1. K.H. Zainuddin MZ
Biografi K.H. Zainuddin M.Z Mengenang Dai Sejuta Ummat
K.H. Zainuddin M.Z. adalah
seorang da’i kondang di Indonesia. Ia memiliki nama lengkap K.H.
Zainuddin Muhammad Zein (M.Z.) lahir di Jakarta pada tanggal 2 Maret
1951. Anak tunggal buah cinta pasangan Turmudzi dan Zainabun dari
keluarga Betawi asli ini sejak kecil memang sudah nampak mahir
berpidato. Bakatnya ini terbawa sampai ia dewasa hingga ia dikenal
dengan julukan “da’i sejuta umat” karena da’wahnya yang dapat menyentuh
seluruh lapisan masyarakat. K.H. Zainuddin M.Z. menempuh pendidikan tinggi di IAIN Sarif Hidayatullah dan berhasil mendapatkan gelar doktor dari Universitas Kebangsaan Malaysia.
Biografi K.H. Zainuddin M.Z. dari Google Biografi
Udin -nama
panggilan keluarganya- suka naik ke atas meja untuk berpidato di depan
tamu yang berkunjung ke rumah kakeknya. ‘Kenakalan’ berpidatonya itu
tersalurkan ketika mulai masuk Madrasah Tsanawiyah hingga tamat Aliyah
di Darul Ma’arif, Jakarta. Di sekolah ini ia belajar pidato dalam forum
Ta’limul Muhadharah (belajar berpidato). Kebiasaannya membanyol dan
mendongeng terus berkembang. Setiap kali tampil, ia memukau
teman-temannya. Kemampuannya itu terus terasah, berbarengan permintaan
ceramah yang terus mengalir.
Karena ceramahnya sering dihadiri puluhan ribu ummat, maka tak salah kalau pers menjulukinya ‘Da’i Berjuta Umat’.
Suami Hj. Kholilah ini semakin dikenal masyarakat ketika ceramahnya
mulai memasuki dunia rekaman. Kasetnya beredar bukan saja di seluruh
pelosok Nusantara, tapi juga ke beberapa negara Asia. Sejak itu, da’i
yang punya hobi mendengarkan lagu-lagu dangdut ini mulai dilirik oleh
beberapa stasiun televisi. Bahkan dikontrak oleh sebuah biro perjalanan
haji yang bekerjasama dengan televisi swasta bersafari bersama artis ke
berbagai daerah yang disebut ‘Nada dan Da’wah.
K.H. Zainuddin M.Z. saat berceramah |
Kepiawaian ceramahnya sempat mengantarkan Zainuddin ke
dunia politik. Pada tahun 1977-1982 ia bergabung dengan partai
berlambang Ka’bah (PPP). Jabatannya pun bertambah, selain da’i juga
sebagai politikus. Selain itu, keterlibatannya dalam PPP tidak bisa
dilepaskan dari guru ngajinya, KH Idham Chalid. Sebab, gurunya yang
pernah jadi ketua umum PB NU itu
salah seorang deklarator PPP. Dia mengaku lama nyantri di Ponpes Idham
Khalid yang berada di bilangan Cipete, yang belakangan identik sebagai
kubu dalam NU.
Sebelum
masuk DPP, dia sudah menjadi pengurus aktif PPP, yakni menjadi anggota
dewan penasihat DPW DKI Jakarta. Lebih jauh lagi, berkat kelihaiannya
mengomunikasikan ajaran agama dengan gaya tutur yang luwes, sederhana,
dan dibumbui humor segar, partai yang merupakan fusi beberapa partai
Islam itu jauh-jauh hari (sejak Pemilu 1977) sudah memanfaatkannya
sebagai vote-getter.Bersama Raja Dangdut H Rhoma Irama, K.H. Zainudiin M.Z.berkeliling
berbagai wilayah mengampanyekan partai yang saat itu bergambar Ka’bah
-sebelum berganti gambar bintang. Hasil yang diperoleh sangat signifikan
dan mempengaruhi dominasi Golkar. Tak ayal, kondisi itu membuat
penguasa Orde Baru waswas.Totalitas K.H. Zainuddin M.Z. untuk
PPP bisa dirunut dari latar belakangnya. Pertama, secara kultural dia
warga nahdliyin, atau menjadi bagian dari keluarga besar NU. Dengan
posisinya tersebut, dia ingin memperjuangkan NU yang
saat itu menjadi bagian dari fusi PPP yang dipaksakan Orde Baru pada 5
Januari 1971. Untuk diketahui, ormas lain yang menjadi bagian fusi itu,
antara lain, Muslimin Indonesia (MI), Perti, dan PSII.
Selain
itu, keterlibatannya dalam PPP tidak bisa dilepaskan dari guru
ngajinya, KH Idham Chalid. Sebab, gurunya yang pernah jadi ketua umum PB
NU itu salah seorang deklarator PPP. Pada 20 Januari 2002 K.H.
Zainudiin M.Z. bersama rekan-rekannya mendeklarasikan PPP Reformasi yang
kemudian berubah nama menjadi Partai Bintang Reformasi dalam Muktamar
Luar Biasa pada 8-9 April 2003 di Jakarta. Ia juga secara resmi
ditetapkan sebagai calon presiden oleh partai ini. Zainuddin MZ menjabat
sebagai Ketua umum PBR sampai tahun 2006.
Setelah terjun ke dunia politik KH. Zainuddin MZ akhirnya kembali fokus untuk menebarkan dakwah dan kembali berada ditengah-tengah umat namun ternyata beliau akhirnya dipanggil Yang maha kuasa sehingga hanya rekaman-rekaman ceramahnyalah yang dapat kita dengar saat ini. Semoga Beliau mendapat tempat yang layak di sisi-Nya Amin.
2. Deddy Mizwar
Biografi Deddy Mizwar
Nama Lengkap: Deddy Mizwar
Tanggal Lahir: Jakarta, 5 Maret 1955
Sutradara, produser, sekaligus aktor kawakan, Deddy Mizwar, dikenal aktif memproduksi film dan sinetron bernuansa dakwah dengan pesan moral dan agama yang ringan dan menghibur. Aktor senior pemenang 4 piala Citra (untuk film) dan 2 piala Vidya (untuk sinetron) ini sudah berpengalaman membuat sejumlah sinetron bermuatan dakwah dari serial Pengembara, Mat Angin sampai Lorong Waktu.
Kecintaan aktor asli Betawi ini pada dunia seni tidak terbantahkan lagi. Buktinya, selepas sekolah, ia sempat berstatus pegawai negeri pada Dinas Kesehatan DKI Jakarta. Namun ayah dari 2 anak ini hanya betah 2 tahun saja sebagai pegawai karena ia lebih gandrung main teater – ia bergabung di Teater Remaja Jakarta. Selebihnya, jalan hidupnya banyak ia baktikan pada dunia seni, lebih tepatnya seni peran.
Darah seni itu rupanya mengalir deras dari ibunya, Ny. Sun'ah yang pernah memimpin sangar seni Betawi. Akhirnya, ia dan ibunya kerap mengadakan kegiatan seni di kampung sekitarnya. "Pertama kali manggung, saat acara 17 Agustus-an di kampung. Saya bangga sekali waktu itu, karena ditepukin orang sekampung. Saya pun jadi ketagihan berakting," kenang Deddy.
Kecintaannya pada dunia teater telah mengubah jalan hidupnya. Beranjak dewasa, sekitar tahun 1973, Deddy mulai aktif di Teater Remaja Jakarta. Dan lewat teater inilah bakat akting Deddy mulai terasah. Deddy pernah terpilih sebagai Aktor Terbaik Festival Teater Remaja di Taman Ismail Marzuki. Tidak sekedar mengandalkan bakat alam, Deddy kemudian kuliah di LPKJ, tapi cuma dua tahun.
Memulai karier di film pada 1976, Deddy bekerja keras dan mencurahkan kemampuan aktingnya, di berbagai film yang dibintangi. Pertama kali main film, dalam Cinta Abadi (1976) yang disutradarai Wahyu Sihombing, dosennya di LPKJ, dia langsung mendapat peran utama. Puncaknya, perannya di film Naga Bonar kian mendekatkannya pada popularitas. Kepiawaiannya berakting membuahkan hasil dengan meraih 4 Piala Citra sekaligus dalam FFI 1986 dan 1987 diantaranya: Aktor Terbaik FFI dalam Arie Hanggara (1986), Pemeran Pembantu Terbaik FFI dalam Opera Jakarta (1986), Aktor Terbaik FFI dalam Naga Bonar (1987), dan Pemeran Pembantu Terbaik FFI dalam Kuberikan Segalanya (1987).
Di awal tahun 90-an, karir Deddy Mizwar mencapai puncak. Melalui kekuatan aktingnya yang mengagumkan, popularitas ada dalam genggamannya. Meski namanya semakin populer, Deddy merasa hampa. Di tengah rasa hampa, pikirannya membawanya kembali pada masa kecilnya. Lahir di Jakarta 5 Maret 1955, ia tumbuh di tengah nuansa religius etnis Betawi. Ia terkenang suasana pengajian di surau yang tenang dan sejuk. Jiwanya ingin kembali mencicipi suasana teduh di masa kecil itu.
Pergolakan batinnya akhirnya berakhir setelah ia meyakini bahwa hidup ini semata-mata beribadah kepada Allah. Sejak itu, Deddy belajar agama secara intens. Kini segala hal harus bernilai ibadah bagi Deddy. Termasuk pada bidang yang digelutinya yakni dunia perfilman dan sinetron.
Suami dari Giselawati ini kemudian memutuskan untuk terjun langsung memproduksi sinetron dan film bertemakan religius sebagai wujud ibadahnya kepada Allah. Didirikanlah PT Demi Gisela Citra Sinema tahun 1996. Tekadnya sudah bulat kendati pada perkembangan berikutnya banyak rintangan dan hambatan ditemui.
Ketika itu sinetron religius Islam masih menjadi barang langka dan kurang bisa diterima pihak stasiun televisi. Kondisi ini tidak menyurutkan langkahnya. Maka dibuatlah sinetron Hikayat Pengembara yang tayang di bulan Ramadhan. Usahanya berbuah hasil. Rating sinetron ini cukup menggembirakan. Setelah itu hampir semua stasiun televisi menayangkan sinetron religius bulan Ramadhan. ''Berjuangnya sungguh keras tapi setelah itu semua orang bisa menikmati,'' kata Deddy bangga.
Diakuinya produk sinetron yang bernafaskan religius Islam sulit mendapatkan tempat di stasiun televisi selain di bulan Ramadhan. Hal ini disebabkan stasiun teve terlampau under estimate di samping memang tidak banyak sineas yang mau membuat tayangan sinetron religius di luar bulan Ramadhan.
Dalam pandangan Deddy Mizwar, film merupakan salah satu media dakwah yang cukup efektif untuk menyampaikan pesan-pesan Islam kepada masyarakat luas termasuk kalangan non-Muslim. ”Saya contohkan sinetron ‘Lorong Waktu’ yang ternyata diminati pula oleh warga non-Muslim. Bahkan, saat ini ‘Lorong Waktu’ diputar ulang di luar bulan Ramadan hingga saya berkesimpulan sinetron atau film dakwah tak harus identik dengan bulan Ramadan,” katanya. Dengan kata lain, masyarakat rupanya mau menerima dan menyambut hangat tayangan religius di luar Ramadhan.
Ke depan, Deddy akan terus berusaha konsisten memproduksi film dan sinetron religius.
Ia juga menyarankan agar umat Islam mendirikan stasiun TV sendiri, sehingga umat Islam memiliki alternatif dalam memilih stasiun TV maupun acaranya. ”Sudah waktunya umat Islam mengisi dan mewarnai acara-acara TV. Saya melihat potensi ke arah itu cukup besar terutama dari kalangan sineas muda dan mahasiswa,” kata aktor yang telah membintangi sekitar 70 film layar lebar ini penuh optimisme.
Biodata Lengkap Deddy Mizwar
Nama: Deddy Mizwar
Lahir: Jakarta, 5 Maret 1955
Isteri: Giselawaty Wiranegara
Anak:
Senandung Nacita dan Zulfikar Rakita
Prestasi:
Aktor Terbaik FFI dalam Arie Hanggara 1986
Pemeran Pembantu Terbaik FFI dalam Opera Jakarta 1986
Aktor Terbaik FFI dalam Naga Bonar 1987
Pemeran Pembantu Terbaik FFI dalam kuberikan segalanya 1987
Pemeran Pembantu Piala Terbaik Piala Vidia FSI dalam Vonis Kepagian 1996
Aktor Terbaik dan Sutradara Terbaik sekaligus Sinetron Terbaik FSI dalam Mat Angin 1999
Unggulan FFI (12 kali):
Bukan Impian Semusim FFI 1982
Sunan Kalijaga FFI 1984
Saat-saat Kau Berbaring Di dadaku FFI 1985
Kerikil-kerikil Tajam FFI 1985
Kejarlah Daku Kau Kutangkap FFI 1986
Ayahku FFI 1988
Putihnya Duka Kelabunya Bahagia FFI 1989
Dua Dari Tiga Lelaki FFI 1990
Jangan Renggut Cintaku FFI 1990
Sinetron:
Pengembara
Lorong Waktu
Adillah
Film:
Kiamat Sudah Dekat ( VCD )
Naga Bonar
Plong ( VCD )
Hatiku Bukan Pualam
Cinta Abadi
Sunan Kalijaga & Syech Siti Jenar
Source: http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/d/deddy-mizwar/index.shtml
Masa Muda
Prof. DR (HC). Ing. Dr. Sc. Mult.
Bacharuddin Jusuf Habibie atau dikenal sebagai BJ Habibie (73 tahun)
merupakan pria Pare-Pare (Sulawesi Selatan) kelahiran 25 Juni 1936.
Habibie menjadi Presiden ke-3 Indonesia selama 1.4 tahun dan 2 bulan
menjadi Wakil Presiden RI ke-7. Habibie merupakan “blaster” antara orang
Jawa [ibunya] dengan orang Makasar/Pare-Pare [ayahnya].
Dimasa kecil, Habibie telah menunjukkan
kecerdasan dan semangat tinggi pada ilmu pengetahuan dan teknologi
khususnya Fisika. Selama enam bulan, ia kuliah di Teknik Mesin Institut Teknologi Bandung
(ITB), dan dilanjutkan ke Rhenisch Wesfalische Tehnische Hochscule –
Jerman pada 1955. Dengan dibiayai oleh ibunya, R.A. Tuti Marini
Puspowardoyo, Habibie muda menghabiskan 10 tahun untuk menyelesaikan
studi S-1 hingga S-3 di Aachen-Jerman.
Berbeda dengan rata-rata mahasiswa
Indonesia yang mendapat beasiswa di luar negeri, kuliah Habibie
(terutama S-1 dan S-2) dibiayai langsung oleh Ibunya yang melakukan
usaha catering dan indekost di Bandung setelah ditinggal pergi suaminya
(ayah Habibie). Habibie mengeluti bidang Desain dan Konstruksi Pesawat
di Fakultas Teknik Mesin. Selama lima tahun studi di Jerman akhirnya
Habibie memperoleh gelar Dilpom-Ingenenieur atau diploma teknik (catatan : diploma teknik di Jerman umumnya disetarakan dengan gelar Master/S2 di negara lain) dengan predikat summa cum laude.
Pak Habibie melanjutkan program doktoral
setelah menikahi teman SMA-nya, Ibu Hasri Ainun Besari pada tahun 1962.
Bersama dengan istrinya tinggal di Jerman, Habibie harus bekerja untuk
membiayai biaya kuliah sekaligus biaya rumah tangganya. Habibie
mendalami bidang Desain dan Konstruksi Pesawat Terbang. Tahun 1965,
Habibie menyelesaikan studi S-3 nya dan mendapat gelar Doktor Ingenieur
(Doktor Teknik) dengan indeks prestasi summa cum laude.
Karir di Industri
Selama menjadi mahasiswa tingkat
doktoral, BJ Habibie sudah mulai bekerja untuk menghidupi keluarganya
dan biaya studinya. Setelah lulus, BJ Habibie bekerja di
Messerschmitt-Bölkow-Blohm atau MBB Hamburg (1965-1969 sebagai Kepala
Penelitian dan Pengembangan pada Analisis Struktrur Pesawat Terbang, dan
kemudian menjabat Kepala Divisi Metode dan Teknologi pada industri
pesawat terbang komersial dan militer di MBB (1969-1973). Atas kinerja
dan kebriliannya, 4 tahun kemudian, ia dipercaya sebagai Vice President sekaligus
Direktur Teknologi di MBB periode 1973-1978 serta menjadi Penasihast
Senior bidang teknologi untuk Dewan Direktur MBB (1978 ). Dialah menjadi satu-satunya orang Asia yang berhasil menduduki jabatan nomor dua di perusahaan pesawat terbang Jerman ini.
Sebelum memasuki usia 40 tahun, karir
Habibie sudah sangat cemerlang, terutama dalam desain dan konstruksi
pesawat terbang. Habibie menjadi “permata” di negeri Jerman dan iapun
mendapat “kedudukan terhormat”, baik secara materi maupun
intelektualitas oleh orang Jerman. Selama bekerja di MBB Jerman, Habibie
menyumbang berbagai hasil penelitian dan sejumlah teori untuk ilmu
pengetahuan dan teknologi dibidang Thermodinamika, Konstruksi dan
Aerodinamika. Beberapa rumusan teorinya dikenal dalam dunia pesawat
terbang seperti “Habibie Factor“, “Habibie Theorem” dan “Habibie Method“.
Kembali ke Indonesia
Pada tahun 1968, BJ Habibie telah
mengundang sejumlah insinyur untuk bekerja di industri pesawat terbang
Jerman. Sekitar 40 insinyur Indonesia akhirnya dapat bekerja di MBB atas
rekomendasi Pak Habibie. Hal ini dilakukan untuk mempersiapkan skill
dan pengalaman (SDM) insinyur Indonesia untuk suatu saat bisa kembali ke
Indonesia dan membuat produk industri dirgantara (dan kemudian maritim
dan darat). Dan ketika (Alm) Presiden Soeharto mengirim Ibnu Sutowo ke
Jerman untuk menemui seraya membujuk Habibie pulang ke Indonesia, BJ
Habibie langsung bersedia dan melepaskan
jabatan, posisi dan prestise tinggi di Jerman. Hal ini dilakukan BJ
Habibie demi memberi sumbangsih ilmu dan teknologi pada bangsa ini. Pada 1974 di usia 38 tahun, BJ Habibie pulang ke tanah air. Iapun diangkat menjadi penasihat pemerintah (langsung dibawah Presiden)
di bidang teknologi pesawat terbang dan teknologi tinggi hingga tahun
1978. Meskipun demikian dari tahun 1974-1978, Habibie masih sering
pulang pergi ke Jerman karena masih menjabat sebagai Vice Presiden dan
Direktur Teknologi di MBB.
Habibie mulai benar-benar fokus setelah
ia melepaskan jabatan tingginya di Perusahaan Pesawat Jerman MBB pada
1978. Dan sejak itu, dari tahun 1978 hingga 1997, ia diangkat menjadi Menteri Negara Riset dan Teknologi (Menristek) sekaligus merangkap sebagai Ketua Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Disamping itu Habibie juga diangkat sebagai Ketua Dewan Riset Nasional dan berbagai jabatan lainnya.
Ketika menjadi Menristek,
Habibie mengimplementasikan visinya yakni membawa Indonesia menjadi
negara industri berteknologi tinggi. Ia mendorong adanya lompatan dalam
strategi pembangunan yakni melompat dari agraris langsung menuju negara
industri maju. Visinya yang langsung membawa Indonesia menjadi negara
Industri mendapat pertentangan dari berbagai pihak, baik dalam maupun
luar negeri yang menghendaki pembangunan secara bertahap yang dimulai
dari fokus investasi di bidang pertanian. Namun, Habibie memiliki
keyakinan kokoh akan visinya, dan ada satu “quote” yang terkenal dari
Habibie yakni :
“I have some figures which compare the cost of one kilo of airplane compared to one kilo of rice. One kilo of airplane costs thirty thousand US dollars and one kilo of rice is seven cents. And if you want to pay for your one kilo of high-tech products with a kilo of rice, I don’t think we have enough.” (Sumber : BBC: BJ Habibie Profile -1998.)
Kalimat diatas merupakan senjata
Habibie untuk berdebat dengan lawan politiknya. Habibie ingin
menjelaskan mengapa industri berteknologi itu sangat penting. Dan ia
membandingkan harga produk dari industri high-tech (teknologi tinggi)
dengan hasil pertanian. Ia menunjukkan data bahwa harga 1 kg pesawat
terbang adalah USD 30.000 dan 1 kg beras adalah 7 sen (USD 0,07).
Artinya 1 kg pesawat terbang hampir setara dengan 450 ton beras. Jadi
dengan membuat 1 buah pesawat dengan massa 10 ton, maka akan diperoleh
beras 4,5 juta ton beras.
Pola pikir Pak Habibie disambut dengan
baik oleh Pak Harto.Pres. Soeharto pun bersedia menggangarkan dana
ekstra dari APBN untuk pengembangan proyek teknologi Habibie. Dan pada
tahun 1989, Suharto memberikan “kekuasan” lebih pada Habibie dengan
memberikan kepercayaan Habibie untuk memimpin industri-industri
strategis seperti Pindad, PAL, dan PT IPTN.
Habibie menjadi RI-1
Secara materi, Habibie sudah sangat mapan
ketika ia bekerja di perusahaan MBB Jerman. Selain mapan, Habibie
memiliki jabatan yang sangat strategis yakni Vice President sekaligus Senior Advicer di perusahaan high-tech
Jerman. Sehingga Habibie terjun ke pemerintahan bukan karena mencari
uang ataupun kekuasaan semata, tapi lebih pada perasaan “terima kasih”
kepada negara dan bangsa Indonesia dan juga kepada kedua orang tuanya.
Sikap serupa pun ditunjukkan oleh Kwik Kian Gie,
yakni setelah menjadi orang kaya dan makmur dahulu, lalu Kwik pensiun
dari bisnisnya dan baru terjun ke dunia politik. Bukan sebaliknya, yang
banyak dilakukan oleh para politisi saat ini yang menjadi politisi demi
mencari kekayaan/popularitas sehingga tidak heran praktik korupsi
menjamur.
Tiga tahun setelah kepulangan ke
Indonesia, Habibie (usia 41 tahun) mendapat gelar Profesor Teknik dari
ITB. Selama 20 tahun menjadi Menristek, akhirnya pada tanggal 11 Maret
1998, Habibie terpilih sebagai Wakil Presiden RI ke-7 melalui Sidang
Umum MPR. Di masa itulah krisis ekonomi (krismon) melanda kawasan Asia
termasuk Indonesia. Nilai tukar rupiah terjun bebas dari Rp 2.000 per
dolar AS menjadi Rp 12.000-an per dolar. Utang luar negeri jatuh tempo
sehinga membengkak akibat depresiasi rupiah. Hal ini diperbarah oleh
perbankan swasta yang mengalami kesulitan likuiditas. Inflasi meroket
diatas 50%, dan pengangguran mulai terjadi dimana-mana.
Pada saat bersamaan, kebencian masyarakat
memuncak dengan sistem orde baru yang sarat Korupsi, Kolusi, Nepotisme
yang dilakukan oleh kroni-kroni Soeharto (pejabat, politisi,
konglomerat). Selain KKN, pemerintahan Soeharto tergolong otoriter,
yang menangkap aktivis dan mahasiswa vokal.
Dipicu penembakan 4 orang mahasiswa (Tragedi Trisakti)
pada 12 Mei 1998, meletuslah kemarahan masyarakat terutama kalangan
aktivis dan mahasiswa pada pemerintah Orba. Pergerakan mahasiswa,
aktivis, dan segenap masyarakat pada 12-14 Mei 1998 menjadi momentum
pergantian rezim Orde Baru pimpinan Pak Hato. Dan pada 21 Mei 1998,
Presiden Soeharto terpaksa mundur dari jabatan Presiden yang dipegangnya
selama lebih kurang 32 tahun. Selama 32 tahun itulah, pemerintahan
otoriter dan sarat KKN tumbuh sumbur. Selama 32 tahun itu pula, banyak
kebenaran yang dibungkam. Mulai dari pergantian Pemerintah Soekarno (dan
pengasingan Pres Soekarno), G30S-PKI, Supersemar, hingga dugaan
konspirasi Soeharto dengan pihak Amerika dan sekutunya yang mengeruk
sumber kekayaan alam oleh kaum-kaum kapitalis dibawah bendera
korpotokrasi (termasuk CIA, Bank Duni, IMF dan konglomerasi).
Soeharto mundur, maka Wakilnya yakni BJ
Habibie pun diangkat menjadi Presiden RI ke-3 berdasarkan pasal 8 UUD
1945. Namun, masa jabatannya sebagai presiden hanya bertahan selama 512
hari. Meski sangat singkat, kepemimpinan Presiden Habibie mampu membawa
bangsa Indonesia dari jurang kehancuran akibat krisis. Presiden Habibie
berhasil memimpin negara keluar dari dalam keadaan ultra-krisis,
melaksanankan transisi dari negara otorian menjadi demokrasi. Sukses
melaksanakan pemilu 1999 dengan multi parti (48 partai), sukses membawa
perubahan signifikn pada stabilitas, demokratisasi dan reformasi di
Indonesia.
Habibie merupakan presiden RI pertama
yang menerima banyak penghargaan terutama di bidang IPTEK baik dari
dalam negeri maupun luar negeri. Jasa-jasanya dalam bidang teknologi
pesawat terbang mengantarkan beliau mendapat gelar Doktor Kehormatan (Doctor of Honoris Causa) dari berbagaai Universitas terkemuka dunia, antara lain Cranfield Institute of Technology dan Chungbuk University.
4. Baharuddin Lopa
Dalam
menegakkan hukum dan keadilan, Lopa, jaksa yang hampir tidak punya rasa
takut, kecuali kepada Allah. Dia, teladan bagi orang-orang yang berani
melawan arus kebobrokan serta pengaruh kapitalisme dan liberalisme dalam
hukum. Sayang, suratan takdir memanggil Jaksa Agung ini tatkala rakyat
membutuhkan keberaniannya. Tetapi dia telah meninggalkan warisan yang
mulia untuk menegakkan keadilan. Dia mewariskan keberanian penegakan
hukum tanpa pandang bulu bagi bangsanya.
Barlop, demikian pendekar hukum itu biasa dipanggil, lahir di rumah panggung berukuran kurang lebih 9 x 11 meter, di Dusun Pambusuang, Sulawesi Selatan, 27 Agustus 1935. Rumah itu sampai sekarang masih kelihatan sederhana untuk ukuran keluarga seorang mantan Menteri Kehakiman dan HAM dan Jaksa Agung. Ibunda pria perokok berat ini bernama Samarinah. Di rumah yang sama juga lahir seorang bekas menteri, Basri Hasanuddin. Lopa dan Basri punya hubungan darah sepupu satu. Keluarga dekatnya, H. Islam Andada, menggambarkan Lopa sebagai pendekar yang berani menanggung risiko, sekali melangkah pantang mundur. Ia akan mewujudkan apa yang sudah diucapkannya. Memang ada kecemasan dari pihak keluarga atas keselamatan jiwa Lopa begitu ia duduk di kursi Jaksa Agung. Ia patuh pada hukum, bukan pada politik. Lopa menerima anugerah Government Watch Award (Gowa Award) atas pengabdiannya memberantas korupsi di Indonesia selama hidupnya. Simboliasi penganugeragan penghargaan itu ditandai dengan Deklarasi Hari Anti Korupsi yang diambil dari hari lahir Lopa pada 27 Agustus.
Lopa terpilih sebagai tokoh anti korupsi karena telah bekerja dan berjuang untuk melawan ketidakadilan dengan memberantas korupsi di Indonesia tanpa putus asa selama lebih dari 20 tahun. Almarhum Lopa, katanya, adalah sosok abdi negara, pegawai negeri yang bersih, jujur, bekerja tanpa pamrih, dan tidak korup. Menurut Ketua Gowa Farid Faqih, korupsi di Indonesia telah menyebabkan kebodohan dan kemiskinan bagi seluruh rakyat, tidak mungkin diatasi jika pihaknya, lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, militer, dan pimpinan parpol tetap melakukan korupsi. Karena itu perlu dimulai hidup baru melalui gerakan moral dan kebudayaan untuk memberantas korupsi.
Istri Lopa, Indrawulan, telah memberi contoh kesederhanaan istri seorang pejabat. Watak keras dan tegas suaminya tidak dibuat-buat. Karena itu, ia berusaha sedapat mengikuti irama kehidupan suaminya, mendukungnya dan mendoakan bagi ketegaran Lopa. Lopa telah tiada. Memang rakyat meratapi kepergiannya. Tetapi kepergian Lopa merupakan blessing in disguise bagi para koruptor dan penguasa yang enggan menindak kejahatan korupsi.
Dalam usia 25, Baharuddin Lopa, sudah menjadi bupati di Majene, Sulawesi Selatan. Ia, ketika itu, gigih menentang Andi Selle, Komandan Batalyon 710 yang terkenal kaya karena melakukan penyelundupan.
Lopa pernah menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi di Sulawesi Tenggara, Aceh, Kalimantan Barat, dan mengepalai Pusdiklat Kejaksaan Agung di Jakarta. Sejak 1982, Lopa menjabat Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan. Pada tahun yang sama, ayah tujuh anak itu meraih gelar doktor hukum laut dari Universitas Diponegoro, Semarang, dengan disertasi Hukum Laut, Pelayaran dan Perniagaan yang Digali dari Bumi Indonesia.
Begitu diangkat sebagai Kajati Sulawesi Selatan, Lopa membuat pengumuman di surat kabar: ia meminta masyarakat atau siapa pun, tidak memberi sogokan kepada anak buahnya. Segera pula ia menggebrak korupsi di bidang reboisasi, yang nilainya Rp 7 milyar.
Keberhasilannya itu membuat pola yang diterapkannya dijadikan model operasi para jaksa di seluruh Indonesia.Dengan keberaniannya, Lopa kemudian menyeret seorang pengusaha besar, Tony Gozal alias Go Tiong Kien ke pengadilan dengan tuduhan memanipulasi dana reboisasi Rp 2 milyar. Padahal, sebelumnya, Tony dikenal sebagai orang yang ''kebal hukum'' karena hubungannya yang erat dengan petinggi. Bagi Lopa tak seorang pun yang kebal hukum.
Lopa menjadi heran ketika Majelis Hakim yang diketuai J. Serang, Ketua Pengadilan Negeri Ujungpandang, membebaskan Tony dari segala tuntutan. Tetapi diam-diam guru besar Fakultas Hukum Unhas itu mengusut latar belakang vonis bebas Tony. Hasilnya, ia menemukan petunjuk bahwa vonis itu lahir berkat dana yang mengalir dari sebuah perusahaan Tony.
Sebelum persoalan itu tuntas, Januari 1986, Lopa dimtasi menjadi Staf Ahli Menteri Kehakiman Bidang Perundang-undangan di Jakarta. J. Serang juga dimutasi ke Pengadilan Tinggi Sulawesi Selatan Ketika menjabat Jaksa Tinggi Makassar, ia memburu seorang koruptor kakap, akibatnya ia masuk kotak, hanya menjadi penasihat menteri. Ia pernah memburu kasus mantan Presiden Soeharto dengan mendatangi teman-temannya di Kejaksaan Agung, di saat ia menjabat Sekretaris Jenderal Komnas HAM. Lopa menanyakan kemajuan proses perkara Pak Harto. Memang akhirnya kasus Pak Harto diajukan ke pengadilan, meskipun hakim gagal mengadilinya karena kendala kesehatan.
Lopa dan Bismar Siregar merupakan contoh yang langka dari figur yang berani melawan arus. Sayang Lopa sudah tiada dan Bismar sudah pensiun. Tetapi mereka telah meninggalkan warisan yang mulia kepada rekan-rekannya. Tentu untuk diteladani. Baharudin Lopa meninggal dunia pada usia 66 tahun, di rumah sakit Al-Hamadi Riyadh, pukul 18.14 waktu setempat atau pukul 22.14 WIB 3 Juli 2001, di Arab Saudi, akibat gangguan pada jantungnya.
Lopa, mantan Dubes RI untuk Saudi, dirawat di ruang khusus rumah sakit swasta di Riyadh itu sejak tanggal 30 Juni. Menurut Atase Penerangan Kedubes Indonesia untuk Arab Saudi, Joko Santoso, Lopa terlalu lelah, karena sejak tiba di Riyadh tidak cukup istirahat.
Lopa tiba di Riyadh, 26 Juni untuk serah terima jabatan dengan Wakil Kepala Perwakilan RI Kemas Fachruddin SH, 27 Juni. Kemas menjabat Kuasa Usaha Sementara Kedubes RI untuk Saudi yang berkedudukan di Riyadh. Lopa sempat menyampaikan sambutan perpisahan.
Tanggal 28 Juni, Lopa dan istri serta sejumlah pejabat Kedubes melaksanakan ibadah umrah dari Riyadh ke Mekkah lewat jalan darat selama delapan jam. Lopa dan rombongan melaksanakan ibadah umrah malam hari, setelah shalat Isya. Tanggal 29 Juni melaksanakan shalat subuh di Masjidil Haram. Malamnya, Lopa dan rombongan kembali ke Riyadh, juga jalan darat. Ternyata ketahanan tubuh Lopa terganggu setelah melaksanakan kegiatan fisik tanpa henti tersebut. Tanggal 30 Juni pagi, Lopa mual-mual, siang harinya (pukul 13.00 waktu setempat) dilarikan ke RS Al-Hamadi.
Presiden KH Abdurahman Wahid, sebelum mengangkat Jaksa Agung definitif, menunjuk Soeparman sebagai pelaksana tugas-tugas Lopa ketika sedang menjalani perawatan. Penunjukan Soeparman didasarkan atas rekomendasi yang disampaikan Lopa kepada Presiden. Padahal Lopa sedang giat-giatnya mengusut berbagai kasus korupsi. Sejak menjabat Jaksa Agung, Lopa memburu Sjamsul Nursalim yang sedang dirawat di Jepang dan Prajogo Pangestu yang dirawat di Singapura agar segera pulang ke Jakarta. Lopa juga memutuskan untuk mencekal Marimutu Sinivasan. Namun ketiga konglomerat ?hitam? tersebut mendapat penangguhan proses pemeriksaan langsung dari Wahid, alias Gus Dur.
Lopa juga menyidik keterlibatan Arifin Panigoro, Akbar Tandjung, dan Nurdin Halid dalam kasus korupsi. Gebrakan Lopa itu sempat dinilai bernuansa politik oleh berbagai kalangan, namun Lopa tidak mundur. Lopa bertekad melanjutkan penyidikan, kecuali ia tidak lagi menjabat Jaksa Agung.
Sejak menjabat Jaksa Agung, 6 Juni 2001, menggantikan Marzuki Darusman, Lopa bekerja keras untuk memberantas korupsi. Ia bersama staf ahlinya Dr Andi Hamzah dan Prof Dr Achmad Ali serta staf lainnya, bekerja hingga pukul 23.00 setiap hari. Kepergian Lopa sangat mengejutkan, meninggal ketika ia menjadi tumpuan harapan rakyat yang menuntut dan mendambakan keadilan. Sejak menjabat Jaksa Agung (hanya 1,5 bulan), Lopa mencatat deretan panjang konglomerat dan pejabat yang diduga terlibat KKN, untuk diseret ke pengadilan.
Ketika menjabat Menteri Kehakiman dan HAM, ia menjebloskan raja hutan Bob Hasan ke Nusakambangan. Ktegasan dan keberaniannya jadi momok bagi para koruptor kakap. Menurut Andi Hamzah, sebelum bertolak ke Arab Saudi, Lopa masih meninggalkan beberapa tugas berat. Kepergian Lopa untuk selamanya, memang membawa dampak serius bagi kelanjutan penanganan kasus-kasus korupsi.
Banyak perkara yang sedang digarap tidak jelas lagi ujung pangkalnya. Banyak masih dalam tahap pengumpulan bukti, sudah ada yang selesai surat dakwaan atau sudah siap dikirim ke pengadilan. Banyak perkara yang tertahan di lapis kedua dan ketiga. Akbar sendiri, meski termasuk tokoh politik yang diburu Lopa, mendukung langkah penegakan hukum yang diprakarsai Lopa. ?Kita merasa kehilangan atasas kepergian Lopa.?
Pengacara yang membela banyak kasus korupsi, Mohammad Assegaf, menyayangkan Lopa melangkah pada waktu yang salah. He?s the right man in the wrong time. Karena itu ia kehilangan peluang untuk melakukan pembenahan.
Pengamat hukum JE Sahetapy menginginkan kelanjutan pengungkapan kasus-kasus korupsi, meski Lopa sudah tiada. Kata Sahetapy, the show must go on. Lopa sendiri sudah punya firasat, tugasnya selaku Jaksa Agung takkan lama. Banyak orang mengaitkannya dengan masa jabatan Gus Dur yang singkat. Tetapi masa bhakti Lopa jauh lebih singkat.
Ia sudah merasa bahwa langkah yang dimulainya akan memberatkan penerusnya.
Suber : http://www.tokohindonesia.com
Barlop, demikian pendekar hukum itu biasa dipanggil, lahir di rumah panggung berukuran kurang lebih 9 x 11 meter, di Dusun Pambusuang, Sulawesi Selatan, 27 Agustus 1935. Rumah itu sampai sekarang masih kelihatan sederhana untuk ukuran keluarga seorang mantan Menteri Kehakiman dan HAM dan Jaksa Agung. Ibunda pria perokok berat ini bernama Samarinah. Di rumah yang sama juga lahir seorang bekas menteri, Basri Hasanuddin. Lopa dan Basri punya hubungan darah sepupu satu. Keluarga dekatnya, H. Islam Andada, menggambarkan Lopa sebagai pendekar yang berani menanggung risiko, sekali melangkah pantang mundur. Ia akan mewujudkan apa yang sudah diucapkannya. Memang ada kecemasan dari pihak keluarga atas keselamatan jiwa Lopa begitu ia duduk di kursi Jaksa Agung. Ia patuh pada hukum, bukan pada politik. Lopa menerima anugerah Government Watch Award (Gowa Award) atas pengabdiannya memberantas korupsi di Indonesia selama hidupnya. Simboliasi penganugeragan penghargaan itu ditandai dengan Deklarasi Hari Anti Korupsi yang diambil dari hari lahir Lopa pada 27 Agustus.
Lopa terpilih sebagai tokoh anti korupsi karena telah bekerja dan berjuang untuk melawan ketidakadilan dengan memberantas korupsi di Indonesia tanpa putus asa selama lebih dari 20 tahun. Almarhum Lopa, katanya, adalah sosok abdi negara, pegawai negeri yang bersih, jujur, bekerja tanpa pamrih, dan tidak korup. Menurut Ketua Gowa Farid Faqih, korupsi di Indonesia telah menyebabkan kebodohan dan kemiskinan bagi seluruh rakyat, tidak mungkin diatasi jika pihaknya, lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, militer, dan pimpinan parpol tetap melakukan korupsi. Karena itu perlu dimulai hidup baru melalui gerakan moral dan kebudayaan untuk memberantas korupsi.
Istri Lopa, Indrawulan, telah memberi contoh kesederhanaan istri seorang pejabat. Watak keras dan tegas suaminya tidak dibuat-buat. Karena itu, ia berusaha sedapat mengikuti irama kehidupan suaminya, mendukungnya dan mendoakan bagi ketegaran Lopa. Lopa telah tiada. Memang rakyat meratapi kepergiannya. Tetapi kepergian Lopa merupakan blessing in disguise bagi para koruptor dan penguasa yang enggan menindak kejahatan korupsi.
Dalam usia 25, Baharuddin Lopa, sudah menjadi bupati di Majene, Sulawesi Selatan. Ia, ketika itu, gigih menentang Andi Selle, Komandan Batalyon 710 yang terkenal kaya karena melakukan penyelundupan.
Lopa pernah menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi di Sulawesi Tenggara, Aceh, Kalimantan Barat, dan mengepalai Pusdiklat Kejaksaan Agung di Jakarta. Sejak 1982, Lopa menjabat Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan. Pada tahun yang sama, ayah tujuh anak itu meraih gelar doktor hukum laut dari Universitas Diponegoro, Semarang, dengan disertasi Hukum Laut, Pelayaran dan Perniagaan yang Digali dari Bumi Indonesia.
Begitu diangkat sebagai Kajati Sulawesi Selatan, Lopa membuat pengumuman di surat kabar: ia meminta masyarakat atau siapa pun, tidak memberi sogokan kepada anak buahnya. Segera pula ia menggebrak korupsi di bidang reboisasi, yang nilainya Rp 7 milyar.
Keberhasilannya itu membuat pola yang diterapkannya dijadikan model operasi para jaksa di seluruh Indonesia.Dengan keberaniannya, Lopa kemudian menyeret seorang pengusaha besar, Tony Gozal alias Go Tiong Kien ke pengadilan dengan tuduhan memanipulasi dana reboisasi Rp 2 milyar. Padahal, sebelumnya, Tony dikenal sebagai orang yang ''kebal hukum'' karena hubungannya yang erat dengan petinggi. Bagi Lopa tak seorang pun yang kebal hukum.
Lopa menjadi heran ketika Majelis Hakim yang diketuai J. Serang, Ketua Pengadilan Negeri Ujungpandang, membebaskan Tony dari segala tuntutan. Tetapi diam-diam guru besar Fakultas Hukum Unhas itu mengusut latar belakang vonis bebas Tony. Hasilnya, ia menemukan petunjuk bahwa vonis itu lahir berkat dana yang mengalir dari sebuah perusahaan Tony.
Sebelum persoalan itu tuntas, Januari 1986, Lopa dimtasi menjadi Staf Ahli Menteri Kehakiman Bidang Perundang-undangan di Jakarta. J. Serang juga dimutasi ke Pengadilan Tinggi Sulawesi Selatan Ketika menjabat Jaksa Tinggi Makassar, ia memburu seorang koruptor kakap, akibatnya ia masuk kotak, hanya menjadi penasihat menteri. Ia pernah memburu kasus mantan Presiden Soeharto dengan mendatangi teman-temannya di Kejaksaan Agung, di saat ia menjabat Sekretaris Jenderal Komnas HAM. Lopa menanyakan kemajuan proses perkara Pak Harto. Memang akhirnya kasus Pak Harto diajukan ke pengadilan, meskipun hakim gagal mengadilinya karena kendala kesehatan.
Lopa dan Bismar Siregar merupakan contoh yang langka dari figur yang berani melawan arus. Sayang Lopa sudah tiada dan Bismar sudah pensiun. Tetapi mereka telah meninggalkan warisan yang mulia kepada rekan-rekannya. Tentu untuk diteladani. Baharudin Lopa meninggal dunia pada usia 66 tahun, di rumah sakit Al-Hamadi Riyadh, pukul 18.14 waktu setempat atau pukul 22.14 WIB 3 Juli 2001, di Arab Saudi, akibat gangguan pada jantungnya.
Lopa, mantan Dubes RI untuk Saudi, dirawat di ruang khusus rumah sakit swasta di Riyadh itu sejak tanggal 30 Juni. Menurut Atase Penerangan Kedubes Indonesia untuk Arab Saudi, Joko Santoso, Lopa terlalu lelah, karena sejak tiba di Riyadh tidak cukup istirahat.
Lopa tiba di Riyadh, 26 Juni untuk serah terima jabatan dengan Wakil Kepala Perwakilan RI Kemas Fachruddin SH, 27 Juni. Kemas menjabat Kuasa Usaha Sementara Kedubes RI untuk Saudi yang berkedudukan di Riyadh. Lopa sempat menyampaikan sambutan perpisahan.
Tanggal 28 Juni, Lopa dan istri serta sejumlah pejabat Kedubes melaksanakan ibadah umrah dari Riyadh ke Mekkah lewat jalan darat selama delapan jam. Lopa dan rombongan melaksanakan ibadah umrah malam hari, setelah shalat Isya. Tanggal 29 Juni melaksanakan shalat subuh di Masjidil Haram. Malamnya, Lopa dan rombongan kembali ke Riyadh, juga jalan darat. Ternyata ketahanan tubuh Lopa terganggu setelah melaksanakan kegiatan fisik tanpa henti tersebut. Tanggal 30 Juni pagi, Lopa mual-mual, siang harinya (pukul 13.00 waktu setempat) dilarikan ke RS Al-Hamadi.
Presiden KH Abdurahman Wahid, sebelum mengangkat Jaksa Agung definitif, menunjuk Soeparman sebagai pelaksana tugas-tugas Lopa ketika sedang menjalani perawatan. Penunjukan Soeparman didasarkan atas rekomendasi yang disampaikan Lopa kepada Presiden. Padahal Lopa sedang giat-giatnya mengusut berbagai kasus korupsi. Sejak menjabat Jaksa Agung, Lopa memburu Sjamsul Nursalim yang sedang dirawat di Jepang dan Prajogo Pangestu yang dirawat di Singapura agar segera pulang ke Jakarta. Lopa juga memutuskan untuk mencekal Marimutu Sinivasan. Namun ketiga konglomerat ?hitam? tersebut mendapat penangguhan proses pemeriksaan langsung dari Wahid, alias Gus Dur.
Lopa juga menyidik keterlibatan Arifin Panigoro, Akbar Tandjung, dan Nurdin Halid dalam kasus korupsi. Gebrakan Lopa itu sempat dinilai bernuansa politik oleh berbagai kalangan, namun Lopa tidak mundur. Lopa bertekad melanjutkan penyidikan, kecuali ia tidak lagi menjabat Jaksa Agung.
Sejak menjabat Jaksa Agung, 6 Juni 2001, menggantikan Marzuki Darusman, Lopa bekerja keras untuk memberantas korupsi. Ia bersama staf ahlinya Dr Andi Hamzah dan Prof Dr Achmad Ali serta staf lainnya, bekerja hingga pukul 23.00 setiap hari. Kepergian Lopa sangat mengejutkan, meninggal ketika ia menjadi tumpuan harapan rakyat yang menuntut dan mendambakan keadilan. Sejak menjabat Jaksa Agung (hanya 1,5 bulan), Lopa mencatat deretan panjang konglomerat dan pejabat yang diduga terlibat KKN, untuk diseret ke pengadilan.
Ketika menjabat Menteri Kehakiman dan HAM, ia menjebloskan raja hutan Bob Hasan ke Nusakambangan. Ktegasan dan keberaniannya jadi momok bagi para koruptor kakap. Menurut Andi Hamzah, sebelum bertolak ke Arab Saudi, Lopa masih meninggalkan beberapa tugas berat. Kepergian Lopa untuk selamanya, memang membawa dampak serius bagi kelanjutan penanganan kasus-kasus korupsi.
Banyak perkara yang sedang digarap tidak jelas lagi ujung pangkalnya. Banyak masih dalam tahap pengumpulan bukti, sudah ada yang selesai surat dakwaan atau sudah siap dikirim ke pengadilan. Banyak perkara yang tertahan di lapis kedua dan ketiga. Akbar sendiri, meski termasuk tokoh politik yang diburu Lopa, mendukung langkah penegakan hukum yang diprakarsai Lopa. ?Kita merasa kehilangan atasas kepergian Lopa.?
Pengacara yang membela banyak kasus korupsi, Mohammad Assegaf, menyayangkan Lopa melangkah pada waktu yang salah. He?s the right man in the wrong time. Karena itu ia kehilangan peluang untuk melakukan pembenahan.
Pengamat hukum JE Sahetapy menginginkan kelanjutan pengungkapan kasus-kasus korupsi, meski Lopa sudah tiada. Kata Sahetapy, the show must go on. Lopa sendiri sudah punya firasat, tugasnya selaku Jaksa Agung takkan lama. Banyak orang mengaitkannya dengan masa jabatan Gus Dur yang singkat. Tetapi masa bhakti Lopa jauh lebih singkat.
Ia sudah merasa bahwa langkah yang dimulainya akan memberatkan penerusnya.
Suber : http://www.tokohindonesia.com
5. S. Fadl Al
Mahdaly
Mungkin masih banyak diantara
kita para pembaca yang belum kenal siapa beliau, karna beliau memang bukanlah
tokoh Nasional sepertihalnya tokoh-tokoh yang lain yang ada di atas yang
dikenal oleh masyarakat luas namun bagi saya beliau adalah salah satu sosok yang sangat menginspirasi bagi banyak orang yang sudah mengenalnya khususnya
bagi masyarakat disekitarnya atau
setidaknya bagi yang pernah mendengar ceramah dan gaya beliau dalam
menyampaikan ceramah, meskipun ada juga sebagian masyarakat yang mungkin tdk
sejalan dengan cara atau pemikiran beliau, namun tentunya itu adalah suatu hal yang wajar dalam perbedaan pandangan, yang jelas beliau patut diapresiasi sebagai sosok yang sangat
menginspirasi bagi banyak orang dan saya rasa beliau dalam menjalankan pandangan/pemikirannya tentunya disertai ilmu dan dasar-dasar yang beralasan, beliau memiliki gaya tersendiri dalam menyampaikan ceramah, kalau
kita baru melihatnya memang gayanya agak terlihat berbeda dengan Penceramah
pada umumnya, dengan matanya yang tajam dan gaya bahasanya yang spontan membuat
beliau mempunyai ciri khas tersendiri dengan gaya bahasa yang mudah dimengerti sehingga tidak membosankan, begitulah gaya beliau yang apa
adanya disaat dia sudah mulai menyampaikan ceramah kita akan merasa nyaman menyimak ceramah beliau yang sangat logis, tidak monoton dan sangat pandai
memberikan contoh-contoh yang masuk akal yang dibumbui oleh lelucon-lelucon
segar sehingga sangat mudah dicerna oleh para jamaah tak jauh beda dengan cara
Almarhum KH Zainuddin MZ dalam menyampaikan ceramahnya. Beliau cerdas dan wawasannya
sangat luas karna memang beliau selalu mengikuti perkembangan dunia dan cukup akrab dengan fasilitas internet yang mungkin sangat rawan dengan godaan-godaan duniawi namun beliau tetap mampu mengimbangi kehidupannya sebagai seorang ustadz, berbeda dengan ustadz-ustadz pada umumnya yang cenderung fokus hanya kepada pengetahuan agama saja sehingga tidak begitu mampu memahami keadaan dan cara berfikir masyarakatnya. Kemudian dari silsilah keluarganya yang dari Keturunan Sayyid dimana
orang tua beliau memang adalah seorang Ustads yang sangat Religius dan
dihormati. Beliau memang Lahir dari lingkungan yang religius yaitu dari Desa
Pambusuang Kab. Polman Sulawesi Barat yang banyak melahirkan para ustadz-ustadz hebat yang mana juga adalah Tempat kelahiran
Almarhum Baharuddin Lopa mantan Menteri
Kehakiman dan HAM dan Jaksa Agung yang terkenal dengan kejujurannya. Jadi
dari kecil beliau (S. Fadl Al Mahdaly)
memang hidup di lingkungan yang Islami, beliau juga sangat memasyarakat dan mudah
akrab, bermasyarakat dan bergaul kesemua kalangan dengan penampilannya yang apa adanya tidak seperti ustadz pada umumnya namun beliau tetap dihormati oleh masyarakat oleh kharismanya, beliau juga humoris serta selalu diikuti dasar-dasar agama namun bisa
memahami situasi masyarakat awam sampai kalangan intelektual.
Meskipun ada diantara para
pembaca yang mungkin belum mengenalnya, namun saya rasa beliau patut saya muat
dalam postingan ini dimana beliau memang sudah banyak memberikan manfaat atau
inspirasi bagi banyak orang sehingga sangat pantas kiranya jika saya menganggap
beliau adalah salah satu Tokoh hebat yang dimiliki masyarakat mandar khususnya
Masyarakat Desa Lero dimana saat ini dia tinggal. Saya bangga Lero memiliki
sosok yang cerdas seperti beliau, dan saya doakan semoga beliau lebih baik lagi
dan senantiasa dalam Petunjuk Allah SWT
dalam mengembangkan apa yang telah dimilikinya dan kemudian diwarisi oleh
keturunannya ataupun jamaahnya. Amiien... “Salut buat Puang Saiyye” http://facebook.com/fadl.almahdaly?ref=ts&fref=ts
6. KH. Muhammad Thahir (Imam Lapeo)
Imam Lapeo, Ulama Kharismatik
Mandar
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar