanku, walau tak pernah kusentuh masakan itu. Saat pulang
kerja, aku tak pernah tersenyum menemui istriku yang membukakan pintu
dengan dandanan yang cantik, bahkan sudah menyiapkan air hangat untuk
mandi sore beserta baju gantiku.
Pahitnya, hatiku tak pernah tersentuh. Yang kutahu, apa yang ia
lakukan untukku selalu salah di mataku. Aku, tak bisa membedakan mana
yang hitam dan putih lagi., yang kutahu, ia selalu salah dan salah.
Walau pun ia benar, di mataku ia tetap salah.
Lize. Aku pun tak punya pilihan lain. Dia, mengancam akan meninggalkanku, bila tidak segera menikahinya.
***
Tak ada wanita yang ingin dimadu, tapi tak ada juga lelaki yang ingin
hidup satu atap dengan wanita yang tak pernah dicintai. Setiap kali aku
memaksa diri untuk belajar menerima Ikhma dalam hidupku, namun apalah
daya cinta itu tak pernah terasa ada.
Terluka dan terluka, itulah rasa yang telah tertoreh di dalam hatiku.
Hanya sakit yang mengganjal didadaku, saat cinta bicara dengan orang
yang salah bukan dari pilihan hati. Akhirnya aku harus berbohong pada
Ikhma, akan ada tugas keluar kota untuk dua bulan ke depan untuk rencana
pernikahan keduaku.
”Kuputuskan untuk menikahi Lize dengan cara Islam, walau pun aku
telah melanggar hukum dan syariat Islam di dalamnya. Aku juga mengetahui
larangan Allah dalam Firman-Nya: ..
“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik hingga mereka
beriman (masuk islam). Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik
dari wanita musyrik, walau pun ia menarik hatimu.
Dan janganlah kamu menikahkan wanita orang-orang musyrik (dengan
wanita-wanita mukmin) hingga mereka beriman. Sesungguhnya budak yang
mukmin lebih baik dari orang musyrik meskipun ia menarik hatimu (Qs :
Albaqarah :221).
Benar kata pepatah, sepandai-pandainya tupai melompat akan terjatuh juga.
Dua bulan berlalu, aku kembali ke Banjarmasin bukan karena Ikhma,
tapi karena tanggung jawab pekerjaanku. Setelah empat bulan kepulanganku
dari Palangka, Lize datang ke rumahku dan bertemu dengan keluarga serta
istriku. Ia datang sebagai istri keduaku yang tidak hanya sendiri, tapi
dengan jabang bayi yang ada di rahimnya hasil buah cinta kami.
Lize sempat pingsan dua kali saat aku mengakui kebohonganku, bahwa
Ikhma adalah istri pertamaku. Aku membopongnya tubuhnya yang tak
sadarkan diri ke kamar. Saat aku dihakimi oleh keluargaku dan istri
keduaku, kulihat Ikhma lah yang paling tegar.
Tak ada setitik air mata mengalir di wajah sendunya, malahan ia sibuk
menenangkan ibuku yang tak henti menangis dan memakiku. Padahal aku
tahu, pasti dia lah orang yang paling terluka hatinya kala itu.
“Ay, bangun ay … ” Aku menyodorkan segelas air putih dan meminumi
Lize yang mulai sadar. Kugenggam erat tangan Lize sambil memeluk erat
tubuhnya. Aku tahu, Lize akan marah besar padaku saat ia tersadar nanti,
karena aku membohonginya selama ini. Aku sama sekali tidak mempedulikan
Ikhma, yang memanadangiku di balik pintu kamar dengan air mata yang
menggenang di sudut matanya dari wajahnya nampak kelam dan suram.
Setelah Lize sadar, ia menangis menghambur ke pelukanku sekaligus
memukul-mukul dadaku. Dalam pelukanku, kutenangkan ia agar berhenti
menangis. Kusuapi ia, agar mau makan. Kubujuk Lize, untuk bisa
memaafkanku. Kuceritakan semua yang terjadi dengan sebenar-benarnya,
bahwa pernikahanku dengan Ikhma bukanlah keinginanku.
Lize, ia menerima kenyataan itu pastinya juga dengan hati yang sangat
terluka. Malam itu, aku tidur dengan Lize. Sementara, aku tidak tahu
Ikhma tidur di kamar mana. Yang kutahu, ia tidak mau kukembalikan pada
orang tuannya.
Hidup satu atap dengan dua wanita bukanlah hal yang mudah, apalagi
ada orang tuaku yang selalu menyertai di dalamnya. Kesukaran demi
kesukaran terjadi. Orang tuaku yang menentang cintaku, terutama ibu,
yang selalu menyalahkan Lize sebagai perebut suami orang. Dan konyolnya,
ibu percaya kalau aku telah terkena guna-guna (ilmu hitam) dari Lize,
gadis keturunan Suku Dayak asli sehingga aku tak pernah bisa
melepaskannya.
Lize, ia diperlakukan orangtuaku dengan tidak adil. Seperti apa yang
kulakukan kepada Ikhma, begitu juga yang dilakukan orangtuaku pada Lize.
Aku mengancam Ibu akan keluar dari rumah, jika tidak menghormati Lize
sebagai istriku. Tentunya Ibu tidak akan rela jika aku meninggalkannya,
karena aku anak satu-satunya.
Tetapi, ibu juga membuat hatiku risau. Ibu mengancamku tak akan
memaafkanku, jika aku tidak membagi cintaku dengan adil kepada dua istri
yang keduanya masih sah sebagai istriku.
Terutama istri pertamaku, yang selama ini kusia-siakan. Ini hal yang
tersulit yang harus kuhadapi. Tak ada wanita yang ingin digilir
cintanya, apalagi dengan keadaan Lize yang sedang hamil muda.
Malam keempat, saat aku seranjang dengan Ikhma, aku tak dapat tidur.
Bayanganku ada pada Lize yang berbaring di kamar sebelah. Mungkin ia
sedang menangis atau kedinginan, karena tak ada aku di sampingnya
menyelimuti tubuhnya, membelai rambutnya dan mencium keningnya sebelum
tidur, hal yang tak pernah kulakukan pada Ikhma.
Aku juga tidak tahu wanita mana yang paling terluka hatinya. Di
antara dua wanita ini hanya satu cinta yang kupunya, tentunya untuk
Lize. Entah kapankah, aku akan bisa menjadi suami yang adil.
“A, aku rela kau madu dan membagi cintaku , asal jangan kau ceraikan aku …”
Ikhma memohon di hadapanku dengan airmata yang tak dibuat-buat. Aku
hanya tertegun mendengar kata-kata itu, rasanya hatiku hampa sekali. Tak
ada jawaban dariku, karena aku memang tak ingin menjawabnya. Dan untuk
kesekian kalinya, kutorehkan luka di dadanya dengan caraku yang tak
pernah lembut memperlakukannya.
Bahkan, aku lebih sering tidur dengan Lize dari pada dengan Ikhma, jika tak ada orang tuaku di rumah.
Pada malam selanjutnya yang dulunya tak pernah kukehendaki terjadi
juga. Karena saat itu orang tuaku ada di rumah, aku pun haus bersikap
lembut kepada Ikhma. Harusnya aku hanya tidur dengan Ikhma malam itu,
tapi karena Lize mengatakan ia sedang tak enak badan, ia pun meminta
untuk tidur bertiga di dalam kamar Ikhma, aku pun tak dapat menolak.
Kulihat Ikhma memalingkan tubuhnya, setelah aku mengecup kening Lize
di hadapannya. Aku baru bisa tertidur, setelah Lize ada di sebelah
kiriku sambil menenangkanku. Seperti biasa, setiap lewat dari jam satu
malam menuju dini hari, Ikhma shalat tahajud.
Entah do’a apa yang ia minta pada Allah, sampai air matanya menetes
di pipi. Kudengar samar-samar, ia inginkan agar aku bisa mencintainya
dan memberi kasih yang sama, seperti orang ketiga yang hadir dalam cinta
kami.
Wanita yang telah kusakiti untuk kesekian kali, malam itu bagai
terlahir seperti bidadari surga, walau aku mulai tak mengerti dengan
perasaanku. Entah dari mana datangnya, hatiku mulai tersentuh dengan
cintanya. Malam itu, aku menggaulinya dengan sepenuh hatiku. Kupandangi
wajahnya yang teramat cantik malam itu dengan rasa kasih yang luar
biasa.
“Mamah … kau terlihat sangat cantik malam ini sepertinya … aku … telah … jatuh hati … padamu …”
“Katakah sekali lagi A … aku ingin mendengarnya..”
“Mamah, Kau … terlihat … sangat … cantik … malam ini … dan sepertinya … aku …”
Tak dapat kuteruskan kata-kata itu, mungkin karena hatiku agak
sedikit tabu untuk mengakuinya. Ikhma menangis bahagia karena terharu,
walau aku tak dapat meneruskan kata-kata selanjutnya.
Dan aku tahu, ia sangat ingin mendengar aku melanjutkan kata-kata
itu, tapi aku tak bisa. Lidahku terasa kelu, urat leherku terasa kaku,
tapi kata-kata itu memang tulus dari hatiku, walau pun sebelumnya aku
tak dapat tidur karena terus memikirkan wanita keduaku.
Lize, ia tahu aku tidak hanya sekedar tidur dengan Ikhma, membuatnya
sangat cemburu. Seakan, ia tak dapat menerima dan tak sanggup lagi hidup
denganku.
Pagi tiba. Lize, memasukan baju-bajunya ke dalam koper. Aku merasa
terpukul sekali. Aku membujuknya untuk tetap bersamaku sambil meminta
maaf, aku juga menjelaskan padanya, apa yang telah aku lakukan tadi
malam hanyalah sebuah kekhilafan yang terjadi di luar kendaliku.
Aku makin jadi serba salah, Ikhma menangis mendengar kata-kataku,
bahwa tadi malam yang kami lakukan hanyalah suatu “kekhilafan.” Dan baru
kali ini, aku juga peduli pada Ikhma.
Aliran darahku seakan berhenti, saat Lize meminta aku menceraikannya
dan ia akan menggugurkan anakku yang ada di dalam kandunganya. Ia merasa
sudah tak tahan hidup denganku, dengan cinta yang tak adil untuknya.
Ikhma menuntun Lize masuk ke dalam rumah, untuk bicara baik-baik
bertiga.
Karena hari itu hari Minggu, hanya ada kami bertiga di rumah. Aku
sedang libur kerja, sementara orang tuaku telah berangkat ke luar kota
setelah shalat subuh.
” Lize, jangan kau tinggalkan Mas Rifky, karena ia tak bisa hidup tanpamu …,”
“Mungkin kau bisa tegar menghadapi semua ini, tapi aku tidak ! Kau,
telah merebut ia dariku. Aku sangat benci padamu ,Ikhma. Juga padamu,
Rifky. Mengapa harus ada anak ini di rahimku, sementara kau sakiti aku
dengan cintamu”
Lize menangis dengan emosi yang membara …
“Aku, tidak pernah merebut Mas Rifky darimu. Aku, menikah dengan mas
Rifky karena perjodohan yang tak pernah ku tentang. Jika kutahu dia
milikmu, pastinya aku tak akan menerima perjodohan itu.
Ia lelaki pertama di hidupku, yang membuatku terikat dalam tali
perkawinan. Ku pikir, dengan adanya ikatan pernikahan akan ada kehidupan
cinta di dalamnya, tapi sampai kini aku tak pernah menemui semua itu”
Mata Ikhma berkaca-kaca walau kelihatan nampak tegar.
“Mengapa kau tidak minta cerai darinya Ikhma, bukankah kau tak pernah
bahagia selama hidup dengannya? kau, adalah racun yang mematikan dalam
cinta kami”
“Demi Allah Lize, perceraian adalah sesuatu yang dibenci Allah walau
diperbolehkan. Mas Rifky, adalah jodoh yang diberikan Allah yang
ternyata bukan hanya untukku, tapi juga untukmu.
Untuk kujaga dan kuhormati pangkatnya dalam istana hatiku, yang
selalu aku terima setiap perlakuan apa pun darinya dengan Ikhlas. Aku
belajar mencintainya, seperti Tuhan mencintaiku. Aku tak pernah merasa
tersakiti dalam keadaan apa pun, selama aku bersamanya.
Mungkin, aku yang belum beruntung dalam menjalani kehidupan cintaku.
Kau beruntung, telah mendapatkan cinta yang besar darinya dan
mendapatkan keturunan darinya. Aku turut bahagia dengan semua itu”
“Mengapa kau bisa setegar ini Ikhma, maafkan aku baru ku sadari, aku
lah yang menjadi duri dalam daging untuk kehidupan cintamu, aku akan
pergi dari kehidupan kalian ..”
“Tidak Lize, kau akan tetap di sini, bersama aku dan Mas Rifky. Iya kan, Mas?”
Aku hanya mengangguk, tak percaya ada wanita setegar Ikhma di dunia
ini. Mungkin, ia adalah bidadari yang benar adanya, dan hatinya serupa
dengan malaikat yang tak bersayap?
***
Sembilan bulan berlalu. Saat jam bekerja Ikhma menelponku mengabarkan
kado bahagia, yang membuat hatiku bersuka cita. Akhirnya, Lize
melahirkan sorang putri yang cantik jelita, itu artinya aku telah
menjadi seorang ayah.
Kupandangi wajah istriku yang masih lemas di dalam kamar bersalin.
Segera aku datangi Lize dan mencium keningnya. Aku meminta Ikhma dan
Lize, tetap menjadi istri yang rukun dan ibu yang baik buat anak-anakku
nantinya. Dan Ikhma pun, dengan perasaan suka menyetujuinya. Lize juga
senang mendengar kabar kehamilan Ikhma, yang ternyata sudah memasuki
bulan kedua.
Saat perjalanan pulang ke rumah bersama keluarga besarku. Kulihat
senyuman itu manis sekali tengah memangku putri kecilku. Wajah Ikhma
terlihat sangat cantik, dan tak bosan-bosan aku memandangnya. Cinta
kurasakan hari itu teramat besar padanya, walau bukan terlambat untuk
mencintainya. Tetapi setidaknya, aku sempat memberi cintaku padanya
melebihi cinta yang kurasakan pada Lize sebelumnya.
Lize, tersenyum ke arahku dengan tatapan bahagia. Bahagia karena
telah menjadi seorang ibu dan bisa menerima kemelut cinta yang telah
kami hadapi bersama. Tapi, tak pernah ku sangka senyuman itu menjadi
detik terakhir untuk kunikmati di hari bahagia dan keindahnya. Tuhan,
telah memberikan jalan lain untukku.
Ia mengambil semua keindahan cinta di saat aku baru mengecap kisah
kasih yang sempurna. Sebuah mobil datang dari arah pertigaan kota, lalu
bertabrakan dengan mobil yang kukendarai. Kecelakaan maut itu telah
merenggut nyawa istriku yang pertama.
Sebelum menghembuskan nafas terakhir, ia mengucapakan dua kalimat syahadat dengan fasihnya dan sempat berpesan padaku:
“A Rifky … Kau telah menjadi Ayah. Anak Lize, adalah anakku juga.
Jagalah anak kita dan sahabatku, Lize. Jangan pernah kau sakiti hatinya,
dan cintailah ia dengan cinta yang seutuhnya. Aku titip mereka padamu
…”
“Iya, Mah …” Air mataku mengalir sambil merangkul tubuhnya. Kupeluk dan kuciumi wajahnya yang bersimbah darah di kepala.
“Jangan tinggalkan aku, Mah. Kau wanita yang kuat … Kau akan bisa bertahan, Mah …” teriakku dengan airmata yang membanjir.
Tuhan kiranya berkehandak lain. Jodoh, kehidupan, dan kematian, Tuhan
lah pemilik dan pengaturnya. Sampai di penghujung nafasnya, ia
mengucapkan kalimat syahadat dengan begitu fasihnya. Rohnya melayang
pergi meninggalkan jasadnya. Ikhma pun tiada.
Penyesalanku memang tak berguna, tapi setidaknya aku sempat
memberikan cinta yang besar padanya kurang lebih satu tahun sebelum
kepergiannya, dengan cinta yang tak dapat kutebus untuk seumur hidupku.
Karena setelah kepergiannya, aku tak pernah bisa berhenti untuk
mencintainya. Dia, memberiku kehidupan sebagai jantung kedua di hidupku.
Mungkin jika saat itu orang tuaku tidak menjodohkan aku dengan wanita
setegar dia, aku tak akan bisa bersama kembali dengan orang yang juga
sangat kucintai, Lize.
“Jika Lize adalah cinta pertamaku, maka Ikhma telah menjadi cinta terakhirku ..
Jika Lize adalah cinta matiku, maka Ikhma lah sebagai cinta yang hidup dalam jiwaku ..
Jika lize adalah cinta suciku, maka Ikhma adalah cinta sejati di hidupku ..
Dan aku menunggu hari-hari indah itu kembali ..
Mengharapkan satu saat nanti …
Aku bertemu dengan anak dan istriku berkumpul kembali, di surga yang abadi …”
Maafkan aku Ikhma … yang tak sempat memberimu cinta, dari separu
usiaku yang tertinggal. Semoga, kau diterima di sisi-Nya dan mendapatkan
kebahagiaan abadi yang dikelilingi malaikat-malaikat putih yang
menghias tidur panjangmu, dengan taman kehidupan wangi surgawi yang tak
pernah pudar.
Kusimpan cintamu dalam kasih yang abadi di dalam kenanganku. Pertemuan yang kurindukan itu akan ada, setelah aku menyusulmu.
Aku, menunggu jantung keduaku untuk bisa segera bersamamu. Kita akan
bertemu di sana bersama anak-anak kita. Di sini, kami selalu berdo’a
kebaikan untukmu dan selalu merindukanmu.
Tidurlah yang damai, dan bersimpuhlah di keharibaan Tuhan yang selalu
kau bangakan keagungan-Nya. Semoga, kau telah di tempatkan di surga
firdaus-Nya. Aamiin …
~ o ~
Semoga bermanfaat dan Dapat Diambil Hikmah-Nya. Aamiin
sumber >>>http://tokopandawa.com/blog/kisah-mengharukan-seorang-istri-yang-dimadu
Akhwatmuslimah.com
– Prof. Dr. Khalid al-Jubair penasehat spesialis bedah jantung dan urat
nadi di rumah sakit al-Malik Khalid di Riyadh mengisahkan sebuah kisah
pada sebuah seminar dengan tajuk Asbab Mansiah (Sebab-Sebab Yang
Terlupakan). Mari sejenak kita merenung bersama, karena dalam kisah
tersebut ada nasihat dan pelajaran yang sangat berharga bagi kita.
Sang dokter berkata:
Pada suatu hari -hari Selasa- aku melakukan operasi
pada seorang anak berusia 2,5 tahun. Pada hari Rabu, anak tersebut
berada di ruang ICU dalam keadaan segar dan sehat.
Pada hari Kamis pukul 11:15 -aku tidak melupakan
waktu ini karena pentingnya kejadian tersebut- tiba-tiba salah seorang
perawat mengabariku bahwa jantung dan pernafasan anak tersebut berhenti
bekerja. Maka akupun pergi dengan cepat kepada anak tersebut, kemudian
aku lakukan proses kejut jantung yang berlangsung selama 45 menit.
Selama itu jantungnya tidak berfungsi, namun setelah itu Allah
Subhanaahu wa Ta`ala menentukan agar jantungnya kembali berfungsi.
Kamipun memuji Allah Subhanaahu wa Ta`ala .
Kemudian aku pergi untuk mengabarkan keadaannya
kepada keluarganya, sebagaimana anda ketahui betapa sulit mengabarkan
keadaan kepada keluarganya jika ternyata keadaannya buruk. Ini adalah
hal tersulit yang harus dihadapi oleh seorang dokter. Akan tetapi ini
adalah sebuah keharusan. Akupun bertanya tentang ayah si anak, tapi aku
tidak mendapatinya. Aku hanya mendapati ibunya, lalu aku katakan
kepadanya: “Penyebab berhentinya jantung putramu dari fungsinya
adalah akibat pendarahan yang ada pada pangkal tenggorokan dan kami
tidak mengetahui penyebabnya. Aku kira otaknya telah mati.”
Coba tebak, kira-kira apa jawaban ibu tersebut?Apakah
dia berteriak? Apakah dia histeris? Apakah dia berkata: “Engkaulah
penyebabnya!”Dia tidak berbicara apapun dari semua itu bahkan dia
berkata:“Alhamdulillah.” Kemudian dia meninggalkanku dan pergi.
Sepuluh hari berlalu, mulailah sang anak
bergerak-gerak. Kamipun memuji Allah Subhanaahu wa Ta`ala serta
menyampaikan kabar gembira sebuah kebaikan yaitu bahwa keadaan otaknya
telah berfungsi.
Pada hari ke-12, jantungnya kembali berhenti bekerja
disebabkan oleh pendarahan tersebut. Kami pun melakukan proses kejut
jantung selama 45 menit, dan jantungnya tidak bergerak. Maka akupun
mengatakan kepada ibunya:“Kali ini menurutku tidak ada harapan lagi.” Maka dia berkata:“Alhamdulillah, ya Allah jika dalam kesembuhannya ada kebaikan, maka sembuhkanlah dia wahai Rabbi.”
Maka dengan memuji Allah, jantungnya kembali
berfungsi, akan tetapi setelah itu jantung kembali berhenti sampai 6
kali hingga dengan ketentuan Allah Subhanaahu wa Ta`ala spesialis THT
berhasil menghentikan pendarahan tersebut, dan jantungnya kembali
berfungsi.
Berlalulah sekarang 3,5 bulan, dan anak tersebut
dalam keadaan koma, tidak bergerak. Kemudian setiap kali dia mulai
bergerak dia terkena semacam pembengkakan bernanah aneh yang besar di
kepalanya, yang aku belum pernah melihat semisalnya. Maka kami katakan
kepada sang ibu bahwa putra anda akan meninggal. Jika dia bisa selamat
dari kegagalan jantung yang berulang-ulang, maka dia tidak akan bisa
selamat dengan adanya semacam pembengkakan di kepalanya. Maka sang ibu
berkata:“Alhamdilillah.” Kemudian meninggalkanku dan pergi.
Setelah itu, kami melakukan usaha untuk merubah keadaan segera dengan
melakukan operasi otak dan urat syaraf serta berusaha untuk menyembuhkan
sang anak. Tiga minggu kemudian, dengan karunia Allah Subhanaahu wa
Ta`ala , dia tersembuhkan dari pembengkakan tersebut, akan tetapi dia
belum bergerak.
Dua minggu kemudian, darahnya terkena racun aneh yang menjadikan suhunya 41,2oC. maka kukatakan kepada sang ibu:“Sesungguhnya otak putra ibu berada dalam bahaya besar, saya kira tidak ada harapan sembuh.” Maka dia berkata dengan penuh kesabaran dan keyakinan:“Alhamdulillah, ya Allah, jika pada kesembuhannya terdapat kebaikan, maka sembuhkanlah dia.”
Setelah aku kabarkan kepada ibu anak tersebut tentang
keadaan putranya yang terbaring di atas ranjang nomor 5, aku pergi ke
pasien lain yang terbaring di ranjang nomor 6 untuk menganalisanya.
Tiba-tiba ibu pasien nomor 6 tersebut menagis histeris seraya berkata:“Wahai dokter, kemari, wahai dokter suhu badannya 37,6o, dia akan mati, dia akan mati.” Maka kukatakan kepadanya dengan penuh heran:“Lihatlah ibu anak yang terbaring di ranjang no 5, suhu badannya 41o lebih sementara dia bersabar dan memuji Allah.” Maka berkatalah ibu pasien no. 6 tentang ibu tersebut:“Wanita itu tidak waras dan tidak sadar.”
Maka aku mengingat sebuah hadits Rasulullah Sholallohu `alaihi wa sallam yang indah lagi agung:(طُوْبَى لِلْغُرَبَاِء)“Beruntunglah orang-orang yang asing.” Sebuah
kalimat yang terdiri dari dua kata, akan tetapi keduanya menggoncangkan
ummat. Selama 23 tahun bekerja di rumah sakit aku belum pernah melihat
dalam hidupku orang sabar seperti ibu ini kecuali dua orang saja.
Selang beberapa waktu setelah itu ia mengalami gagal ginjal, maka kami katakan kepada sang ibu:“Tidak ada harapan kali ini, dia tidak akan selamat.” Maka dia menjawab dengan sabar dan bertawakkal kepada Allah:“Alhamdulillah.” Seraya meninggalkanku seperti biasa dan pergi.
Sekarang kami memasuki minggu terakhir dari bulan
keempat, dan anak tersebut telah tersembuhkan dari keracunan. Kemudian
saat memasuki pada bulan kelima, dia terserang penyakit aneh yang aku
belum pernah melihatnya selama hidupku, radang ganas pada selaput
pembungkus jantung di sekitar dada yang mencakup tulang-tulang dada dan
seluruh daerah di sekitarnya. Dimana keadaan ini memaksaku untuk membuka
dadanya dan terpaksa menjadikan jantungnya dalam keadaan terbuka.
Sekiranya kami mengganti alat bantu, anda akan melihat jantungnya
berdenyut di hadapan anda..
Saat kondisi anak tersebut sampai pada tingkatan ini aku berkata kepada sang ibu:“Sudah, yang ini tidak mungkin disembuhkan lagi, aku tidak berharap. Keadaannya semakin gawat.” Diapun berkata:“Alhamdulillah.” Sebagaimana kebiasaannya, tanpa berkata apapun selainnya.
Kemudian berlalulah 6,5 bulan, anak tersebut keluar
dari ruang operasi dalam keadaan tidak berbicara, melihat, mendengar,
bergerak dan tertawa. Sementara dadanya dalam keadaan terbuka yang
memungkinkan bagi anda untuk melihat jantungnya berdenyut di hadapan
anda, dan ibunyalah yang membantu mengganti alat-alat bantu di jantung
putranya dengan penuh sabar dan berharap pahala.
Apakah anda tahu apa yang terjadi setelah itu?
Sebelum kukabarkan kepada anda, apakah yang anda kira
dari keselamatan anak tersebut yang telah melalui segala macam ujian
berat, hal gawat, rasa sakit dan beberapa penyakit yang aneh dan
kompleks? Menurut anda kira-kira apa yang akan dilakukan oleh sang ibu
yang sabar terhadap sang putra di hadapannya yang berada di ambang kubur
itu? Kondisi yang dia tidak punya kuasa apa-apa kecuali hanya berdo’a,
dan merendahkan diri kepada Allah Subhanaahu wa Ta`ala ?
Tahukah anda apa yang terjadi terhadap anak yang
mungkin bagi anda untuk melihat jantungnya berdenyut di hadapan anda 2,5
bulan kemudian?
Anak tersebut telah sembuh sempurna dengan rahmat Allah Subhanaahu wa
Ta`ala sebagai balasan bagi sang ibu yang shalihah tersebut. Sekarang
anak tersebut telah berlari dan dapat menyalip ibunya dengan kedua
kakinya, seakan-akan tidak ada sesuatupun yang pernah menimpanya. Dia
telah kembali seperti sedia kala, dalam keadaan sembuh dan sehat.
Kisah ini tidaklah berhenti sampai di sini, apa yang
membuatku menangis bukanlah ini, yang membuatku menangis adalah apa yang
terjadi kemudian:
Satu setengah tahun setelah anak tersebut keluar dari rumah sakit, salah
seorang kawan di bagian operasi mengabarkan kepadaku bahwa ada seorang
laki-laki berserta istri bersama dua orang anak ingin melihat anda. Maka
kukatakan kepadanya:“Siapakah mereka?” Dia menjawab,“Tidak mengenal mereka.”
Akupun pergi untuk melihat mereka, ternyata mereka
adalah ayah dan ibu dari anak yang dulu kami operasi. Umurnya sekarang 5
tahun seperti bunga dalam keadaan sehat, seakan-akan tidak pernah
terkena apapun, dan juga bersama mereka seorang bayi berumur 4 bulan.
Aku menyambut mereka, dan bertanya kepada sang ayah
dengan canda tentang bayi baru yang digendong oleh ibunya, apakah dia
anak yang ke-13 atau 14? Diapun melihat kepadaku dengan senyuman aneh,
kemudian dia berkata:“Ini adalah anak yang kedua, sedang anak
pertama adalah anak yang dulu anda operasi, dia adalah anak pertama yang
datang kepada kami setelah 17 tahun mandul. Setelah kami diberi rizki
dengannya, dia tertimpa penyakit seperti yang telah anda ketahui
sendiri.”
Aku tidak mampu menguasai jiwaku, kedua mataku penuh
dengan air mata. Tanpa sadar aku menyeret laki-laki tersebut dengan
tangannya kemudian aku masukkan ke dalam ruanganku dan bertanya tentang
istrinya. Kukatakan kepadanya:“Siapakah istrimu yang mampu bersabar
dengan penuh kesabaran atas putranya yang baru datang setelah 17 tahun
mandul? Haruslah hatinya bukan hati yang gersang, bahkan hati yang subur
dengan keimanan terhadap Allah Subhanaahu wa Ta`ala.”
Tahukah anda apa yang dia katakan?
Diamlah bersamaku wahai saudara-saudariku, terutama
kepada anda wahai saudari-saudari yang mulia, cukuplah anda bisa
berbangga pada zaman ini ada seorang wanita muslimah yang seperti dia.
Sang suami berkata:“Aku menikahi wanita tersebut
19 tahun yang lalu, sejak masa itu dia tidak pernah meninggalkan shalat
malam kecuali dengan udzur syar’i. Aku tidak pernah menyaksikannya
berghibah (menggunjing), namimah (adu domba), tidak juga dusta. Jika aku
keluar dari rumah atau aku pulang ke rumah, dia membukakan pintu
untukku, mendo’akanku, menyambutku, serta melakukan tugas-tugasnya
dengan segenap kecintaan, tanggung jawab, akhlak dan kasih sayang.”
Sang suami menyempurnakan ceritanya dengan berkata:
“Wahai dokter, dengan segenap akhlak dan kasih sayang
yang dia berikan kepadaku, aku tidak mampu untuk membuka satu mataku
terhadapnya karena malu.” Maka kukatakan kepadanya: “Wanita seperti dia berhak mendapatkan perlakuan darimu seperti itu.” Kisah selesai.
Kukatakan:
Saudara-saudariku, kadang anda terheran-heran dengan
kisah tersebut, yaitu terheran-heran terhadap kesabaran wanita tersebut,
akan tetapi ketahuilah bahwa beriman kepada Allah Subhanaahu wa Ta`ala
dengan segenap keimanan dan tawakkal kepada-Nya dengan sepenuhnya, serta
beramal shalih adalah perkara yang mengokohkan seorang muslim saat
dalam kesusahan, dan ujian. Kesabaran yang demikian adalah sebuah taufik
dan rahmat dari Allah Subhanaahu wa Ta`ala .
Allah Subhanaahu wa Ta`ala berfirman:
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ
وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الأمْوَالِ وَالأنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ
وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ (١٥٥)الَّذِينَ
إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ
رَاجِعُونَ (١٥٦)أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ
صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ
(١٥٧)
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu,
dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan
buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang
sabar. (Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka
mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun”. Mereka itulah
yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan
mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-Baqarah: 155-157)
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ` bersabda:
مَا يُصِيْبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلاَ
وَصَبٍ وَلاَ هَمٍّ وَلاَحُزْنٍ وَلاَ أَذىً وَلاَ غَمٍّ، حَتَّى
الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلاَّ كَفَّرَ اللهُ بِهَا خَطاَيَاهُ
“Tidaklah menimpa seorang muslim dari keletihan,
sakit, kecemasan, kesedihan tidak juga gangguan dan kesusahan, hingga
duri yang menusuknya, kecuali dengannya Allah Subhanaahu wa Ta`ala akan
menghapus kesalahan-kesalahannya.” (HR. al-Bukhari (5/2137))
Maka, wahai saudara-saudariku, mintalah pertolongan
kepada Allah Subhanaahu wa Ta`ala , minta dan berdo’alah hanya kepada
Allah Subhanaahu wa Ta`ala terhadap berbagai kebutuhan anda sekalian.
Bersandarlah kepada-Nya dalam keadaan senang dan
susah. Sesungguhnya Dia Subhanaahu wa Ta`ala adalah sebaik-baik
pelindung dan penolong.
Mudah-mudahan Allah Subhanaahu wa Ta`ala membalas
anda sekalian dengan kebaikan, serta janganlah melupakan kami dari
do’a-do’a kalian.
رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَتَوَفَّنَا مُسْلِمِينَ (١٢٦)
“Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami dan wafatkanlah kami dalam keadaan berserah diri (kepada-Mu).” (QS. Al-A’raf: 126) .
(Sumber
: Majalah Qiblati ) dan https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2819216765360968678#editor/target=post;postID=981525286019261897;onPublishedMenu=allposts;onClosedMenu=allposts;postNum=17;src=link
Kisah Pemuda Yahudi Memeluk Islam
firasat seseorang yang memiliki sifat shiddiq tidak pernah meleset..
Alkisah seorang pemuda
Yahudi yang sangat tampan masuk ke dalam masjid dengan sikapnya yang
sangat hormat. Pemuda itu berpakaian indah, memakai wangi-wangian yang
harum, budi dan tutur katanya pun sopan. Semua orang yang berada di
masjid mengira ia adalah orang Islam, padahal sebenarnya ia Yahudi yang
belum memeluk Islam.
Syekh Ibrahim Al-Khawwash yang sedang
berada di dalam masjid berkata kepada sahabat-sahabatnya, “Pemuda itu
adalah seorang Yahudi.”
Para sahabat kurang setuju dengan
perkataan Syekh Ibrahim. Mereka menganggap pemuda itu adalah jemaah
masjid yang hendak shalat. Pemuda itu mengetahui bahwa mereka sedang
membicarakannya.
Seusai shalat, pemuda itu menunggu Syekh
Ibrahim hingga pulang keluar dari masjid. Ketika dilihatnya Syekh
Ibrahim telah keluar dari pintu masjid, pemuda Yahudi itu pun mendekati
para sahabat Syekh Ibrahim dan bertanya, “Apa kata Syekh Ibrahim tentang
diriku?”
Mendengar pertanyaan itu, para sahabat
Syekh Ibrahim enggan menjawabnya. Mereka diam seribu bahasa. Namun,
pemuda itu mendesak mereka, “Tak perlu takut, aku hanya ingin tahu apa
yang diucapkan Syekh Ibrahim tadi?”
Akhirnya, salah satu dari jemaah angkat bicara, “Syekh mengatakan bahwa kau seorang Yahudi. Apakah benar?”
Pernyataan Syekh Ibrahim itu mengejutkan
pemuda Yahudi. Ia bergegas menyusul Syekh Ibrahim yang sedang berjalan
pulang ke rumahnya. Pemuda itu langsung mencium tangan Syekh Ibrahim dan
menyatakan dirinya masuk Islam.
Syekh yang keheranan bertanya, “Apa yang mendorongmu untuk segera memeluk Islam?”
Pemuda itu menceritakan isi kitab yang diyakininya,
“Dalam kitabku
dikatakan, firasat seseorang yang memiliki sifat shiddiq tidak pernah
meleset. Saya menguji kaum muslim dengan menyamar sebagai jemaah masjid.
Orang shiddiq pasti berada di antara kelompok muslim. Ternyata dugaanku
memang benar. Syekh Ibrahim bisa mengenaliku dengan tepat. Berarti Anda
adalah orang yang shiddiq dan karena itulah aku masuk Islam!”
Kelompok Wahabi sangat membenci kaum
sufi yang mereka tuding sesat, karena itu mereka menghilangkan beberapa
bagian nasihat Imam Syafi’I tentang sufistik dalam buku versi terbitan
mereka. Imam Syafi’I berujar: “Jadilah ahli Fikih dan Sufi Sekaligus,
jangan hanya salah satunya. Sungguh demi Allah, saya benar-benar ingin
memberi nasihat kepadamu. Orang yang hanya memelajari ilmu fikih tetapi
tidak memelajari ilmu tasawuf, maka hatinya keras dan tidak dapat
merasakan nikmatnya takwa, sebaliknya orang yang hanya memelajari
tasawuf saja akan menjadi bodoh, tidak tahu yang benar.”
Simak di:
http://www.sarkub.com/2012/kisah-pemuda-yahudi-memeluk-islam/#ixzz3HyJl6bVs
Powered by Menyansoft
Follow us:
@T_sarkubiyah on Twitter |
Sarkub.Center on Facebook
sumber>>>http://www.sarkub.com/2012/kisah-pemuda-yahudi-memeluk-islam/