Selasa, 28 Oktober 2014

Renungan untuk Pembenci dan Pencela Poligami (Bagian Kedua)

Renungan untuk Pembenci dan Pencela Poligami

Ilustrasi anti poligami @magingalagadngsining
Poligami hanya untuk memperturutkan hawa nafsu! Dasar, besar nafsu, tidak cukup dengan satu istri!
Begitulah tanggapan sebagian kita ketika melihat seseorang berpoligami.
Terus sekarang, apakah tercela bila seseorang menikah lagi karena dia memiliki nafsu seks yang tinggi?
Sebelum dikaji dari segi hukumnya, dari segi kemanusiaan saja, kita tidak menemukan orang yang bermasalah karena nafsu seksnya besar bila dia salurkan pada jalan yang benar (kita garis bawahi kata-kata "bila dia salurkan pada jalan yang benar"). Tapi, kita temukan rumah tangga yang berantakan gara-gara suaminya lemah syahwat (impoten).
Jadi, besar syahwat bukanlah aib bila disalurkan melalui cara yang diridhai Allah Swt, bahkan termasuk perbuatan terpuji. Justru aib yang sangat memalukan bagi laki-laki jika dia lemah syahwat. Hingga penderitanya rela menghabiskan uang demi mengobati kekurangannya itu. Pabrik obat kuat pun menjamur karenanya.
Salah satu hal yang membuat kedengkian orang-orang Yahudi kepada Rasulullah Saw adalah kelebihan yang dikaruniakan Allah Swt kepada beliau dalam masalah ini. Rasulullah Saw diberi kekuatan 30 orang laki-laki. Hingga beliau mampu menggiliri sembilan orang istrinya dalam sehari-semalam.
Sebagaimana hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari yang berasal dari Anas bin Malik. Apakah masuk akal, bila Allah Swt membenci syahwat tinggi kemudian mengaruniakannya kepada Rasul yang paling mulia dan paling dicintai-Nya melebihi yang Dia berikan kepada manusia biasa?
Lalu kalau ditinjau dari syari'at, apakah boleh seseorang menikah lagi karena nafsu seksnya tinggi? Bukan seperti alasan yang dibuat-buat oleh pembenci poligami. Diantaranya, karena ingin mengayomi janda-janda tua. Sehingga kalau mau menikah lagi, carilah perempuan tua yang sudah reot. Atau ingin mengayomi anak yatim, maka cari janda beranak banyak. Entah cerita dari mana yang mengatakan seperti itu dan apa dalilnya?
Mari kita pelajari dengan saksama ayat dan hadits berikut ini.
1. Hadits yang selalu kita dengar
«يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ، مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ، وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ، فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ»


"Wahai, para pemuda! Barangsiapa diantara kalian berkemampuan untuk menikah, maka menikahlah. Karena menikah lebih menundukkan pandangan dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa (shaum). Karena shaum dapat membentengi dirinya." (Mutafaq’alaih)

Dari hadits ini kita mendapatkan motivasi untuk menikah yang disebutkan oleh Rasulullah Saw hanya dua; untuk menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Bukankah keduanya itu letak syahwat yang paling tinggi?
2. Rasulullah mengatakan,
وَفِي بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ، قَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ، أَيَأتِي أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ وَيَكُونُ لَهُ فِيهَا أَجْرٌ؟ قَالَ: «أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِي حَرَامٍ أَكَانَ عَلَيْهِ فِيهَا وِزْرٌ؟ فَكَذَلِكَ إِذَا وَضَعَهَا فِي الْحَلَالِ كَانَ لَهُ أَجْرٌ
Dan pada kemaluan salah seorang kalian ada sedekah. Para shahabat bertanya, "Ya Rasulullah, apakah salah seorang di antara kami mendatangi syahwatnya lalu dia berhak mendapatkan pahala?" Rasulullah menjawab, "Bagaimana pendapat kalian kalau ia meletakkannya pada jalan yang haram, apakah dia mendapatkan dosa? Maka demikian juga, bila dia meletakkannya pada jalan yang halal, dia berhak mendapatkan pahala."
Rasulullah Saw sendiri mengatakan, sekalipun yang dilakukan seseorang adalah memuaskan nafsunya, namun pada jalur yang halal, dia berhak mendapatkan pahala. Lalu, apa hak kita mencelanya sebagai orang yang besar nafsu, bersyahwat tinggi? Justru dengan demikian kita sudah melakukan celaan terhadap sesuatu yang harusnya dipuji.
Jadi, bila seseorang sudah melakukan kewajibannya secara syar'i dengan bertanggungjawab terhadap keluarganya, tidak ada hak kita mencelanya, apalagi mempergunjingkan. Jangan lakukan dosa demi bersimpati kepada orang yang sebenarnya tidak butuh simpati kita.
3. Allah Swt menyebutkan kriteria orang-orang yang berhak memasuki surga Firdaus, surga yang paling tinggi.
Kriteria keempatnya adalah,
وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ. إِلا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ. فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ
"Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki. Maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik it,u maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas." (Qs. al Mu'minun [23]: 5-7)
Coba kita tadabburi ayat ini dengan dada lapang. Allah Swt menyebutkan bahwa orang yang selamat di akhirat nanti, diantara ciri-cirinya adalah orang yang menjaga syahwat kemaluannya dengan menyalurkannya kepada jalan yang dihalalkan oleh Allah Swt. Allah Swt tidak menyebutkan bahwa ciri-ciri orang yang berhak menempati surga Firdaus ialah orang yang lemah syahwat atau tidak bersyahwat sama sekali. Allah Swt menurunkan syariatnya bukan untuk membunuh syahwat dan hawa nafsu hamba-Nya, tapi mengaturnya supaya mengalir pada jalur yang diridhai-Nya.
Bahkan, manusia diberi Allah Swt pahala dan hadiah surga karena ia sudah bersusah payah mengendalikan hawa nafsunya kepada jalan yang benar. Bukan karena ia mematikan atau menghambat hawa nafsunya. Allah Swt hanya menyuruh hamba-Nya untuk mengendalikan, supaya tetap tersalurkan pada jalur yang benar. [bersambung]
Penulis : Ustadz Zulfi Akmal
Editotr : Pirman
>>>http://www.bersamadakwah.com/2014/10/renungan-untuk-pembenci-dan-pencela.html
Ilustrasi @horsemoonpost
4. Allah mensyari'atkan mandi wajib bagi orang yang selesai melakukan hubungan suami-istri.
Artinya, ketika mandi, ia telah melakukan ibadah yang sangat besar. Tanpa sengaja, artinya bila seseorang sering melakukan hubungan suami-istri otomatis dia akan sering melakukan mandi wajib. Artinya juga, ia akan semakin sering melakukan ibadah yang sangat dicintai Allah Swt. Pahamilah pernyataan ini dengan benar!
5. Coba kita baca hadits ini dengan perlahan.
Abu Hurairah meriwayatkan, "Ketika kami bersama Rasulullah Saw, tiba-tiba datang seseorang dan berkata, 'Ya Rasulullah, celaka aku!' Beliau berkata, 'Ada apa denganmu?' Ia menjawab, 'Aku menyetubuhi istriku, sedang aku dalam keadaan berpuasa.' Rasululla Saw bersabda, 'Apakah kamu memiliki budak yang bisa kamu merdekakan?' Ia menjawab, 'Tidak.' Beliau bersabda, 'Apakah kamu mampu berpuasa dua bulan berturut-turut?' Ia menjawab lagi, 'Tidak.' Beliau bersabda, 'Apakah kamu bisa memberi makan enam puluh orang miskin?' Sekali lagi ia menjawab, 'Tidak.'" Lalu Nabi Saw terdiam.
Ketika kami masih berada dalam keadaan hening (terdiam), didatangkanlah kepada beliau sebuah keranjang yang berisi kurma. Beliau bersabda, “Mana orang yang bertanya tadi?” Ia berkata, “Saya.” Beliau bersabda, “Ambillah ini dan sedekahkanlah dengannya.” Orang tersebut berkata, “Apakah ada orang yang lebih fakir dariku ya Rasulullah? Demi Allah, tidak ada di antara dua kampung ini rumah yang lebih fakir dari rumahku.” Lantas, tertawalah Nabi Saw sampai nampak gigi taringnya, kemudian beliau bersabda, “Berikan ini kepada keluargamu.”
Hadits di atas bukanlah dongeng. Tapi hadits shahih riwayat Imam Bukhari dan Muslim. Mari kita perhatikan, bagaimana Rasulullah Saw mencarikan solusi supaya shahabatnya yang sudah terlanjur melakukan kesalahan dengan melakukan hubungan suami-istri di siang Ramadhan, sampai akhirnya ia dimaafkan, bahkan diberi kurma.
Rasulullah Saw tidak mencelanya. Beliau tidak mengatakan, "Dasar kamu, besar syahwat!" Atau, "Miskin-miskin besar nafsu!" Tapi, malah tersenyum dan menutupi kemiskinannya. Karena Rasulullah Saw memahami bahwa hal itu dilakukan di luar kemampuannya. Allah Swt yang telah mengaruniakan nikmat kekuatan syahwat kepadanya, hingga dia tidak sanggup menahan diri walau untuk sehari. Namun, ia salurkan pada jalur yang disahkan oleh Allah Saw, sekalipun waktunya kurang tepat.
Jika ditelusuri siapa sebenarnya shahabat itu, ternyata ia adalah seorang yang sangat menjaga kehormatan diri dan selalu menundukkan pandangannya dari yang haram. Hingga kesehatan tubuh dan fitrah asli yang dikaruniakan Allah Swt kepadanya tidak tercemar dan tidak rusak.
6. Rasulullah bersabda,
عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، قَالَ: قَالَ لِي ابْنُ عَبَّاسٍ: هَلْ تَزَوَّجْتَ؟ قُلْتُ: لاَ، قَالَ: «فَتَزَوَّجْ فَإِنَّ خَيْرَ هَذِهِ الأُمَّةِ أَكْثَرُهَا نِسَاءً»
Dari Sa'id bin Jubair, dia berkata, "Ibnu 'Abbas pernah bertanya kepadaku, 'Apakah kamu sudah menikah?' Aku menjawab, 'Belum.' Lalu beliau berkata, 'Menikahlah. Sesungguhnya sebaik-baik umat ini adalah yang paling banyak perempuannya.'"
Syekh Mustafa al-Bugha menanggapi, "Orang yang mempunyai perempuan lebih banyak daripada orang lain, dan redaksi kalimat menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan "perempuan" di dalam hadits itu adalah istri-istri."
Dan banyak lagi dalil lain yang menunjukkan kebolehan laki-laki untuk menikah lebih dari satu karena motif menyalurkan syahwatnya di jalan yang dibenarkan, bahkan dianjurkan oleh Allah Swt.
Inilah hukum dan ketentuan Allah Swt bagi hamba-hamba-Nya. Tidak ada hak bagi kita untuk menentangnya. Hanya satu kalimat yang boleh kita ucapkan,
سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ
"Kami dengar dan kami taat." (Mereka berdoa), "Ampunilah kami, ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali." (Qs. al-Baqarah [2]:285)
إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah Swt dan rasul-Nya agar Rasul menghukum (mengadili) diantara mereka ialah ucapan, "Kami mendengar dan kami patuh." Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. (Qs. an-Nur [24]: 51)
Terakhir, kalau mau mencela, celalah orang yang memuaskan nafsunya di tempat prostitusi atau dengan selingkuh yang diharamkan Allah Swt. Jangan hina orang yang berbuat sesuai aturan Allah Swt, sekalipun tidak sesuai dengan selera kita. []
Penulis : Ust Zulfi Akmal
Editor : Pirman
sumber >>> http://www.bersamadakwah.com/2014/10/renungan-untuk-pembenci-dan-pencela_25.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar