Dikutip dari -
Blog Budaya Dan Wisata Mandar
=> http://tommuanemandaronline.blogspot.com/2013/06/jepa-gaya-pizza-ala-suku-mandar.html
Jepa, Gaya Pizza Ala Suku Mandar
Penulis : admin on Wednesday, 5 June 2013 | 14:55
Ingin menikmati gaya Italia di jazirah Tipalayo Sulawesi Barat mengapa
anda tidak mencoba kuliner "Jepa" gaya pizza ala suku Mandar. Generasi
muda Mandar kadang berkelakar dan membuat candaan bahwa Jepa memiliki
kesamaan dengan Pizza. Entah mengapa seperti itu? mungkin salah satu
upaya untuk memperkenalkan Jepa. Dari bentuk mungkin saja mirip tapi
dari bahan utama, sangat berbeda Pizza menggunakan bahan dasar tepung
sementara Jepa memakai ubi kayu atau singkong sebagai bahan pokoknya.
Jepa, kuliner Mandar yang terbuat dari bahan ubi kayu/singkong yang diparut dan diperas airnya Photo Credit : Pusvawirna Natalia Mauchtar |
Jepa adalah makanan tradisional yang terbuat dari singkong atau ubi yang
diparut terlebih dahulu kemudian diperas untuk menghilangkan kadar
airnya dan kemudian diayak dan dicampurkan dengan parutan buah kelapa
untuk memberinya rasa gurih dan nikmat.
Jepa dapat dijadikan sebagai bahan makanan pokok, pengganti nasi karena
kandungan karbohidratnya yang cukup tinggi, seperti yang selalu
dijadikan bahan logistik oleh para nelayan Mandar saat melaut, dimana di
laut lepas mereka membutuhkan bahan makanan yang dapat disajikan dengan
cepat sebagai pengganti nasi. Pada beberapa orang yang telah berumur
dan mengidap penyakit sistemik seperti Diabetes Melitus maka Jepa dapat
dijadikan bahan makanan non nasi yang dikonsumsi saat makan siang dan
makan malam. Kandungan karbohidratnya kurang lebih sama dengan yang
dikandung oleh nasi.
Untuk jenis-jenis Jepa anda dapat menemukannya dalam berbagai macam
modifikasi, pengggolongan jenis Jepa adalah berdasarkan bahan
pembuatnya, misalnya saja : 1. Jepa Katong, yaitu jepa yang terbuat dari
katong atau sagu 2. Jepa Golla Mamea, yaitu jepa yang memiliki campuran
gula merah atau gula aren di dalamnya 3. Jepa-Jepa, yaitu jepa dengan
ukuran yang lebih kecil (bahan logistik utama nelayan Mandar saat
melaut) yang dibuat dengan membuat permukaan jepa agak tipis lalu
kemudian dijemur, setelah dijemur ia kemudian dihancurkan, lalu untuk
proses penyajiannya bisa dicampurkan dengan gula aren atau dengan
potongan daging kelapa muda.
Membuat bahan utama jepa sederhananya adalah dengan terlebih dahulu
memarut ubi kayu atau singkong, lalu kemudian hasil parutan tersebut
diperas untuk dikeluarkan kandungan airnya. Ampas yang tertinggal lah
(berwarna putih) yang menjadi bahan utama pembuatan Jepa. Ini yang lalu
di campur dengan bahan-bahan lain untuk melengkapi bahan utamanya
misalnya dengan menambahkan parutan kelapa, atau gula merah (gula aren).
Untuk jepa yang seperti biasanya, tanpa campuran apa-apa bahan utama
ini kemudian ditaburkan diatas piring berbentuk bundar dari tanah liat
dan dipanaskan diatas tungku. Wanita Mandar biasa menggunakan tungku
yang terbuat dari tanah liat untuk memanaskan Jepa.
Untuk membuat kuliner Mandar yang lezat ini kaum wanita atau ibu-ibu biasa membuatnya dengan alat yang disebut dengan nama "Panjepangang" dengan
bentuk seperti piring namun dengan permukaan yang halus terbuat dari
tanah liat. Membuat Jepa membutuhkan keterampilan dalam menuang bahan
baku diatas panjepangang dengan gerakan yang agak cepat dan terukur,
jika terlalu lama memanggangnya maka permukaan jepa akan terlihat hitam,
cukup dengan membuatnya berwarna coklat keemasan maka Jepa tersebut
sudah bisa diangkat.
Menyinggung soal nilai gizi Jepa, sepertinya perlu dilakukan penelitian
lebih lanjut terhadap hal ini. Proses pengolahannya yang sedemikian rupa
mungkin saja akan mengurangi beberapa kandungan gizi didalamnya. Belum
lagi metode pengolahan yang lama seperti misalnya dengan pengeringan.
Namun sejak dulu kuliner ini telah menggantikan fungsi beras atau nasi
sebagai karbohidrat yang notabene digunakan sebagai sumber energi untuk
tubuh. Sejatinya Jepa telah lama berfungsi sebagai sumber karbohidrat
efisien yang mudah dibuat.
Dalam hal penyajian, Jepa akan sangat tepat jika dipadukan dengan
"Tui-Tuing Tapa" atau ikan terbang yang diasapi, ini adalah kombinasi
makanan pokok dan lauk yang sngat lezat. Atau jika anda menemukanJepa
dan "Bau Peapi" ikan masak Mandar dalam waktu bersamaan maka sebaiknya
anda menggabungkan antara keduanya. Rasa gurih Jepa dan aroma khas Bau
Peapi bisa membuat anda ketagihan.
Referensi :
- Alimuddin M. R. (2013). Mengenal Jepa. Available at : http://ridwanmandar.com/2013/01/11/mengenal-jepa/ (diakses 05 Juni 2013)
Mandar
untuk Nusantara
Mengenal Jepa
Masalah yang umum dihadapi pada semua pelayaran di laut (tradisional) adalah bahan bakar yang terbatas dan pengaruh luas perahu yang umumnya kecil serta ombak laut sangat berpengaruh pada kemudahan untuk melakukan aktivitas masak-memasak. Keadaan yang demikian ‘memaksa’ nelayan untuk membawa bekal makanan yang tidak terlalu boros bahan bakar atau sama sekali tidak menggunakannya dan mudah untuk memprosesnya. Konsekuensi dari hal itu adalah logistik yang mereka bawa ‘tidak sebaik’ dengan makanan di darat, baik dalam hal kesegaran maupun dalam hal gizi.
Logistik yang terkenal di kalangan posasiq Mandar dan selalu mereka bawa untuk mengarungi lautan luas selama berhari-hari adalah jepa-jepa. Jepa-jepa adalah makanan yang berbahan dasar ubi kayu. Logistik ini dibawa dalam keadaan kering disimpan dalam wadah daun pisang, karung atau kaleng. Merubah bahan mentah jepa-jepa menjadi makanan cukup mudah dan sangat singkat, jepa-jepa hanya dibasahi air secukupnya. Air yang digunakan tergantung kondisi yang ada, jika ada air panas akan lebih baik, air laut pun sudah mencukupi bila dalam keadaan darurat.
Untuk menutupi kurangnya gizi yang dikandung jepa-jepa, nelayan mencampur dengan gula merah dan parutan kelapa, atau dengan ikan. Kelebihan yang dimiliki jepa-jepa adalah tahan lama, bisa sampai berbulan-bulan atau sampai dua tahun bila selalu dikeringkan/dijemur di panas matahari; nilai karbohidratnya cukup tinggi; mudah diperoleh/harganya murah karena produksi lokal (ada pula nelayan yang membuat sendiri); dan mudah memprosesnya menjadi makanan siap saji (efisien). Walaupun demikian, nelayan juga membawa beras sebagai logistik utama tetapi tidak banyak. Perbandingan antara jepa-jepa dengan beras yang dibawa nelayan rata-rata 75 % untuk jepa-jepa dan 25 % untuk nasi.
Perbandingan menjadi terbalik setelah beras semakin mudah diperoleh dan harganya tidak terlalu beda jauh dengan jepa-jepa. Faktor lain adalah kebiasaan juga sangat berpengaruh, khususnya bagi nelayan muda, yang tidak terbiasa mengkonsumsinya, dan penggunaan mesin yang berpengaruh pada lama tinggal di laut. Jadi sekarang ini, di kalangan nelayan atau pelaut Mandar, jepa-jepa hanyalah sebagai makanan sampingan, khususnya yang melakukan perjalan jauh dan lama tinggal di laut. Adapun yang hanya tiga sampai sepuluh hari di laut bahan pangan untuk pemenuhan karbohidrat adalah beras. Bukan hanya nelayan yang tinggal/bermalam di laut yang biasa membawa jepa-jepa, nelayan yang berangkat pagi pulang sore juga membawa jepa-jepa sebagai logistik, baik utama maupun sebagai pendukung.
Ada cerita/anekdot menarik di kalangan nelayan yang menggambarkan begitu efisiennya jepa-jepa sebagai logistik nelayan. Pernah ada lomba mendayung antara nelayan Mandar dengan nelayan daerah lain dengan menggunakan lepa-lepa yang jalur lintasan menempuh jarak yang jauh dan dilakukan selama berhari-hari. Singkat cerita, pemenang dari lomba tersebut adalah nelayan Mandar Hal itu disebabkan dia membawa jepa-jepa sebagai bekalnya, yang mana pembuatannya dapat dilakukan sambil terus-menerus mendayung. Sedangkan nelayan lain bekalnya adalah makanan yang harus dimasak terlebih dahulu.
Sebenarnya jepa-jepa adalah varian dari jepa (hanya satu kata). Jepa dibuat dari ubi kayu parut yang airnya telah dibuang, sebab bersifat racun. Jadi, bisa dikatakan bahwa ampaslah yang diolah. Untuk membuang cairan di ubi kayu, prosesnya sebagai berikut: ubi dikupas untuk kemudian diparut dengan cara manual. Kadang juga pakai mesin. Tapi kalau manual, parutannya lebih halus.
Hasil parutan dimasukan ke dalam kain untuk kemudian dibungkus. Bungkusan lalu diperas dengan cara menjepitnya di penjepit raksasa yang terbuat dari kayu. Istilahnya “pangepeq”. Ditekan sedemikian rupa, bisa dengan duduk di atas atau memberi beban berupa batu-batu besar. Ditekan agak lama sampai tak ada lagi cairan yang menetes. Selanjutnya, bungkusan dibuka untuk menguraikan ampas. Setelah terurai dengan baik, dicampur dengan kelapa yang telah diparut. Bahan tersebut kemudian dipanggang dengan menggunaka dua piring batu yang terbuat dari tanah liat.
Bila jepa bertujuan dikonsumsi langsung, diameternya sekitar 15-20 cm dan agak tebal. Tapi bila diolah lebih lanjut menjadi jepa-jepa, diameternya bisa lebih besar tapi agak tipis. Dibuat demikian agar mudah dijemur (digantung di penjemuran layaknya pakaian) dan dihancurkan.
Bila menyebut atau menuliskan saja “jepa”, maka itu merujuk pada jepa berbahan baku ubi kayu. Tapi kalau bahan bakunya lain, maka ada kata tambahan berdasar bahan pembuat jepa. Misalnya “jepa tarreang” bila jepa tersebut terbuat dari “tarreang” atau jawawut dan “jepa katong” bila terbuat dari sagu.
Posted on http://ridwanmandar.com/2013/01/11/mengenal-jepa/